Minggu, 19 September 2010

marlena, maria,,, mantan muridku,,,, mantan anak ibu kost,,,, maniak hewan ,,,

Hai, perkenalkan.. namaku Andrew xx, anak bungsu pasangan Ronny xx dan Widya xx (samaran). Keduanya pengusaha-pengusaha senior di Indonesia. Meski terlalu kecil untuk bersaing dengan Liem Sioe Liong atau Prajogo Pangestu, tapi kami masih cukup punya namalah di Jakarta. Apalagi kalo di lokasi pabrik Papa di Semarang atau konveksi Mama di Tangerang.. Eh, aku lupa. Aku biasa dipanggil Andru, tapi di rumah aku dipanggil A Bee atau Abi. By the way, sebenarnya ini adalah kisah tahun 1990. Ya, ini adalah kisah 13 tahun yang lalu..

Tahun itu, aku baru naik kelas 2 SMP. Umurku saat itu masih 13 tahun dan akan 14 Desember nanti. Mm.. SMP-ku dulu lumayan ngetop, sekarang ngga terlalu.. sekarang cuma tinggal ngetop mahal dan borjunya aja. Aku sendiri termasuk yang 'miskin' di sana, abis aku cuma diantar jemput sama ciecie-ku aja sedang yang laen kadang dianter jemput sama sopir pake mobil sendiri (baca: yang dikasih ortunya buat dia)

Kakak perempuanku yang sulung, Sinta, tapi dipanggilnya Sian buat temen sekolah/kuliahnya. Cie Sian baru-baru aja mulai kuliah. Usianya waktu itu 18 tahun. Sedang kakak perempuanku yang kedua, Sandra, yang biasa dipanggil Sandra atau Apin, baru masuk SMA dan usianya 15. Hehehe.. kalo berangkat aku dan Cie Pin suka nebeng Cie Sian. Tapi kalo pulang, Cie Pin naik bis sedang aku dijemput Cie Sian. Tapi mulai kelas 2 ini aku sudah bertekat pulang naik metro mini atau bajaj sama temen-temen. Cie Sian cuman tersenyum aja aku bilang gitu..

Cuma gara-gara naik bis itu, Tante Vi, sekretaris Mama khusus buat di rumah –dan gara-gara kekhususannya itu kami suka ejek dia butler alias "kepala pelayan" hehehe- jadi sedikit sewot. Tapi bagusnya, uang sakuku jadi bertambah. Katanya sih buat naik taksi atau makan di jalan kalo laper. Ya, lumayanlah. Buat ukuran anak SMP tahun 1990, yang meskipun di sekolahan termasuk yang miskin, tapi uang sakuku yang duaratus ribu sehari mungkin ngga kebayang sama temen-temenku yang sok kaya. Lagian aku buat apa bilang-bilang.. kalo gini kan ketauan mana yang temen mana yang bukan.. soalnya anak SMP ku itu dari dulunya, juga pada waktu itu, bahkan sampai sekarang. Terkenal matre.

Well, dan gara-gara kata matre itu pula yang bikin aku bisa ngeseks sama Vonny, anak kelas 3 yang sangat cantik tapi sangat memilih pasangan jalannya itu. Juga sama Mbak Maya, temen SMA nya Cie Pin. Hehehe, untung aja Ci Pin ngga pernah tau sampe sekarang.. pasti heboh waktu itu kalo dia tahu.

Eh, tapi.. aku pertama kali ngerasain yang namanya 'ngentot' bukan sama mereka ini loh.. Pasti kalian ngga pernah kebayang deh sama siapa aku pertama kali ngerasain badan cewek. Oh, bukan sama Tante Vi tadi.. apalagi sama perek atau pelacur (itu sih jijay!hii..) Mau tahu? Sama seorang sales promotion girl bernama Marlena.

Ceritanya, siang-siang pulang sekolah kami iseng pengen tau seperti apa sih yang namanya Pameran Produk Indonesia (PPI) di silang Monas. Well, kami liat-liat di sana ternyata sepi-sepi aja kecuali di beberapa stand/gedung pameran seperti mobil. Dan di stand itulah saat itu aku tersadar sudah terpisah sendirian dari temen-temenku.. Rese' nih pada ngga bilang-bilang kalo kehilangan..

"Siang, Ko.. pulang sekolah ya?" seorang dara putih manis berlesung pipit dan berambut ikal sepundak menegurku dengan senyum yang paaling indah menawan yang pernah kusaksikan seumur hidupku. Aku balas tersenyum pada SPG yang ramah tapi agak sok akrab itu, "Iya Cie..", Aku panggil dia Cie sebab jelas-jelas usianya lebih tua daripada aku, mungkin 21 atau 22 tahunan. Aku kan masih 13 tahun dan pasti keliatan karena aku kurus, kecil, pendek, dan masi pake celana SMP..

Ciecie itu tertawa sumringah, "Ih, kamu ini pasti langsung kemari abis sekolah.. bandel, ya?!" candanya dengan senyum menggoda. Aku terkekeh juga, meski rada keki dibilang bandel, "Emang iya. Tapi aku kan udah bilang Cie Sian mau kemari..", Ciecie itu tersenyum ramah, "Ciecie kamu umur berapa?", "18..", jawabnya.

Dia tersenyum, "Mmh ya bolehlah.. berarti kamu ngga kelayapan.."
Aku tertawa, "Hehehe ciecie bisa aja.. "
Lalu aku menudingnya, "Ciecie ini namanya siapa?"
Dengan gaya bak peragawati, dia membetulkan posisi nametag-nya yang miring sehingga dapat jelas kubaca, "M-a-r-l-e-n-a.. Namanya cantik, Cie.."
Dia tersenyum, "Aduh makasih banget, tapinya ngga ada recehan nih.. pake brosur aja ya?"
Aku tersenyum dan mengambil juga brosur yang ia tawarkan.
"Wow, ni mobil keren juga, nih.." aku sampai bersiul terkagum-kagum pada barang dagangannya.. (well, saat itu teknologi DOHC baru pertama kali muncul di Indonesia.. wajar dong kalo aku saat itu kagum berat..)
"Iya, dong.. siapa dulu yang jualan" katanya tersenyum sambil menepuk dada.

Dan saat itulah aku mulai memperhatikan baju kausnya ketatnya yang menonjolkan buah dadanya yang lumayan besar.. hmm.. dan rok mininya yang ketat tipis sepaha itu, seolah-olah bila kakinya terbuka sedikit lebih lebar maka aku dapat melihat celana dalamnya.. Maka tidak usah ditunggu lagi, aku segera mengikuti kemanapun ia bergerak menerangkan presisi dan kemampuan mobil itu, sambil bersyukur jadi orang pendek.

Hehehee.. Beneran deh, dengan tinggiku saat itu yang 134 cm, kalian seolah-olah bisa mengintip isi rok mini Cie Lena yang tingginya 170 cm lebih dan pake sepatu hak tinggi pula. Makanya aku tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk duduk di dalam mobil sementara ciecie itu menjelaskan dari luar dengan sebelah kaki menginjak sandaran kaki..
Tapi aku yakin mukaku menjadi kemerah-merahan, sebab ciecie ini dari tadi bagaikan tertawa maklum dan betul-betul sapuan matanya menyapu wajahku terus-menerus.. sampai tiba-tiba aku bagai tersadar dari lamunan..

"..gimana? udah keliatan belon?"
aku terkaget-kaget di tempat duduk menatap wajahnya yang tersenyum manis, "apanya, nih?"
dia tersenyum lalu gerakan matanya menunjuk arah diantara kedua kakinya yang membuka sambil berkata pelan, "..celana dalemnya ciecie.."

nah, kebayang kan gimana malunya dan merahnya mukaku saat itu ditembak langsung begitu.. untung dia ngomongnya ngga kenceng. Lalu dia mendekatkan diri padaku dan berkata, "dari tadi ciecie liat kamu berusaha liat dalemannya ciecie, jadi tadi ciecie sengaja angkat kaki sedikit biar kamu engga penasaran.. udah liat, kan? Ciecie pake warna coklat muda..". Aku yakin mukaku semerah kepiting rebus. Tapi Cie Lena tersenyum maklum dan membimbingku bangkit dari tempat duduk sopir dan berkata keras, "Ikut Ciecie ya Ko kecil.. Ciecie akan kasi liat kemampuan ini mobil supaya bisa bilang-bilang sama Papa, ya?"

Dan seorang pria muda berdasi yang berdiri tidak jauh dari kami tersenyum lebar mendengar ucapannya itu sambil mengacungkan ibu jari. Tapi kulihat Cie Lena cuek aja, malah mengerdipkan sebelah matanya padaku.
Kami menuju pelataran parkir luar dimana sebuah mobil serupa dipamerkan –dan nampaknya bisa dicoba. Cie Lena memintaku duduk di depan sedang dia sendiri menyetir.

Gugup juga aku waktu liat dia di kursi sopir duduk agak mekangkang sehingga dengan rok mini super pendeknya aku tahu pasti terdapat celah terbuka yang bila aku duduknya maju sedikit pasti aku bisa melihat.. ehmm.. anunya.. yang katanya coklat muda itu..

Cie Lena tertawa geli melihatku rada panik. Melajukan mobil keluar kompleks silang Monas, ia berkata, "Nah sekarang kamu bisa liat celana dalam Ciecie puas-puas tanpa perlu takut ketauan.."
Aku sangat malu. Tapi aku tidak bisa menahan diriku untuk menyandarkan kepalaku ke dashboard sehingga bisa mengintip sesuatu diantara kedua paha mulus ciecie ini..

Dia tersenyum, "Namamu siapa sih, Say?"
"A Bee."
Dia tersenyum, "Nama yang bagus."
Lalu dia menoleh menatapku sebentar, "Kamu belum pernah liat cewek telanjang ya, Say?"
Aku menggeleng pelan.
"Pengen tau, ya?" dia tersenyum, "Pasti pernah nyoba ngintipin ciecie-mu ya?"
Kali ini aku mengangguk pelan.
Dia tertawa.
"Mau liat Ciecie telanjang ngga, Say?"
Aku cuma bisa menelan ludah gugup. Ciecie seseksi ini mau telanjang di depanku?
Dia tersenyum, "Tapi Say, Ciecie boleh minta duit kamu sedikit ya? Ciecie perlu bayar uang kuliah sama beli buku nih.."
Aku masih terdiam membayangkan dia telanjang di depanku.. Waah, pasti di antara kakinya itu ada..
"Kamu boleh liat badan Ciecie semuanya, Say.." katanya memutus lamunanku, "Ciecie sayang sama kamu, abis kamu imut sih.."
"Ciecie emang butuhnya berapa duit?" aku memberanikan diri bertanya.
Dia tersenyum dan jarinya menunjuk angka 1..
"I Pay.."
Cuma segitu? Yah, kalo cuma segitu sih.. uang sakuku sehari juga lebih dari itu.. Aduh, dengan uang segitu, dia mau telanjang di depanku supaya dia bisa kuliah..
"Cie.." kataku nekat, gejolak di kepalaku sudah memuncak di napas dan kontolku nih..
"..tapinya aku boleh cium Ciecie, ya?"
Cie Lena agak kaget, aku terlalu polos atau kurang ajar, ya?
Tapi dia tersenyum.
"Makasih, A Bee Sayang.."

Lalu, Cie Lena mengarahkan mobil contoh itu ke sebuah tempat di Kota (aku ngga tau namanya, waktu itu kami kan tinggalnya di Pondok Indah sedang sejauh-jauhnya aku main kan cuma di Blok M). Ia memasukkan mobil ke garasi sebuah rumah kecil di pemukiman yang padat dan jalannya ampun deh jeleknyaa..

Lalu Cie Lena menyilakan aku keluar. Sempat kulihat ia tersenyum pada seorang Empeh-empeh yang lewat, Kudengar ia membahasakan aku ini adik sepupu yang hari ini dititip karena orang tuanya sedang pergi. Wah, kalau sampe sebegitu-begitunya, ini pasti beneran tempat tinggalnya.. Lalu aku mengikutinya masuk ke dalam rumah itu. (Hihihi aku perhatikan ia mengambil anak kunci pintu depan dari balik keset.. Kalo aku maling, habis sudah isi rumah ini..)

"Ini kontrakan Ciecie.." katanya sambil menunjuk ke ruangan dalam, "Ciecie tinggal berempat di sini."
"Yang lainnya kalo ngga kerja ya kuliah.." katanya saat aku bertanya mana yang lain.

Ia membuka kamarnya dan menyilakan aku masuk sementara ia ke ruangan lain –mungkin mengambil minuman. Aku perhatikan kamarnya sangat rapi, mirip seperti kamarnya Ci Sian. Bedanya hanya buku-buku kuliahannya sangat sedikit sedang di kamarnya Ci Sian kemanapun kita memandang isinya buku.. Ah, Ciecie ini memang butuh bantuan banyak.

Lalu Cie Lena datang membawa minuman. Tersenyum ramah. Meletakkan gelas di meja belajarnya lalu mengunci pintu dan berdiri bersandar di pintu sambil memandangiku. Aku duduk di kursi belajarnya, setengah gugup. Habis ini, aku akan melihat cewek bugil asli-aslian di depanku.. Nampaknya dia sangat mengerti kegugupanku karena ia lalu berjongkok di sampingku dan memelukku erat-erat. Menciumku pelan. Lalu berkata, "Udah siap liat bodi Ciecie?", Aku mengangguk perlahan. Dia tersenyum dan berdiri sambil membelai pipiku. Ia mulai berdiri menjaga sedikit jarak agar aku bisa melihat semua dengan jelas.

Sebetulnya kalo dipikir-pikir saat itu ia melakukannya dengan cepat, kok.. Tapi dalam tegangku, semua gerakannya jadi slow motion. Ia mulai dengan membuka kaus ketat tipisnya. Melemparnya ke tempat tidur. Tersenyum lebar, ia menepuk perutnya yang putih kecoklatan itu sambil membuat gerakan menciumku.. Lalu ia menarik sesuatu di belakang rok mininya sehingga terjatuh ia menutupi jemari-jemari kakinya menampakkan celana dalam coklat muda yang tadi ia katakan..

Sampai di sini, aku tidak kuat duduk.. batang kontolku menegang dan sakit kalo aku tetap duduk. Ia malah mendekat dan memelukku. Mmmhh.. meski jadi sedikit sesak napas, tapi aku sangat senang.. wajahku kini terbenam di antara belahan buah dadanya.. sedang perutnya menempel pada dadaku.. Oh, aku tentu saja balas memeluknya.. dan terpeluk olehku pinggul dan pantatnya yang sekel itu.. Dan saat terpegang olehku celana dalamnya, spontan aku masukkan jari-jariku ke dalamnya, membuatnya menjerit kecil.. "Aih.. ngga sabaran banget sih Ko kecilku ini.."

Spontan ia melucuti celana dalamnya lalu mengangkat kaki kirinya memeluk pantatku sehingga rambut tipis jembutnya menggesek-gesek perutku.. Aduh ciecie ini.. aku kan pengin liat.. Tapi ia menciumku di pipi dan membimbingku ke cermin yang tertempel di lemarinya memperlihatkan seluruh badan telanjangnya kecuali di sekitar tetek itu.. Aku mengerti. Aku ke belakangnya dan membuka kaitan BH nya sehingga nampak juga akhirnya puncak gunung yang coklat muda indah itu.. membuatku segera menarik tubuhnya menghadapku.. dan mulai meremasinya buah dada itu.. Ia sedikit melenguh dan terduduk di kursi.. Menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sehingga dadanya membusung sedang posisi pinggul dan otomatis memeknya tersodor bagai ingin disajikan.. Aku ciumi teteknya itu lalu aku hisap kuat-kuat membuatnya menggelinjang sampai akhirnya dengan satu sentakan ia mendorongku jatuh ke tempat tidurrnya..
Ia bangkit berdiri setengah membuka pahanya sambil bertolak pinggang menonjolkan dadanya yang masih mancung dan ranum itu..

Aduh aku ngga kuat lagi. Aku buka celana ku sehingga batang kontolku mencuat keluar dengan bebas mengambil posisi tempur.. kucopot juga bajuku sehingga tinggal singletku. Sementara itu ia hanya tersenyum saja.
Lalu ia memegang kontolku, yang segera saja semakin tegang dan membesar..
"Aduh si Ko kecil ini.." katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala, "Udah kerangsang, ya?"
"Iya, cie.. "
Dia cuma tercekikik, dengan genggamannya menahan kulit kulup ku agar tidak menutupi kepala kontolku, ia menotol-notolkan telunjuknya pada kepala kontolku.. dan setiap kali jarinya menyentuh kulit kepala kontolku, setiap kali itu aku merasa tersetrum oleh rasa geli-geli yang aneh..
"Hhh..," aku sampai mendesah kenikmatan, "Cie, 'maen' yuk?"
Dia menatapku geli..
"Maen petak umpet?"
Aku menggeleng tak sabar, "Bukaan. Kayak yang di film-film.."
"Film apa? Donald Duck?"
"Be Ef, Cie.. Ngentot.." akhirnya keluar juga kata itu dari mulutku..
Tapi dia malah menowel hidungku, "Anak bandel, ya? Kecil-kecil udah nonton BF. Kamu udah pernah 'maen', ya? sama siapa?"
Aku menggeleng pelan, "Nonton doang. Pengen sama Ciecie.."
"Tapi ciecie mana puas 'maen' sama kamu. Kamu kan masih anak kecil.."
Lalu dia menunjuk burung-ku
"Punya kamu itu kekecilan. Lagian kamu orang kan belum pernah 'maen', belon tau harus ngapain.."
Adduuh.. aku udah kepengen banget niih..
"Cie Len.. boleh dong, ya? aku kasi Ciecie tiga ratus deh.." aku merengek..
Dia malah tertawa, "Kamu ini mesti anak orang super kaya.. buang duit kayak buang sampah.."
Adduuh.. tolong Cie.. cepet dong..
Dia lalu mencium bibirku sehingga batang kontolku tak urung menyentuh daerah sekitar pangkal pahanya..
"Duit segitu itu separuh uang kuliah Ciecie satu semester, tau nggak?!"
Adduuh Ciecie ini gimana sii.. aku udah ngga tahan nii..
"Cie Len.. ayo dong Cie.."
Cie Lena menghela napas panjang, lalu menatapku sambil menggigit-gigit bibirnya sebelum akhirnya berkata "Sebetulnya Ciecie ngga pengen begini. Tadinya niat Ciecie sama kamu tuh cuma telanjang aja.."
"Tapi Ciecie memang butuh uangnya.."
Lalu ia menghela napas panjang lagi, "Tapi kamu ini masih anak kecil. Ciecie ngga mau ngerusak kamu.."

Aku menatapnya protes. Ia pasti melihat tatapan protesku, tapi ia nampak berpikir keras. Tapi akhirnya ia menggelengkan kepala lalu mencium bibirku. Lalu tubuh telanjangnya itu menelungkup menindih tubuh telanjangku..Ia menciumiku sementara tangan kirinya menyentuh-sentuh kepala kontolku dan ampun deh rasanya luar biasa.. (ternyata butuh beberapa tahun kemudian baru aku sadar kalo orang belum pernah kepegang cewek, cukup disentuh kepala kontolnya rasanya sudah selangit..)

Aku meronta, menggelinjang keenakan.. sekaligus tidak puas.. aku ingin ngentot! Dan akhirmya ia memenuhi keinginanku.. ia menjejakkan kaki kirinya di atas ranjang sedang kaki kanannya di lantai, dalam posisi setengah berlutut sehingga kepala kontolku (yang mungkin masi terlalu kecil buat dia karena usiaku toh juga masi kecil) sedikit melesak di antara dua bukit berhutan jarang itu.. Lalu.. ia menekan pantatnya sedang ia membusungkan dadanya dan mendongak sehingga pandanganku hanya berisi payudara dan puting susu kecoklatannya itu.. plus bonus ujung hidungnya..

Slepp.. nampaknya kepala kontolku sudah mulai melesak masuk.. Ia lalu mengambil posisi berlutut, kedua lututnya tertekuk di atas kasur dan pinggulnya menindihku.. Lalu ia sekali lagi mendesakkan pinggulnya.. Bless.. akhirnya masuk juga.. Aku terpesona merasakan gesekan kontolku dengan dinding dalam memeknya.. Ia tersenyum lagi. Lalu mulai menggoyang-goyangkan pantatnya.. membuat sensasi luar biasa pada setiap gerakannya yang membuat kontolku bergesekan dengan dinding memeknya.. Ohh.. hh.. Badanku rasanya pelan-pelan terbakar oleh perasaan geli-geli yang menjalar yang dingin..

Lalu ia semakin mempercepat gerakannya. Membuat jalaran geli tadi semakin melebar ke seluruh permukaan kulit tubuhku dan pada saat nampaknya tak tertahankan lagi.. tiba-tiba..
Srr.. srr.. srr.. kurasakan aku 'kencing' dan perasaan geli itu mulai menguap meninggalkan bekas bergetar dingin pada sekujur badanku.. Gerakan Cie Lena berhenti.. Kontolku sudah terlalu lemas sehingga tidak dapat bertahan lebih lama dalam liang memeknya.. Cie Lena memelukku sekali lagi.. Menciumku..

"Gimana, Bee..? Kesampaian, ya..?" katanya dengan senyum menggoda..
"Enak kan 'maen' sama Ciecie..?"
Aku.. aku tidak dapat menjawab. Aku menutup mataku saja sambil tersenyum lebar..
Dan aku pikir dia puas dengan jawaban itu. Soalnya dia mulai menciumku dan memainkan burungku sekali lagi dengan jemari lentiknya..

Ah.. Cie Lena.

Sekarang ini, 13 tahun kemudian, dia masih belum menikah dan kini bekerja sebagai karyawanku di sebuah kawasan perkantoran di xx.. Ya tentu saja kami masih sering melakukannya. Tapi mungkin tidak terlalu sering karena kami masing-masing sudah punya pacar. Hanya saja, ketika kenangan atau gairah itu datang, sedang pacarku tidak ada di tempat, aku tahu ke mana aku bisa menyalurkan hasratku..

Ah, masa lalu memang indah..
-------------------------------------------------------------------------------------

maria

Maria. Itu namaku. Kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan ketika aku berusia 11 tahun. Saat itu, aku benar-benar sendirian. Rasa takut dan kesepian menyerang hati dan pikiranku. Yang paling menyedihkan adalah, aku sama sekali tidak pernah dikenalkan ataupun berjumpa dengan kerabat ayah maupun ibu. Aku tidak pernah bertanya. Selama ini aku hanya mengenal ayah dan ibu saja. Dan itu sudah lebih dari cukup bagiku. Kami bertiga sangat bahagia.

Aku tidak ingat, bagaimana aku bisa sampai di panti asuhan itu. Yayasan Bunda Erika, aku membacanya di sebuah papan nama di depan pintu masuk bangunan itu. Di sana, banyak anak-anak yang sebaya denganku. Kehadiran mereka membuatku setidaknya "lupa" akan kemalangan yang baru saja menimpaku. Tidak lamapun, aku merasa kalau aku telah menemukan rumah baru bagiku. Enam bulan pun berlalu.

Pada suatu hari yang cerah, mendadak kami dibangunkan oleh Bunda Risa, salah satu pengurus di tempat kami.
"Ayo bangun, cepat mandi, pakai pakaian terbaik kalian, setelah itu kalian harus berkumpul di aula. Kita akan kedatangan seseorang yang sangat istimewa", katanya sambil tersenyum hangat.
Dan aku pun bertanya, "Bunda, tamu istimewanya siapa sih? Artis ya?"
"Mungkin ya..", kata Bunda Risa sambil tertawa kecil.
"Karena dia adalah putra tunggal dari pemilik yayasan ini.."

Tak kusangka, pertemuanku dengan Erik Torian bisa mengubah hidupku, seluruhnya. Saat dia melewati barisan anak-anak yang lain, dia tiba-tiba berhenti tepat di depanku. Senyuman misterius menghiasi wajahnya. Dengan posisi membungkuk, dia mengamati wajahku dengan teliti. Temannya yang ikut bersamanya pun ikut memperhatikan diriku.

"Ada apa Torian? Apa kau kenal dengan anak ini?", tanyanya.
"Tidak", Erik masih memandangiku sambil memegang mukaku, seolah-olah aku tidak bernyawa.
"Sempurna" katanya dingin.
"Seperti boneka.."
Aku yakin sekali dia bergumam ["..boneka yang aku idam-idamkan"]
Lalu dia melepaskan wajahku dan langsung meninggalkanku begitu saja.

Sehari setelah kunjungan itu, Erik bersama temannya itu kembali mengunjungi yayasan, untuk mengadopsi diriku.
"Halo.. Maria" Erik melemparkan senyum yang berbeda dari kemarin.
"Mulai saat ini, aku-lah yang akan merawat dan mengurus Maria. Kamu tidak harus memanggil aku 'ayah' atau sebutan lainnya, panggil saja aku Erik."
Sambil mengalihkan pandangannya ke temannya, dia melanjutkan,"Nah.., ini adalah temanku, namanya Tomi."
Akupun menyunggingkan senyuman ke arah Tomi yang membalasku dengan senyuman hangat.

Aku sama sekali tidak percaya bahwa ternyata Erik tinggal sendirian di rumah megah seperti ini dan masih berusia 24 tahun saat itu. Diam-diam, aku kagum dengan penampilan Erik dan Tomi yang sangat menarik. Berada di tengah-tengah mereka saja sudah sangat membuatku special. Erik sangatlah baik padaku. Dia selalu membelikan baju-baju indah dan boneka porselain untuk dipajang dikamar tidurku. Dia sangat memanjakan aku. Tapi, dia juga bersikap disiplin. Aku tidak diperbolehkan untuk keluar rumah selain ke sekolah tanpa dirinya.

Empat bulan berlalu, rasa sayangku terhadap Erik mulai bertambah. Hari itu, aku mulai merasa bosan di rumah dan Erik belum pulang dari kantor. Aku pun menunggunya untuk pulang sambil bermain Play Station di kamarku. Tepat jam 10.30 malam, aku mendengar suara pintu di sebelah kamarku berbunyi.
"Erik sudah pulang!!", pikirku senang.

Aku pun berlari keluar kamar untuk menyambutnya. Tapi, di depan kamar Erik aku berhenti. Pintunya terbuka sedikit. Dan aku bisa tahu apa yang terjadi di dalam sana. Erik bersama seorang wanita yang sangat cantik, berambut panjang, kulitnya pun sempurna. Aku hanya bisa terdiam terpaku. Aku melihat Erik mulai menciumi bibir wanita itu dengan penuh nafsu. Tangannya meraba-raba dan meremas payudara wanita itu.

"Ohh..Erik"

Pelan-pelan, tangan Erik menyingkap rok wanita itu dan menari-nari di sekitar pinggul dan pahanya. Tak lama, Erik sudah habis melucuti pakaian wanita itu. Erik merebahkan wanita itu ke tempat tidur dan menindihnya, tangan Erik bermain-main dengan tubuh wanita itu, menciuminya dengan membabi buta, menciumi leher, menciumi payudara wanita itu sambil meremas-remasnya.

"Ohh..Eriik.." Aku mendengar desahan wanita itu.

Aku melihatnya. Aku tidak percaya bahwa aku menyaksikan itu semua. Tapi, aku tidak bergerak sedikit pun. Aku tidak bisa.

Erik pun membuka resleting celananya dan mengeluarkan 'senjata'nya, kedua kaki wanita itu dipegang dengan tangan Erik dan Erik segera menancapkan 'senjata'nya ke liang wanita yang sudah basah itu dengan sangat kasar. Wanita itu mengerang dengan keras. Tanpa sadar, pipiku sudah dibasahi oleh air mata. Hatiku terasa sakit dan ngilu. Tapi, aku tetap tidak bisa beranjak dari sana. Aku tetap melihat perbuatan Erik tanpa berkedip sambil berlinang air mata.

Erik masih melanjutkan permainannya bersama wanita cantik itu, dia menggerakkan pinggulnya maju dan mundur dengan sangat cepat. Teriakan kepuasan dari wanita itu pun membahana di seluruh ruangan. Sepuluh menit setelah itu, Erik terlihat kejang sesaat sambil mengerang tertahan. Erik pun menghela napas dan beristirahat sejenak, masih dalam rangkulan wanita itu. Permainan berakhir.

Tapi aku masih mematung di depan kamarnya, memperhatikan Erik dari sebelah pintu yang sedikit terbuka. Aku tidak mau bergerak juga, seolah-olah aku sengaja ingin ditemukan oleh Erik. Benar saja, aku melihat Erik berbenah memberesi bajunya dan bergerak menuju pintu. Dia membuka pintu dan melihat diriku mematung sambil menangis di sana. Dia memperhatikanku sejenak dan senyuman misterius itu hadir lagi.

Dia pun membungkukkan tubuhnya,
"Hey, tukang ngintip cilik. Aku nggak marah kok. Hanya saja, aku sudah mempersiapkan hukuman yang tepat untukmu. Tapi, tidak saat ini. Ayo, aku temani kamu sampai kamu tertidur. Kalau kamu capek, besok bolos saja."
Erik pun menggendongku yang masih terisak kekamar tidurku. Dan semalaman dia tidur sambil memelukku dengan hangat.
"Aku..aku..sayang Erik"
"Erik adalah milikku..hanya milikku seorang"
Pikiranku berputar-putar memikirkan hal itu. Tak lama, aku pun tertidur lelap.

Hari ini adalah ulang tahunku yang ke-14. Aku senang sekali, karena Erik telah mempersiapkan sebuah pesta ulang tahun untukku di sebuah hotel bintang 5. Ballroom hotel itu sangat indah, Erik mempersiapkannya secara spesial. Aku pun mengenakan gaun berwarna putih yang baru dibelikan Erik. Kata Erik, aku sangat cantik dengan baju itu, "Kamu cocok sekali dengan warna putih, sangat matching dengan warna kulitmu.. Dan lagi, sekarang.. kamu semakin cantik."

Teman-teman perempuanku juga berdecak kagum melihat penampilanku saat itu.
"Kamu cantik ya Maria? Beruntung sekali kamu punya ayah angkat seperti Erik.."
Kata Sara, teman baikku sambil tertawa meledek. Sara melirik ke arah Erik yang sedang duduk di meja pojok bersama Tomi.
"Hey Maria, Erik itu ganteng banget ya? Temennya juga.." ujar Sara sambil tertawa kecil.
Aku pun hanya bisa tertawa, aku pun menetujuinya. Akhir-akhir ini, kami memang jadi sering membicarakan soal cowok. Mungkin karena puber. Tak lama, Aryo temanku yang sepertinya suka denganku datang, sambil menyerahkan hadiah, dia mencium kedua pipiku. Tanpa sadar pipiku bersemu merah.

Setelah pesta usai, Erik mengajakku istirahat di kamar hotel. Aku lumayan capek, tapi aku senang. Dan setiba di kamar, aku memeluk Erik sambil mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih Erik..aku sayang sekali sama Erik.."
Erik pun membalas pelukanku sejenak dan kemudian melepasnya, dan dia memegang kedua lenganku sambil memandangku dengan serius. Aku pun merasa heran dan sedikit takut.
"..Erik? Kenapa? Marah yaa? Aku..melakukan kesalahan apa?"

Tanpa banyak bicara, Erik menggeretku ke tempat tidur, mencopot dasinya dan menggunakannya untuk mengikat kedua tanganku dengan kencang. Aku memekik dan mulai menangis.
"Eriik!! Sakit!! Kenapa??!!"
Dia melihatku dengan pandangan marah. Kemudian berteriak,
"Kenapa??!! Kenapa katamu?! Kamu itu perempuan apa??!! Masih kecil sudah kenal laki-laki!! Sudah kuputuskan! Kamu harus di hukum atas perbuatanmu barusan dan perbuatanmu 2 tahun yang lalu!!"

Deg. Jantungku terasa berhenti mengingat kejadian itu.
"Erik marah..", pikirku.
Aku pun merasa ketakutan. Aku takut dibenci. Aku tidak mau kehilangan lagi orang yang kusayangi.
Tiba-tiba, Erik menarik gaunku dengan sangat kasar sehingga menjadi robek. Aku berteriak.
"Ini akibatnya kalau jadi perempuan genit!!"
Erik menariknya lagi untuk kedua kalinya, pakaian dalamku semakin terlihat. Celana dalamku juga akan dilepasnya.
"Erriik!! Jangaan!!", aku berteriak ketakutan.

Terlambat, aku sudah telanjang total. Hanya sisa-sisa gaunku-lah yang masih menyembunyikan bagian-bagian tubuhku sedikit. Erik melihatku dengan penuh nafsu. Nafasnya terdengar berat penuh dengan kemarahan dan birahi. Dia pun menahan tanganku yang terikat dan mendekatkan bibirnya ke bibirku.
"Aku harus menjadi orang pertama yang.."
Erik tidak menyelesaikan kata-katanya dan mulai melumat bibirku dengan sedikit kasar.
"Hmmphh.."
Untuk pertama kalinya aku merasakan ada getaran yang aneh pada tubuhku. Sensasi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Erik terus berlanjut menciumku, aku bisa merasakan lidahnya memijat lidahku. Aku pun mengikuti permainannya, sedikit takut, sedikit ingin tahu. Erik mulai meremas-remas payudaraku yang belum tumbuh seutuhnya.
"Ahh.."
Aku mulai menikmati getaran aneh pada diriku.
"Panas..badanku terasa panas..Erik.." pikirku dalam hati.
Erik melanjutkan ciumannya ke leher dan menggigitnya sedikit, remasan tangannya di payudaraku makin kuat.
"Ahh..!!" nafasku makin memburu.

Tiba-tiba Erik berhenti dan melihatku sambil tersenyum misterius.
"Hmm..kamu menyukainya bukan? Ya kan, setan cilik?"
Mukaku bersemu merah, tapi terlalu takut untuk berbicara, tubuhku bergetar hebat. Erik melepaskan kemejanya dan celananya, masih memandangiku. Aku terlalu malu untuk memandang wajahnya.
"Aku rasa, kamu sudah siap untuk permainan selanjutnya.."
Erik tertawa kecil, sedikit kemarahan masih tersisa pada dirinya. Erik kembali menciumiku, kali ini dia meremas payudaraku sambil menghisapnya.
"Hhh..!!"
"Tidak apa-apa..kalau Erik..tidak apa-apa." pikirku.

Aku memejamkan mataku erat-erat ketika Erik mulai memasukkan 'senjata'nya ke dalam diriku.
"Emm.." aku tidak berani bilang kalau aku merasa sakit.
Erik mulai tidak sabar, dan dia memasukkannya dengan kasar.
"Aaahh..!!"
Aku menjerit dan mulai menangis lagi. 'Senjata'nya sudah memasuki diriku seutuhnya dan sakit yang kurasakan itu sedikit aneh, ada kenikmatan di dalamnya. Aku mulai sedikit meronta sambil berteriak. Tapi Erik menahanku dengan kuat. Erik menciumi diriku yang bergetar hebat dengan sedikit paksa. Bosan dengan posisinya, Erik membalikkan posisi tubuhku menjadi telungkup.
"Erriik..!! tidaak!!" aku sangat malu melakukan posisi itu.

Tetapi Erik tidak peduli dan melanjutkan kembali permainannya. Setiap kali tubuh Erik menghentak, aku menjerit sekeras-kerasnya. Erik melakukan gerakan menghentak itu secara teratur, dan tiba-tiba aku merasakan getaran yang sangat hebat dalam diriku, aku merasakan 'liang'ku
menyempit karena otot-otot di tubuhku menjadi tegang. Aku pun berteriak lebih keras dari sebelumnya.

"Ohh..Maria."
Aku merasakan tangan Erik meremas pinggulku dengan kuat. Tubuh Erik mengejang, dan cairan deras pun mengalir dari 'liang'ku. Aku mendesah panjang. Tubuhku masih bergetar. Erik masih menindihku dan mulai menciumi punggungku.
"Hhhmm.. pilihanku memang selalu tepat", gumamnya.
Aku memilih untuk diam. Erik bergeser ke sampingku. Dia memandangiku yang masih berlinang air mata. Tersenyum Erik mengecup kepalaku sambil mengelusnya.
"Maria, kamu adalah milikku seorang.. tidak ada satupun yang boleh menyentuhmu tanpa seizin-ku."

Erik memeluk tubuhku yang kecil dengan erat.
"Ya Erik..aku adalah milikmu. Aku akan melakukan apa saja yang kau perintahkan, asal kau tidak membenciku." Aku masih terisak.
"Anak bodoh.. Aku tidak akan pernah membencimu Maria.."
Pelukan Erik semakin erat. Mukaku terasa panas. Dan aku segera membenamkan diriku ke dalam pelukan Erik.

"Terima kasih..Erik."

E N D
-------------------------------------------------------------------------------------

mantan muridku

Sudah seminggu Sandi menjadi" suami"ku. Dan jujur saja aku sangat menikmati kehidupan malamku selama seminggu ini. Sandi benar-benar pemuda yang sangat perkasa, selama seminggu ini liang vaginaku selalu disiramnya dengan sperma segar. Dan entah berapa kali aku menahan jeritan karena kenikmatan luar biasa yang ia berikan.

Walaupun malam sudah puas menjilat, menghisap, dan mencium sepasang payudaraku. Sandi selalu meremasnya lagi jika ingin berangkat kuliah saat pagi hari, katanya sich buat menambah semangat. Aku tak mau melarang karena aku juga menikmati semua perbuatannya itu, walau akibatnya aku harus merapikann bajuku lagi.

Malam itu sekitar jam setengah 10-an. Setelah menidurkan anakku yang paling bungsu, aku pergi kekamar mandi untuk berganti baju. Sandi meminta aku mengenakan pakaian yang biasa aku pergunakan ke sekolah. Setelah selesai berganti pakaian aku lantas keluar dan berdiri duduk di depan meja rias. Lalu berdandan seperti yang biasa aku lakukan jika ingin berangkat mengajar kesekolah.

Tak lama kudengar suara ketukan, hatiku langsung bersorak gembira tak sabar menanti permainan apa lagi yang akan dilakukan Sandi padaku.

"Masuk.. Nggak dikunci," panggilku dengan suara halus.

Lalu Sandi masuk dengan menggunakan T-shirt ketat dan celana putih sependek paha.

"Malam ibu.. Sudah siap..?" Godanya sambil medekatiku.
"Sudah sayang.." Jawabku sambil berdiri.

Tapi Sandi menahan pundakku lalu memintaku untuk duduk kembali sembil menghadap kecermin meja rias. Lalu ia berbisik ketelingaku dengan suara yang halus.

"Bu.. Ibu mau tahu nggak dari mana biasanya saya mengintip ibu?"
"Memangnya lewat mana..?" Tanyaku sambil membalikkan setengah badan.

Dengan lembut ia menyentuh daguku dan mengarahkan wajahku kemeja rias. Lalu sambil mengecup leherku Sandi berucap.

"Dari sini bu.." Bisiknya.

Dari cermin aku melihat disela-sela kerah baju yang kukenakan agak terbuka sehingga samar-samar terlihat tali BHku yang berwarna hitam. Pantas jika sedang mengajar di depan kelas atau mengobrol dengan guru-guru pria disekolah, terkadang aku merasa pandangan mereka sedang menelanjangi aku. Rupanya pemandangan ini yang mereka saksikan saat itu.

Tapi toh mereka cuma bisa melihat, membayangkan dan ingin menyentuhnya pikirku. Lalu tangan kanan Sandi masuk kecelah itu dan mengelus pundakku. Sementara tangan kirinya pelan-pelan membuka kancing bajuku satu persatu. Setelah terbuka semua Sandi lalu membuka bajuku tanpa melepasnya. Lalu ia meraih kedua payudaraku yang masih tertutup BH.

"Inilah yang membuat saya selalu mengingat ibu sampai sekarang," Bisiknya ditelingaku sambil meremas kedua susuku yang masih kencang ini.

Lalu tangan Sandi menggapai daguku dan segera menempelkan bibir hangatnya padaku dengan penuh kasih dan emosinya. Aku tidak tinggal diam dan segera menyambut sapuan lidah Sandi dan menyedotnya dengan keras air liur Sandi, kulilitkan lidahku menyambut lidah Sandi dengan penuh getaran birahi. Kemudian tangannya yang keras mengangkat tubuhku dan membaringkannya ditengah ranjang.

Ia lalu memandang tubuh depanku yang terbuka, dari cermin aku bisa melihat BH hitam yang transparan dengan "push up bra style". Sehingga memberikan kesan payudaraku hampir tumpah meluap keluar lebih sepertiganya. Untuk lebih membuat Sandi lebih panas, aku lalu mengelus-elus payudaraku yang sebelah kiri yang masih dibalut bra, sementara tangan kiriku membelai pussy yang menyembul mendesak CDku, karena saat itu aku mengenakan celana "mini high cut style".

Sandi tampak terpesona melihat tingkahku, lalu ia menghampiriku dan menyambar bibirku yang lembut dan hangat dan langsung melumatnya. Sementara tangan kanan Sandi mendarat disembulan payudara sebelah kananku yang segar, dielusnya lembut, diselusupkan tangannya dalam bra yang hanya 2/3 menutupi payudaraku dan dikeluarkannya buah dadaku. Ditekan dan dicarinya puting susuku, lalu Sandi memilinnya secara halus dan menariknya perlahan. Perlakuannya itu membuatku melepas ciuman sandi dan mendesah, mendesis, menghempaskan kepalaku kekiri dan kekanan.

Selepas tautan dengan bibir hangatku, Sandi lalu menyapu dagu dan leherku, sehingga aku meracau menerima dera kenikmatan itu.

"Saan.. Saann.. Kenapa kamu yang memberikan kenikmatan ini.."

Sandi lalu menghentikan kegiatan mulutnya. Tangannya segera membuka kaitan bra yang ada di depan, dengan sekali pijitan jari telunjuk dan ibu jari sebelah kanan Sandi, Segera dua buah gunung kembarku yang masih kencang dan terawat menyembul keluar menikmati kebebasan alam yang indah. Lalu Sandi menempelkan bibir hangatnya pada buah dadaku sebelah kanan, disapu dan dijilatnya sembulan daging segar itu. Secepat itu pula merambatlah lidahnya pada puting coklat muda keras, segar menentang ke atas. Sandi mengulum putingku dengan buas, sesekali digigit halus dan ditariknya dengan gigi.

Aku hanya bisa mengerang dan mengeluh, sambil mengangkat badanku seraya melepaskan baju dan rok kerjaku beserta bra warna hitam yang telah dibuka Sandi dan kulemparkan kekursi rias. Dengan giat penuh nafsu Sandi menyedot buah dadaku yang sebelah kiri, tangan kanannya meraba dan menjalar kebawah sampai dia menyentuh CDku dan berhenti digundukan nikmat yang penuh menentang segar ke atas. Lalu Sandi merabanya ke arah vertikal, dari atas kebawah. Melihat CDku yang sudah basah lembab, ia langsung menurukannya mendororng dengan kaki kiri dan langsung membuangnya sampai jatuh ke karpet.

Adapun tangan kanan itu segera mengelus dan memberikan sentuhan rangsangan pada memekku, yang dibagian atasnya ditumbuhi bulu halus terawat adapun dibagian belahan vagina dan dibagian bawahnya bersih dan mulus tiada berambut. Rangsangan Sandi semakin tajam dan hebat sehingga aku meracau.

"Saan.. Sentuh ibu sayang, .. Saann buat.. Ibu terbaang.. Pleaase."

Sandi segera membuka gundukan tebal vagina milikku lalu mulutnya segera menjulur kebawah dan lidahnya menjulur masuk untuk menyentuh lebih dalam lagi mencari kloritasku yang semakin membesar dan mengeras. Dia menekan dengan penuh nafsu dan lidahnya bergerak liar ke atas dan kebawah. Aku menggelinjang dan teriak tak tahan menahan orgasme yang akan semakin mendesak mencuat bagaikan merapi yang ingin memuntahkan isi buminya. Dengan terengah-engah kudorong pantatku naik, seraya tanganku memegang kepala Sandi dan menekannya kebawah sambil mengerang.

"Ssaann.. Aarghh.."

Aku tak kuasa menahannya lagi hingga menjerit saat menerima ledakan orgasme yang pertama, magma pun meluap menyemprot ke atas hidung Sandi yang mancung.

"Saan.. Ibu keluaa.. aar.. Sann.." Memekku berdenyut kencang dan mengejanglah tubuhku sambil tetap meracau.
"Saan.. Kamu jago sekali memainkan lidahmu dalam memekku sayang.. Cium ibu sayang."

Sandi segera bangkit mendekap erat diatas dadaku yang dalam keadaan oleng menyambut getaran orgasme. Ia lalu mencium mulutku dengan kuatnya dan aku menyambutnya dengan tautan garang, kuserap lidah Sandi dalam rongga mulutku yang indah. Tubuhku tergolek tak berdaya sesaat, Sandipun mencumbuku dengan mesra sambil tangannya mengelus-elus seluruh tubuhku yang halus, seraya memberikan kecupan hangat didahi, pipi dan mataku yang terpejam dengan penuh cinta. Dibiarkannya aku menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yang hebat. Juga memberi kesempatan menurunnya nafsu yang kurasakan.

Setelah merasa aku cukup beristirahat Sandi mulai menyentuh dan membelaiku lagi. Aku segera bangkit dan medorong belahan badan Sandi yang berada diatasku. Kudekatkan kepalaku kewajahnya lalu kucium dan kujilati pipinya, kemudian menjalar kekupingnya. Kumasukkan lidahku ke dalam lubang telinga Sandi, sehingga ia meronta menahan gairahnya. Jilatanku makin turun kebawah sampai keputing susu kiri Sandi yang berambut, Kubelai dada Sandi yang bidang berotot sedang tangan kananku memainkan puting yang sebelah kiri. Mengelinjang Sandi mendapat sentuhan yang menyengat dititik rawannya yang merambat gairahnya itu, sandipun mengerang dan mendesah.

Kegiatanku semakin memanas dengan menurunkan sapuan lidah sambil tanganku merambat keperut. Lalu kumainkan lubang pusar Sandi ditekan kebawah dfan kesamping terus kulepaskan dan kubelai perut bawah Sandi sampai akhirnya kekemaluan Sandi yang sudah membesar dan mengeras. Kuelus lembut dengan jemari lentikku batang kemaluan Sandi yang menentang ke atas, berwarna kemerahan kontras dengan kulit sandi yang putih kepalanya pun telah berbening air birahi.

Melihat keadaan yang sudah menggairahkan tersebut aku menjadi tak sabar dan segera kutempelkan bibir hangatku kekepala kontol Sandi dengan penuh gelor nafsu, kusapu kepala kontol dengan cermat, kuhisap lubang air seninya sehingga membuat Sandi memutar kepalanya kekiri dan kekanan, mendongkak-dongkakkan kepalanya menahan keikmatan yang sangat tiada tara, adapun tangannya menjambak kepalaku.

"Buu.. Dera nikmat darimu tak tertahankan.. Kuingin memilikimu seutuhnya," Sandi mengerang.

Aku tidak menjawabnya, hanya lirikan mataku sambil mengedipkannya satu ke arah Sandi yang sedang kelejotan. Sukmanya sedang terbang melayang kealam raya oleh hembusan cinta birahi yang tinggi. Adapun tanganku memijit dan mengocoknya dengan ritme yang pelan dan semakin cepat, sementara lidahku menjilati seluruh permukaan kepala kontol tersebut. Termasuk dibagian urat yang sensitif bagian atas sambil kupijat-pijat dengan penuh nafsu birahi.

Sadar akan keadaan Sandi yang semakin mendaki puncak kenikmatan dan akupun sendiri telah terangsang. Denyutan memekku telah mempengaruhi deburan darah tubuhku, kulepaskan kumulan kontol Sandi dan segera kuposisikan tubuhku diatas tubuh Sandi menghadap kekakinya. Dan kumasukkan kontol Sandi yang keras dan menengang ke dalam relung nikmatku. Segera kuputar memompanya naik turun sambil menekan dan memijat dengan otot vagina sekuat tenaga. Ritme gerakanpun kutambah sampai kecepatan maksimal.

Sandi berteriak, sementara aku pun terfokus menikmati dera kenikmatan gesekan kontol sandi yang menggesek G-spotku berulang kali sehingga menimbulkan dera kenikmatan yang indah sekali. Tangan Sandipun tak tinggal diam diremasnya pantatku yang bulat montok indah, dan dielus-elusnya anusku, sambil menikmati dera goyanganku pada kontolnya. Dan akhirnya kami berdua berteriak.

"Buu Dennook.. Aku tak kuat lagi.. Berikan kenikmatan lebih lagi bu.. Denyutan diujung kontolku sudah tak tertahankan"
"Ibu pandai.. Ibu liaarr.. Ibu membuatku melayang.. Aku mau keluarr" .

Lalu Sandi memintaku untuk memutar badan manghadap pada dirinya dan dibalikkannya tubuhku sehingga. Sekarang aku berada dibawah tubuhnya bersandarkan bantal tinggi, lalu Sandi menaikkan kedua kakiku kebahunya kemudian ia bersimpuh di depan memekku. Sambil mengayun dan memompa kontolnya dengan yang cepat dan kuat. Aku bisa melihat bagaimana wajah Sandi yang tak tahan lagi akan denyutan diujung kontol yang semakin mendesak seakan mau meledak.

"Buu.. Pleaass.. See.. Aku akaan meleedaakkh!"
"Tungguu Saan.. Orgasmeku juga mauu.. Datang ssayaang.. Kita sama-sama yaa.."

Akhirnya.. Cret.. Cret.. Cret tak tertahankan lagi bendungan Sandi jebol memuntahkan spermanya di vaginaku. Secara bersamaan akupun mendengus dan meneriakkan erangan kenikmatan. Segera kusambar bibir sandi, kukulum dengan hangat dan kusodorkan lidahku ke dalam rongga mulut Sandi. Kudekap badan Sandi yang sama mengejang, basah badan Sandi dengan peluh menyatu dengan peluhku. Lalu ia terkulai didadaku sambil menikmati denyut vaginaku yang kencang menyambut orgasme yang nikmat yang selama ini kurindukan.

Lalu Sandi membelai rambutku dengan penuh kasih sayang kemudian mengecup keningku.

"Buu.. Thank you, i love you so much.. Terus berikan kenikmatan seperti ini untukku ya.." Bisiknya lembut.

Aku hanya mengangguk perlahan, setelah memberikan ciuman selamat tidur aku memeluknya dan langsung terlelap. Karena besok aku harus masuk kerja dan masih banyak lagi petualangan penuh kenikmatan yang akan kami lalui.

E N D
-------------------------------------------------------------------------------------

mantan anak ibu kost

Pengalaman aku kali ini berawal beberapa tahun yang lalu, sekitar tahun 1993 - 1996. Saat itu aku baru saja mendapatkan kerjaku di kota Surabaya sehingga untuk mendapatkan rumah dalam waktu dekat tidak mungkin aku lakukan karena terus terang saja, aku belum mendapatkan tabungan yang cukup untuk membeli rumah. Akhirnya aku putuskan untuk kost didaerah dekat kantor.

Akhirnya aku dapatkan tempat kost yang aku inginkan, perlu pembaca ketahui, nenek kostku mempunyai cucu perempuan yang saat itu masih berada dibawah bangku SMP, sebut saja namanya Endah. Endah adalah sosok yang mengasyikkan jika dilihat, walaupun dia masih dibangku SMP, Endah mempunyai bentuk tubuh yang montok dan setelah aku banding-bandingkan, Endah mirip dengan seorang selebitris di Indonesia yang masih single sampai sekarang. Oya, sebelumnya namaku Dandy, 30 tahun seorang karyawan di salah satu perusahaan di Surabaya.

Singkat cerita, tanpa terasa 2 tahun sudah aku menjalani masa kostku dan karena aku termasuk orang yang supel, aku cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Dan karakter aku itu membuat Endah yang semakin hari semakin ranum dan sexy, tergila-gila dengan aku. Sampai suatu hari aku beranikan diri untuk mencium bibirnya, diluar dugaanku Endah membalas dengan buasnya. Sampai akhirnya aktivitas itu menjadi kegiatan rutin antara aku dengan Endah, sepulang kantor atau memanfaatkan waktu-waktu sepi di kost-kostan. Setiap melakukan hal itu, tanganku yang bandel juga tidak lupa menyelinap di balik CD nya dan sedikit menggesek-gesekan jari telunjukku di ujung clitorisnya. Dan walaupun aku hanya menggesekkan adik kecilku tetapi setiap aktivitas itu, aku selalu mencapai klimaks. 4 tahun ternyata waktu yang sedikit untuk menikmati hal itu. Sampai akhirnya aku harus keluar dari kost-kostan dan Endah harus kuliah di kota dingin Malang.

Setelah sekian tahun lamanya aku tidak mendengar kabar tentang Endah, di tahun 2001 aku iseng-iseng call Endah di rumahnya dan walhasil dari obrolan pertama di telepon tersebut, aku dapatkan nomor phone dia di Malang dan juga dia memberikan nomor HP. Akhirnya kita berdua sering kontak via telephone, walaupun aku sudah berstatus nggak bujang lagi, tetapi dia tetap saja bilang kalau masih sayang sama aku. Sampai akhirnya kita janjian untuk ketemu saat dia week end, karena setiap hari itu Endah selalu rajin pulang ke Surabaya.

Pucuk ditunggu ulam pun tiba, dengan perasaan deg-degan akhirnya aku bertemu dengan sosok Endah yang dulu masih lugu dan centil, sekarang tumbuh menjadi gadis yang sexy, sintal dengan ukuran bra 34. Waw, semakin aku menelan ludah setiap melihat tubuhnya yang sexy.
"Mas Dandy, gimana khabarnya," tanya Endah merusak pikiranku yang jorok.
"Ee.. baik, bagaimana dengan kamu?" jawabku gugup.
Kita berdua bercerita panjang lebar setelah sekaian lama nggak ketemu, Sampai akhirnya aku harus antar dia balik ke rumahnya di sUrabaya.
"En, kamu sudah punya pacar..?" tanyaku.
"Lagi blank nih Mas.. " jawab Endha tangkas
"O yah, kamu masih inget nggak saat aku ajarin kamu berciuman dulu?" godaku.
"Ihh, Mas Dandy emang bandel kok," sambil mencubit lenganku.
"Aow..," aku meringis kesakitan.
"Kamu mau nggak kalau aku terusin pelajarannya," tanyaku sekali lagi.
"Mau aja asal Mas yang ajarin," jawaban Endah membuat aku merinding.

Setelah kita bercanda dan bercerita panjang lebar, akhirnya aku menawarkan diri untuk ketemu minggu depannya lagi.
"Endah, minggu depan ketemu lagi yuk," ajakku.
"Boleh deh Mas..," jawab Endah dengan ceria.
"Tapi nginep ya di hotel?" godaku.
"Lho ngapain?" Endah balas bertanya.
"Katanya mau lanjutin pelajarannya.." aku mencoba memancing .
"Nakaall Mas Dandy.. nih."

Tanpa terasa akhirnya Endah harus turun di dekat rumahnya.
"Ma kasih ya Mas, sampai ketemu minggu depan," sambil pamit Endah mengecup pipiku. Alamak, darah mudaku bergejolak menerima sentuhan bibirnya yang mungil. Aku perhatikan lenggak-lenggok pinggulnya meninggalkan mobil starletku, sembari aku membayangkan seandainya aku bisa menikmati tubuh kamu Endah, duh betapa bahagainya diriku.

Satu minggu tanpa terasa aku lewatin, sampailah aku ketemu dengan Endah. Kali ini aku sudah booking hotel berbintang di pinggiran kota untuk satu malam. Tepat pukul 16.30, sepulang kantor aku bergegas mengemasi pekerjaan aku dan meluncur di tempat yang sudah kita sepakati bersama.
Bulu kudukku merinding saat dia memasuki mobilku, parfumnya yang harum sontak menggugah saraf kelaki-lakianku.

Tanpa pikir panjang, aku segera meluncur menuju hotel yang sudah aku booking sehari sebelumnya. Jujur saja, buat Endah ini adalah hal yang pertama masuk di hotel, sehingga dia sedikit kaku untuk lingkungan yang ada. Setelah chek ni, aku bergegas menuju lift untuk langsung ke kamar.
"Mas, aku mau mandi dulu ya..?" pinta Endah.
"Oke silahkan, apa mau aku mandiin," godaku.
"Nggak ah, nakal Mas Dandy nih.." sambil menjawab seperti itu, Endah bergegas menuju kamar mandi, dengan dibalut sehelai handuk, Endah berjalan gontai menuju kamar mandi. Mataku benar-benar tidak bisa berkedip melihat pemandangan tubuh Endah yang benar-benar menggairahkan. Pikiranku melayang saat membayangkan kemolekan tubuhnya.

20 menit berikutnya Endah keluar kamar mandi dengan menggunakan gaun tidur yang tipis, hingga membuat darah sex aku naik ke ubun-ubun. Akan tetapi aku berusaha mengendalikan gejolak nafsuku di depan Endah karena memang di depan dia, aku adalah figur seorang kakak yang baik.
"O ya Endah, kamu mau makan apa sekalian pesannya," tanyaku untuk menutupi gejolak bathinku.
"Terserah Mas deh," jawabnya.

Singkat cerita, waktu sudah menunjukkan pukul 20.15 menit dan tanpa terasa kami sudah bercerita panjang lebar, untuk sekedar melepas kangen. Kita berdua bercengkrama, bercanda cerita tentang apapun, sampai akhirnya..
"En, kamu serius mau lanjutin pelajarannya," tanyaku serius.
"He eh Mas Dandy," jawabnya.
"Endah.." aku tidak meneruskan pertanyaanku karena dengan cepat aku langsung menyerbu bibir Endah yang mungil.
"Mas.." Endah mendesah sambil memeluk badanku erat, tangannya yang bandel mulai meraba daerah sensitifku, sesekali memainkan rambutku. Endah mengelus kudukku sehingga membuat aku terangsang hebat.
Lidah Endah yang nakal, sesekali mengimbangi lidahku yag menjelajah seluruh bibirnya. Jemariku mulai bergerilya untuk melepas pengait BH Endah. Pengait BH nya terlepas,
"Mas.. kamu memang guru yang baik," sambil aku benamkan dalam-dalam wajahku dalam belahan payudaranya yang montok.

Sekitar 15 aku bercumbu dengan Endah, aku semakin penasaran dengan apa yang ada dibalik CD nya. Dengan perlahan aku mulai berusaha membuka CD yang dikenakan oleh Endah dan kegiatan aku semakin mudah karena Endah berusaha mengangkat pantatnya sehingga memudahkan aku untuk mempreteli CD nya. Alamak! bulu yang tumbuh masih halus sekali dan baunya wow.. ranum sekali segar, tanpa berpikir panjang aku segera membuka kedua pahanya dan mengunci dengan lenganku sehingga vagina Endah yang masih merah terpampang jelas didepan mataku. Dengan usapan halus, lidahku yang bandel mulai menjelajahi setiap mm permukaan vagina Endah.

"Oh.. Mas Dandy.. asyik sekali Mas.. ughh," rintih Endah saat lidahku mulai nakal menguak lubang surganya. Tubuh Endah seperti cacing kepanasan menerima setiapa jilatan lidahku, hisapan lidahku dan sesekali mengangkat pantatnya saat lidahku masuk dalam-dalam lubang vaginanya. Sesekali tangannya meremas rambutku yang sedikit gondrong, dan hal itu membuat gairahku semakin naik.
"Mas Dandy.. enak sekali Mas.. oh.. kenapa nggak dulu-dulu Mas," rengek Endah sambil melihat lidahku sedang mengerjai vaginanya. Clitorisnya yang semakin membesar memudahkanku untuk membuat Endah melayang. Ternyata Endah type orang yang mudah orgasme terbukti 15 menit pertama dia mengerang sambil menaik turunkan pantatnya.
"Mas.. Mas Dandy, Endah kebelet pipis Mas.. aduh," rintih Enda.
"Pipis aja sayang di mulut Mas.." jawabku.
"Mas.. aduh.. Endah nggak kuat.." Endah menjerit lirih sambil menggapitkan kedua pahanya di kepalaku. Dengan cekatan aku langsung membuka lebar mulutku dan cairan yang keluar begitu banyak sehingga aku merasakan minum air putih.
"Aduh Mas Dandy.. sudah sayang.. uh.. nikmat sekali Mas, kamu memang pandai dalam bercinta aakhh.." kata Endah. Aku tidak mendengar kan rintihannya, karena aku berkonsentrasi untuk ronde berikutnya karena aku ingin Endah merasakan nikmatnya bercinta dengan aku.

Setelah cairan yang keluar aku berihkan dengan cara aku jilatin, Endah kembali terangsang saat clitorisnya aku gesek dengan batang kemaluanku.
"Wow.. panjang sekali Mas Dandy.. aku suka banget."
Endah mulai menjilati dan mengulum batang kemaluanku, sepertinya dia sangat pandai mengoral cowok.
"Aakhh.. Endah.. kamu pinter tuh," erangku.
Endah tidak menjawab pujianku, dia semakin lahap menelan dan mengulum serta meghisap penisku, aku merem melek setiap penisku masuk dalam mulutnya.

Dasar aku, dengan kecepatan yang tidak diduga, aku langsung meraih selangkangan Endah sehingga posisi kamu menjadi 69. Kita berdua saling membuat rangsangan pada daerah-daerah yang sensitif.
Tidak selang berapa lama,
"Mmm, Mas Dandy.. aku.. pipis lagi.. oh.." Endah menggelepar kedua kalinya menerima serangan lidahku dan aku tidak tinggal diam, segera aku membalikan tubuh Endah dihadapanku dan,
"Endah kamu masih virgin?" tanyaku.
"Mungkin sudah tidak Mas,?" jawab Endah.
Aku sedikit kaget sembari bertanya, "Siapa yang lakukan pertama?"
"Aku pernah jatuh Mas, terus ngeluarin darah."
Sambil membisikna kata mesra, aku berusaha mencari lubang untuk adik kecilku yang sudah mulai menegang 7 kali lipat dari biasanya. Dengan bantuan sisa cairan yang masih ada di sekitar vagina Endah, penisku mulai mencari lubangnya dan bless.
"Mas Dandy.. enak sekali sayang."
Endah membantu mempermudah aku untuk memasukan penisku, sambil mendekap tubuhku, dia mulai memutar pinggulnya, sehingga penisku terasa ada yang memijit.
"Ooh.. Mas Dandy, kenapa tidak dari dulu kau berikan kenikmatan ini padaku.." Endah berkelenjotan menerima sodokan penisku.
"Crek crekk crek" penisku keluar masuk dalam lubang vaginanya yang sudah mulai becek dan basah kuyup.
"Mas.. Endah, pipis lagi.. ahh.." Endah menjerit panjang saat orgasme yang ketiga diraihnya.

Aku sudah tidak mempedulikan keadaan dia yang masih lemas setelah 3 kali orgasme, aku langsung membalik tubuh Endah sehingga posisi Endah sekarang seperti doggi style. Dengan leluasa aku bisa mengentot Endah dari belakang dengan keringat bercucuran.
"Mas.. kamu memang jago.. ooh.. uughh.." Endah merintih saat penisku masuk semua sampai pangkal batang kemaluanku. Tangannya yang halus hanya bisa mencengkeran seprei hotel saat menahan kenikmatan yang aku berikan. Pikiranku hanya satu, aku harus bisa memberikan kepuasan yang abadi untuk Endah, sehingga kalau dia butuh lagi pasti mencariku.

45 menit sudah pergumulan ini terjadi, entah berapa kali sudah Endah orgasme. Sampai akhirnya aku sendiri sudah merasakan klimaks sudah di ubun-ubun.
"Endah.. Mas mau keluar nih..," rintihku.
"Iya Mas, jangan dikeluarin didalam ya Mas..," pinta Endah.
"Iyaa.. sayang.. duh, tubuh kamu benar-benar montok sayang.. uughh."
Aku merintih saat dia mulai meggoyang untuk ke sekian kalinya, gila gadis muda yang dulu aku kenal masih lugu, sekarang sudah menjadi pasanganku untuk bercinta.
"Endah.. ohh Mas keluar..," secepat kilat aku mencabut penisku dan mengarahkan ke mulut Endah.
"Aowww.." spermaku muncrat diwajah Endah. Endah menjilati penisku dengn lahap sampai tidak tesisa sedikitpun spermaku yang keluar.
"Mas, kamu memang guru jempolan.. aku sudah 9 kali orgasme, Mas Dandy baru sekali.. kamu hebat Mas," cerita Endah.
"Kamu suka sayang," tanyaku.
"Suka banget, kamu maukan selalu berikan kenikmatan itu untukku?" balas Endah bertanya.
"Iya sayang, aku janji memberikan kenikmatan itu."

Endah memelukku dan membimbing aku untuk ke kamar mandi, dan dalam kamar mandipun aku juga melakukan lagi sampai pukul 3 dini hari. Sangat romantis bercinta dengan mantan anak ibu kost, karena dia juga baru pertama ini mengalami orgasme yang luar biasa dan sampai sekarang aku masih kontak-kontak sama dia, tepatnya saat dia butuh, aku segera atur jadwalku.

E N D
-------------------------------------------------------------------------------------

maniak hewan

Namaku Mei, umur 19 tahun, tinggal bersama dua orang pembantuku, yang satu bernama Siti, dan yang satunya lagi bernama Jono. Kami tinggal di sebuah rumah kontrakan. Aku seorang siswi SMU swasta di Surabaya, aku memang tidak terlalu cantik, tetapi kulitku putih mulus. Kedua orang tuaku tinggal di Jakarta dengan kedua adikku. Kebetulan saat ini adalah liburan sekolah, jadi aku sama sekali tidak punya kegiatan. Liburan kali ini aku sedang malas pulang.

Aku mempunyai kebiasaan yang agak aneh, yaitu aku suka apabila ada orang, apalagi dari golongan tukang becak, tukang sampah, tukang bangunan, maupun para penjual makanan dan minuman, memperhatikan payudaraku. Dan untuk ukuran anak seusiaku, ukurannya terlalu besar, yaitu 40C, tetapi agak menggantung, dengan puting berwarna merah kecoklatan, karena sering kupelintir-pelintir. Ada saja caraku menarik perhatian mereka. Kalau aku memanggil bakso, aku sengaja tidak memakai BH, sehingga putingku menonjol dari balik kaosku. Orang belakang rumahku sedang membangun rumah, sehingga banyak tukang di sana. Aku sengaja berolah raga lompat tali tanpa memakai BH di halaman belakang, sehingga payudaraku bergoyang kesana-kemari, dan tentu saja hal ini diperhatikan oleh tukang-tukang itu.

Setelah puas berolah raga, kaosku menjadi basah oleh keringat, sehingga payudara dan juga putingku terlihat jelas dari balik kaos. Aku memanggil seorang penjual minuman keliling. Tentu saja itu membuat dia tercengang, karena melihat payudaraku yang besar ini dengan jelas dari balik kaosku yang basah. Setelah selesai minum, aku bertanya, "Berapa mas?" tanyaku, dia tidak menjawab, hanya terdiam dan mengagumi keindahan payudaraku.

Lalu aku pura-pura menjatuhkan uang dan mengambilnya. Spontan saja payudaraku ini bergelantungan dengan indahnya, dan terlihat sebagian dari lubang leher kaosku. Sesaat kemudian dia menjawab, "Mbak, kalo dibayar pake itu gimana?" katanya sambil dengan agak ragu-ragu menunjuk payudaraku. Masih dalam posisi menunduk dan sebagian payudaraku terlihat, aku berkata "Apa, pake ini?" sambil kutarik lubang leher kaosku ke bawah, sehingga payudara besar milikku terlihat seluruhnya. Dia hanya bisa menelan ludah, lalu kemudian menjawab "Iya." Aku kemudian berdiri tegak lagi. Sambil pura-pura berpikir, aku menyilangkan tangan dan menjepit kedua payudaraku dengannya, tidak ada pilihan lain bagi payudaraku selain mencuat ke depan dengan indahnya, dengan kedua puting berwarna kecoklatan yang semakin mencuat keluar. Hal ini membuat penjual minuman itu semakin terangsang dan tak sabar menunggu jawabanku. Lalu kujawab "Iya deh Mas." Lalu kami berdua masuk setelah penjual minuman itu memasukkan barang dagangannya.

Setelah berada di dalam ruang tamu, aku bilang begini "Mas, netek dulu ya?" Kepalanya langsung kutuntun untuk masuk ke dalam kaosku. Dengan ganasnya dia kulum kedua putingku bergantian, dan kadang-kadang digigitnya. Sambil mengulum putingku dia meremas-remas payudaraku, dan terkadang dia menarik-narik putingku dengan gigitan giginya. "Aaahh", lirihku. Kunikmati kuluman-kulumannya. Sesaat kemudian kusuruh dia untuk berhenti sebentar. Kubuka baju dan celana beserta celana dalamku, dan kuambil tali rafia. Kuikat kedua pangkal payudaraku, sehingga payudaraku terjepit dan semakin terdorong ke depan. Hal ini membuat darah tidak dapat mengalir ke payudaraku, sehingga warnanya berubah menjadi agak kebiru-biruan. Lalu kusuruh dia untuk mengulum putingku lagi. Aku tidak dapat merasakan kuluman-kulumannya. Tetapi rasanya lain jika kulihat dia mengulum dengan ganasnya, meskipun aku tidak dapat merasakannya.

Sesaat kemudian aku disuruhnya bertumpu pada kedua tangan dan kakiku. Dia membuka celananya dan menyuruhku untuk mengulumnya. Batang kemaluannya berwarna coklat gelap, dan bentuknya lucu, agak tertunduk dan miring ke kanan. Tanpa ragu kukulum batang kemaluannya. Kusedot sambil kugigit-gigit, "Hmmphh", kupermainkan batang kemaluannya dengan mulutku, sebentar saja spermanya sudah keluar, langsung saja kutelan sampai habis. Tapi aku tak peduli, setelah kukeluarkan sebentar, langsung kumasukkan lagi kemaluannya ke mulutku, dan kusedot lagi, "Mmpph.. aahh.." payudaraku yang sejak tadi bergelantungan, terus menerus diremas oleh penjual minuman itu, kedua putingnya ditarik-tarik seperti sedang memerah susu, hanya bedanya dia sedang memerah susu Mei, bukan susu sapi (iya kan?). Ikatan tali rafia tadi dilepasnya, sehingga darah kembali mengalir ke payudaraku, dan aku dapat merasakan kembali remasan-remasannya. Untuk kedua kalinya spermanya keluar ke dalam mulutku. Sebelum kutelan, kutunjukkan kepadanya sperma yang ada di mulutku. Dia menghentikan remasannya sejenak. Melihat spermanya ada di mulutku membuatnya lebih terangsang.

Setelah menelan spermanya, aku bertanya, "Mas, tidak pingin ngerasain anusku?" Tanpa ragu dia langsung menyuruhku untuk tengkurap dengan pantat diangkat tinggi. "Sebentar Mas, aku ambil mentega dulu, ya?" Sebelum anusku disodok, aku memintanya untuk melumuri seluruh badanku dengan mentega, dari atas sampai ke bawah, termasuk lubang anusku. Melihat tubuhku yang mengkilat oleh mentega, dia menjadi semakin tidak sabar dan langsung menyodok anusku. Sambil merasakan nikmatnya batang kemaluannya di dalam duburku, aku meremas-remas payudaraku yang menjadi licin oleh mentega.

Sekitar 10 menit kemudian, kurasakan spermanyanya keluar di dalam duburku. Dia tampak puas sekali. Kami berdua tergeletak di atas karpet.
"Mbak, enak banget rasanya. Lain kali boleh lagi tidak?"
"Kenapa harus lain kali? Sekarang aja kenapa?"
"Wah, nggak kuat Mbak."
"Ya udah deh, tapi jangan pulang dulu, aku mau minta tolong, mau tidak?"
"Minta tolong apa sih?" tanyanya.
Aku beranjak dari karpet dan pergi ke halaman samping, dan mengajak anjing herder yang selama ini setia menjagaku. Setelah sampai ke ruang tadi, aku bilang, "Mas, aku mau tanya, payudaraku besar tidak sih?"
"Wah, kalo itu sih bukan payudara lagi, tapi udah tuueeteek.."
"Iya? Makasih loh Mas atas pujiannya. Tapi aku masih ngerasa kalo payudaraku ini kurang besar. Mas mau tidak tiap hari mijetin payudaraku ini, biar tambah besar lagi, ya?"
"Iya deh, tapi Mbak juga harus mau ngemut kontolku tiap hari, biar tambah panjang."
Karena aku memang suka menghisap kemaluan laki-laki, maka syarat yang dia berikan sama sekali tidak membuatku keberatan, sehingga aku menjawab, "Boleh, siapa takut?"

"Oh ya, ini anjingku, temen main setiaku."
Mungkin karena tidak tahu maksudku, dia bertanya, "Temen main apa Mbak?"
"Main ini.." kataku sambil menidurkan anjingku.
Aku melirik ke arahnya, kemudian pelan-pelan kukulum batang kemaluan anjingku itu. Dia tampak tercengang.
"Loh Mas, kok diam? Ayo dong pijetin payudaraku", kataku.
Dia mulai meremas-remas payudaraku sambil tetap menunjukan pandangannya ke arahku yang mulai asyik menghisap batang kemaluan anjingku itu.
"Mas, tolong ambilkan terong di dapur dong", pintaku.

Dia menuju ke dapur, dan kemudian segera kembali dengan terong yang lumayan besar. Tanpa membuka mulutku, karena masih keenakan menghisap, salah satu tanganku menunjuk ke arah anusku. Dia rupanya mengerti. Karena masih ada sisa-sisa mentega dan peju, maka tak sulit baginya memasukkan terong itu ke dalam anusku, lagi pula aku memang sering melakukannya. Satu tangan penjual minuman itu meremas-remas payudaraku secara bergantian, sedangkan tangan yang satunya lagi memainkan terong itu di dalam anusku. Keluar, masuk, keluar masuk, "Aaahh", enak rasanya. Aku semakin giat mengulum batang kemaluan anjing tersayangku. Sesaat kemudian anjingku mengeluarkan air maninya di dalam mulutku. "Hmmhh", kumainkan spermanya di mulutku, seperti orang yang sedang berkumur.

Penjual minuman tadi masih melakukan tugasnya dengan giat. Dengan isyarat tanganku, aku memintanya untuk berhenti. Aku berbalik ke arahnya, menunjukkan air mani anjingku yang masih ada di dalam mulutku. Dia bertanya, "Mbak mau telan itu?"
Dengan tersenyum kuanggukkan kepalaku, kemudian kutelan habis air mani anjingku itu. Dia hanya terpaku melihat tingkahku itu.

"Mas, aku mau tidur dulu ya? Tolong pijetin payudaraku, ya?" kataku.
Lalu aku menuju ke sofa dan tidur. Aku mulai tertidur sambil merasakan remasan-remasan tangannya. Saat aku membuka mataku, penjual minuman itu masih memijat-mijat payudaraku.
"Udah Mas, terima kasih ya?" kataku sambil beranjak bangun dari sofa.
Dia menghentikan kegiatannya.
"Mbak, yang Mbak bilang tadi jadi tidak?"
"Yang apa?"
"Katanya aku disuruh mijetin payudaranya Mbak tiap hari?"
"Ooh itu, ya jadi dong, tapi sekarang Mas pulang dulu ya, soalnya sebentar lagi Siti sama Jono pulang, tadi mereka kusuruh jaga toko", alasanku, kalau tidak begitu dia tidak pulang-pulang.
"Ya deh Mbak, besok lagi ya?" aku menganggukkan kepalaku.
Kupakai lagi celana dan kaosku. Kuantar dia sampai keluar dari pagar. Aku masuk lagi ke rumah, lalu aku mandi. Payudaraku agak memar, mungkin karena dari tadi diremas-remas oleh penjual minuman itu.

Masih dalam keadaan telanjang bulat dan basah, aku keluar mencari anjingku, rupanya anjingku masih ada di ruang tamu. Kuajak anjingku masuk ke dalam kamar mandi. Kunyalakan shower-nya, di bawah pancuran shower itu aku bercinta lagi dengan anjingku. Kutidurkan dia, tanpa pikir panjang kukulum lagi kemaluannya sambil kukocok, kusedot-sedot, dan kadang-kadang agak kugigit-gigit, anjing kesayanganku itu kelihatannya sangat menikmati sedotan-sedotanku. Beberapa saat setelah itu, kurasakan spermanya mulai muncrat di dalam mulutku. Kupercepat kocokan tanganku dan kemaluannya kusedot dengan lebih kuat, sampai akhirnya spermanya keluar semua di dalam mulutku. Aku berdiri sebentar untuk mematikan shower-nya. Aku duduk di lantai kamar mandi, dan memandangi kedua payudara indahku. Sperma anjingku yang masih ada di mulut, kukeluarkan dan kutumpahkan ke atas payudaraku. Kuratakan sperma anjingku ke seluruh payudaraku, sampai payudaraku kelihatan mengkilat dan licin. Kuremas-remas payudaraku, dan kadang-kadang kutarik-tarik putingku. Karena payudaraku besar, aku bisa mengulum putingku sendiri, kujilat-jilat payudaraku, kurasakan nikmatnya sperma seekor anjing yang melumuri sepasang payudara berukuran 40C ini.

Setelah puas dengan payudaraku, aku mengambil posisi tengkurap, sambil begitu tangan kananku menarik kaki anjingku sampai dia mendekat dan akhirnya kupegang kemaluan anjingku dan mengarahkannya ke duburku, dan dengan animal instinct-nya, anjingku memainkan batang kemaluannya di dalam duburku. "Aaahh.. hhmmpph.. aahh", masuk, keluar, masuk, keluar, "Aaahh". Kedua kaki depannya bertumpu pada punggungku. Kocokannya cepat sekali, kemaluannya menggesek-gesek dinding lubang pantatku dengan gerakan yang cepat, rasanya, "Aah.. aahh.. aahh.." Aku tidak sabar lagi, aku ingin merasakan batang kemaluan anjingku di liang kemaluanku.

Aku memang sudah tidak perawan. Gara-gara godaan yang kulakukan terhadap para tukang becak di dekat rumahku, aku diperkosa oleh mereka. Aku disuruh melayani nafsu mereka yang sudah tidak terbendung lagi. Waktu itu mereka berlima, sedang menunggu pelanggan mereka di persimpangan jalan dekat rumahku. Pada saat itu aku sengaja memakai kaos tipis berwarna putih, dan seperti biasa aku tidak memakai BH, sehingga putingku terlihat menonjol dan warnanya terlihat samar-samar dari balik kaos. Jarak antara rumah dengan persimpangan jalan itu tidak begitu jauh, dan kebetulan saat itu keadaan di sekitarnya memang sedang sepi. Aku setengah berlari menghampiri mereka. Payudaraku tentu saja tidak bisa diam, dan bergelantungan ke segala arah. Setelah berada di dekat mereka, aku meminta salah seorang dari mereka untuk mengantarkan aku ke toko kecil dekat rumahku, sebenarnya hal ini hanya kujadikan alasan.

Waktu naik becak, aku sengaja naik dengan posisi agak membungkuk menghadap ke tukang becak itu, sehingga sebagian payudara besarku kelihatan menggantung, baru kemudian aku berputar untuk duduk. Setelah sampai aku membeli sesuatu, kemudian naik lagi ke becak dan memintanya untuk mengantarkan aku pulang. Jalan menuju rumahku memang jelek, banyak lubangnya, sehingga becaknya bergoyang-goyang, ini membuat payudaraku juga bergoyang-goyang. Kami pulang melewati para tukang becak yang dari tadi menunggu pelanggan, dan mungkin karena melihat payudaraku yang bergoyang-goyang itu membuat mereka tidak dapat menahan nafsu. Kulihat mereka mengikuti. Beberapa rumah di dekat rumahku memang rumah kosong, sehingga keadaan di sekitar rumahku memang sepi sekali. Setelah sampai, aku turun dan membayar tukang becak itu. Baru saja aku berbalik, mulutku sudah disekap dari belakang, dan payudaraku diremas dengan kasar. Orang yang menyekapku itu mengancamku untuk tetap diam, kalau tidak aku akan dibunuhnya. Aku menurut saja, karena takut dengan ancamannya. Aku dibawanya masuk ke rumah kosong di sebelah rumahku.

Ternyata setelah kulihat, dia adalah tukang becak yang tadi, dan dia ternyata tidak sendiri, keempat temannya juga bersamanya, mereka masih sibuk memasukkan becak-becak mereka ke halaman rumah kosong itu. Setelah selesai, mereka menyusul masuk. Tanpa berkata apa-apa, mereka semua membuka celananya. Kemaluan mereka semua berwarna coklat gelap, dengan urat-urat di sekelilingnya. Melihat itu aku menjadi takut sekali, tetapi aku tidak berani melawan, karena takut dibunuh. Mereka semua maju ke arahku dan menyuruhku untuk membuka semua bajuku, kuturuti kemauan mereka dengan sangat terpaksa.

"Ayo! Emut kontolku!" kata salah seorang dari mereka. Dengan agak ragu-ragu dan takut kumasukkan kemaluannya ke mulutku. Kepalaku dipegang dan digerakkan maju mundur. "Ayo! Kayak ngemut permen gitu loh, kalo enggak tak bunuh kamu!" bentaknya. Aku menjadi semakin takut, dan menuruti kemauannya. Kukulum batang kemaluannya seperti kemauannya dengan kedua tangannya masih di kepalaku. Beberapa saat setelah itu kurasakan cairan kental dengan rasa yang sangat aneh keluar dari kemaluannya. Ingin rasanya aku muntah, tetapi apa daya, kedua tangannya memegang erat kepalaku. "Ayo, jangan muntah!" Dengan perasaan jijik kutelan spermanya sampai habis. Hal ini berlangsung sampai kelima tukang becak itu mengeluarkan spermanya di mulutku, dan semua sperma yang keluar di mulutku, kutelan habis semuanya. Lama-kelamaan aku menikmati hal ini.

Kemudian aku diperintahkan untuk bertumpu pada kedua tangan dan kakiku. Di bawahku diselipkan sebuah meja panjang yang kaki-kakinya pendek, yang ada di dekat kami. Sebelum aku bertumpu pada kedua tangan dan kakiku, seorang tukang becak sudah dalam posisi telentang di atas meja itu. Dia memasukkan batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku dengan paksa. Untuk pertama kalinya liang kemaluanku dimasuki oleh kemaluan laki-laki, kemaluan seorang tukang becak. Pertama rasanya memang sakit, perih, tetapi beberapa saat setelah digesek-gesek terus oleh batang kemaluannya, aku mulai dapat merasakan kenikmatan itu. Seorang tukang becak lagi dengan posisi bertumpu pada lututnya sudah berada di depanku dan memintaku untuk mengulum kemaluannya. Dari belakang, seorang tukang becak dengan posisi yang juga bertumpu pada lututnya, menyodokkan kemaluannya ke dalam anusku. Sementara dua tukang becak lainnya meremas-remas kedua payudaraku dengan sangat kasar. Kemaluan kedua tukang becak yang dimasukkan ke dalam liang kemaluan dan anusku bergerak keluar masuk dengan kasarnya. Karena merasakan nikmatnya kedua batang kemaluan mereka, aku semakin menikmati kemaluan tukang becak yang sedang kukulum.

Aku semakin agresif, kukulum kemaluannya dengan gerakan yang cepat, maju, mundur, maju, mundur. Sampai-sampai tukang becak yang kemaluannya kukulum menjambak rambutku, dan tangannya ikut menggerakkan kepalaku. Pada saat yang bersamaan, ketiga tukang becak yang memainkan kemaluannya di tubuhku berhenti, kelihatannya mereka sudah mau keluar. Aku disuruh duduk di lantai, kemudian aku disuruh membuka mulutku. Mereka bertiga memintaku untuk mengocok kemaluan mereka secara bergantian tepat di depan mulutku. Dua tukang becak yang lain sedang sibuk menghisap puting payudaraku, tiap orang menguasai satu dari sepasang payudaraku. Sambil menghisap, mereka meremas-remas payudara yang mereka kuasai dengan kedua tangannya, seperti seorang bayi yang sangat kehausan.

Sesaat kemudian sperma ketiga tukang becak tadi keluar, muncrat ke dalam mulutku, dan sebagian lagi muncrat ke wajahku. Tanpa diperintah, kutelan sperma mereka. Sekarang gantian dua tukang becak yang tadi menghisap puting susuku, memaksaku untuk menghisap batang kemaluan mereka berdua secara bergantian. Seperti seorang anak kecil yang kalau makan es berlepotan, aku yang berlepotan sperma di wajahku mengulum kemaluan mereka berdua secara bergantian dengan agresif. Sambil kukocok, kuhisap-hisap batang kemaluan mereka dengan hisapan yang kuat. Sebentar saja mereka kelihatan sudah tidak kuat, melihat itu kubuka mulutku lebar-lebar, kemudian kukocok dengan cepat kedua kemaluan mereka di depan mulutku. "Crut.. crut.. crut.. crut.." sperma mereka masuk ke dalam mulutku. Langsung saja kutelan habis. Kujilat sisa-sisa sperma yang masih menempel di sekitar mulutku.

Mungkin karena mereka melihatku sangat menikmati perkosaan ini, mereka menjadi tenang. Mau apa lagi, karena tidak bisa melakukan apa-apa, lebih baik kunikmati saja perbuatan mereka itu. Salah satu dari mereka kemudian berkata, "Mbak, jangan bilang siapa-siapa, ya?" aku hanya mengangguk sebagai tanda 'ya'. Kemudian mereka berlima keluar dari rumah kosong itu dengan tenangnya, dan meninggalkan aku di rumah kosong itu masih dalam keadaan telanjang bulat. Terus terang saja aku masih belum puas, tetapi ya mau apa lagi. Kupakai lagi baju dan celanaku, kemudian aku pulang.

Sesampainya di rumah aku langsung mandi. Sambil mandi aku membayangkan bagaimana rasanya kalau bercinta dengan anjing, karena kebetulan waktu itu ada tiga ekor anjing di rumahku, dan semuanya dari jenis anjing yang bertubuh besar. Belum selesai aku mandi, aku langsung keluar dengan keadaan telanjang bulat, aku tenang saja, karena kedua orang pembantuku seperti biasanya sedang menjaga toko dari pagi sampai sore. Aku berjalan menuju halaman samping, tempat dimana ketiga ekor anjingku berada. Dag-dig-dug, jantungku berdegup dengan kencang, seiring dengan nafsuku yang semakin memuncak. Kuhampiri mereka, kurangkul dan kubelai-belai tubuh mereka secara bergantian.

Pelan-pelan aku mendekat ke anjing yang paling besar badannya, kuelus-elus, kemudian aku mulai memegang kemaluannya. Kupijat-pijat sampai kemaluannya tegang, warnanya membuatku semakin terangsang. Pelan-pelan mulai kukulum kemaluannya, karena nafsuku yang sangat besar, aku sama sekali tidak merasa jijik. Kukulum kemaluannya dengan posisi bertumpu pada kedua tangan dan kakiku, dengan pantat yang sengaja kudongakkan ke atas, aku berpikir mungkin dengan begitu anjing yang lainnya mau menyodok entah itu anus atau liang kemaluanku, aku tidak peduli. Eh, benar, di saat aku keenakan menghisap, aku merasa ada yang menjilat-jilat kemaluanku, "Aaahh.." rasanya nikmat, sesaat kemudian kurasakan ada batang kemaluan yang menyodok liang kemaluanku. Dengan gerakannya yang khas, dia mainkan kemaluannyanya di liang kemaluanku. Wah, aku menjadi semakin lupa daratan. Entah berapa kali secara bergantian mereka memasukkan kemaluannya ke liang kemaluanku, demikian juga mulutku, semua sperma yang keluar dari kemaluan anjingku waktu kuhisap-hisap, kutelan sampai habis. Permainan kali itu, yang kulakukan dengan ketiga ekor anjingku itu membuat aku puas sekali.

Wah, kalau aku ingat peristiwa itu rasanya aku pingin lagi. Bayangkan, mulut, lubang kemaluan dan anusku dimasuki oleh batang kemaluan para tukang becak, ditambah lagi dengan payudaraku yang mereka 'siksa', dan kemudian aku bercinta dengan ketiga ekor anjingku. Wah, sensasi yang kurasakan waktu itu luar biasa, aku benar-benar menikmatinya. Entahlah, mungkin aku mengalami sedikit gangguan, sehingga hal yang tidak wajar dapat membuatku merasa ketagihan. Tetapi memang rasanya luar biasa nikmat (kalau tidak percaya, coba sendiri, nanti kan tahu rasanya).

Tetapi aku rasa tidak cuma aku yang mempunyai masalah seperti itu. Kalau ada dari kalian yang punya masalah yang sama, tolong kirim email pada saya, mungkin kita bisa saling curhat.

TAMAT
-------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar