Minggu, 19 September 2010

wild fantasy, my house keeper, my cousin, murid kesayangan, luapan birahi, hadiah untuk theo,

Pak Rochim dan ibu sangat baik kepadaku. Saat itu aku mulai numpang tinggal dan hidup di rumah Pak Rochim semenjak kelas satu SMP, dan aku tidur di sebuah kamar kecil dengan pembantunya, seorang perempuan berusia sekitar 21 tahun. Namanya Tina, gadis Bali berkulit hitam manis. Dia sudah lama tinggal dengan Pak Rochim. Orangnya tidaklah cantik, tapi tubuhnya bagus. Aku memanggilnya Kak Tina. Dia baik dan suka membantuku. Ternyata dia pernah bersekolah sampai tamat SMP. Kerjanya membersihkan dan membereskan rumah Pak Rochim yang tidak terlalu besar, mencuci pakaian, dan memasak. Hanya itu. Sehingga waktunya cukup banyak untuk membaca. Dia suka membaca. Terkadang novel-novelnya Freddy S, Abdullah Harahap, dan Motinggo Busye. Juga Nick Carter.

Aku tidak diijinkannya membaca novel-novel stensilan itu. Dia hanya memberikan Kho Ping Hoo untukku. Aku tak protes. Mulai saat itu aku menyukai Pendekar Mata Keranjang dan sejenisnya. Setiap siang sepulang sekolah, sambil mengembalakan tiga ekor sapi milik Pak Rochim, aku membaca Kho Ping Hoo. Sesekali aku ingin juga membaca novel lainnya, tapi Kak Tina tak pernah mengijinkan aku menyentuh apa lagi membaca novel-novel itu. Rasa penasaranku makin bertambah.

Suatu siang sepulang sekolah, rumah tampak sepi. Kak Tina tidak ada di rumah. Sedang disuruh mengobras kain, kata Bu Rochim. Akupun makan. Setelah makan, aku beristirahat di dalam kamar. Saat mataku melihat lemari Kak Tina yang terbuka (biasanya selalu dikunci), aku tergerak untuk mencari novel yang disembunyikannya. Beberapa buah novel ada di situ. Kuambil Nick Carter. Kubaca bagian depannya, aku memutuskan untuk tidak tertarik membacanya. Kubolak-balik halamannya, ada bagian yang ditandai. Aku tergerak untuk membacanya.

Degh! Jantungku berdebar kencang. Membaca halaman itu. Tertulis di sana cerita tentang Nick Carter yang sedang menyetubuhi seorang wanita Rusia (sayangnya aku lupa judulnya). Aku terus membacanya, jakunku yang mulai tumbuh bergerak-gerak menelan ludah. Aku yang masih bocah terus membacanya. Muka dan kepalaku memanas. Tanpa sadar tanganku menggosok bagian kelaminku. Mengelus-elus si kecil yang telah bangun. Aku mulai merasakan kenikmatan.

Tiba-tiba terdengar suara sepeda yang disandarkan ke dinding.
Kak Tina! Aku segera menyudahi keasyikanku. Kumasukkan kembali novel-novel itu. Aku tertarik untuk membacanya lagi nanti. Pantas, Kak Tina tak mengijinkanku membacanya, pikirku. Jahat, masak cuma dia yang boleh tahu hal-hal semacam itu. Akupun keluar kamar, menyongsong dirinya. Kak Tina tampak kepanasan. Keringatnya mengucur, bau badannya tercium begitu menyengat. Bau yang membuat kejantananku langsung bertambah kencang. Bau tubuh Kak Tina memang aneh, agak-agak sangit. Tapi entah kenapa, sangat mengundang gairah lelakiku saat itu. Besok-besoknya aku tak pernah memiliki kesempatan untuk menggerayangi lemarinya. Kak Tina tak pernah lupa mengunci lemarinya. Aku tak punya keberanian untuk membongkar paksa.

Suatu malam, setelah aku kelas tiga, setelah hampir dua tahun di rumah Pak Rochim, aku sedang tidur dengan Kak Tina di sebelahku. Aku saat itu berusia hampir 15 tahun. Saat tidur aku merasa ingin pipis. Aku terbangun, tak tahunya tanganku ada di atas dada Kak Tina, sedang tangannya menimpa tanganku itu. Gadis itu sedang tidur dengan nyenyaknya. Pasti dia tak sadar kalau tanganku tanpa sengaja telah terlempar ke tubuhnya. Dapat kurasakan kehangatan dada perawannya. Jantungku berdebar-debar. Kejantananku yang semakin matang terasa mengeras, apalagi karena aku memang ingin pipis.

Ingat kalau aku ingin pipis, maka aku dengan perlahan mengangkat tangan Kak Tina dan menarik tanganku. Saat itulah kurasakan puting susu Kak Tina mengelus punggung tanganku. Ternyata Kak Tina tidak mengenakan bra. Seerr, darahku semakin berdesir. Segera saja aku berlalu ke kamar mandi untuk pipis.

Waktu kembali ke kamar, posisi tidur Kak Tina telah berubah. Kakinya terbuka lebar, sedang kain yang dikenakannya tersingkap. Pahanya, yang walaupun sedikit gelap namun mulus itu terpampang jelas di mataku. Samar-samar, dari sinar lampu templok dapat kulihat pangkal pahanya yang tertutup celana dalam putih. Samar-samar kuamati ada sekumpulan rambut di sana. Aku baru kali ini melihat hal seperti ini. Jantungku berdebar kencang. Lama kupandangi selangkangan Kak Tina sampai dia mengubah posisinya. Aku naik kembali ke tempat tidur.

Tapi aku sudah telanjur tidak dapat tidur. Bolak-balik saja aku di samping Kak Tina. Memandanginya. Dadanya yang membusung turun naik ketika dia menarik nafas. Sepasang putingnya melesak di balik daster tipisnya. Entah ide dari mana, pelan-pelan tanganku menyentuh dadanya. Mataku kupejamkan, berpura-pura seperti orang tidur. Ternyata Kak Tina tidak terpengaruh. Dia tetap tenang. Perlahan kutekan dadanya, tetap tidak ada reaksi. Aku semakin berani. Kusentuh lagi dadanya yang satu lagi. Benda lembut sebesar apel itu terasa lebih hangat.

Kejantananku menegang. Kuingat cerita Nick Carter yang kubaca beberapa waktu yang lalu. aah, aku semakin deg-degkan. Suatu sensasi yang aneh. Antara rasa takut akan ketahuan dan kenikmatan meletakkan tanganku di atas dada seorang dara. Inilah pertama kali aku menyentuh dada seorang gadis, sepanjang umurku. Aku tetap memegang dadanya, sampai aku tertidur dengan damai. Dalam tidur aku bermimpi. Aku dan Kak Tina berpelukan telanjang bulat di atas ranjang kami.

"Bangun! Sapto! Sudah pagi", Guncangan di bahuku membuat aku terbangun.Memang aku harus bangun pagi. Mengeluarkan sapi dan menambatkannya di kebun belakang rumah, lalu kemudian mengisi bak mandi. Karena selalu mengisi bak mandi, badanku jadi berisi.

Kak Tina selalu membangunkan aku setelah dia memasak air. Aku memicingkan mata, menguceknya dengan tanganku.
"Huuaah" Aku menguap panjang, mengeluarkan bau naga.
"Bau, tahu?! Sana urus sapi", Kak Tina menepuk bahuku sebelum dia bilang, "Astaga.., kamu ngompol ya, Sapto?".
Aku kaget! nggak mungkin, nggak mungkin aku ngompol! Aku memegang celana pendekku di daerah depan. Astaga, memang basah! Aku ngompol? Aku tak percaya. Tapi memang celanaku basah sekali. Hanya saja, rasanya lengket. Baunyapun beda, seperti bau akasia.

"Udah besar ngompol. Bikin malu saja", Kata Kak Tina. Aku bersemu merah.
"Atau..", Kak Tina memandangku, lalu tersenyum lebar, "Kamu mimpi basah ya, Sapto?".
"Mimpi basah?".
"Iya. Tanda kamu sudah dewasa". Dengan tangannya Kak Tina merasakan kain celanaku. Aku agak risih saat tangannya menyentuh kejantananku.
"Benar. Ini memang mani" Kata Kak Tina. Lalu hidungnya mencium tangannya, aku agak heran.
"Mimpi apa kamu, Sapto?".
"Mimpi.." Aku ingat mimpiku, tapi lalu ingat bahwa aku mimpi dengannya, "Gak mimpi apa-apa".
"Ya sudah. Yang pasti ini menandakan kamu sudah besar. Sudah bisa dapat anak".
"Emangnya..?" tanyaku heran.
"Sudahlah, Nanti juga kamu tahu sendiri".

Aku berlalu menuju kamar mandi, membersihkan diri. Saat aku kembali ke kamar, Kak Tina menggodaku.
"Mulai sekarang, hati-hati bergaul" Katanya. Aku tersipu malu.
"Dan, kamu tak boleh lagi tidur denganku", Katanya lagi.
"Iya Kak", Jawabku pasrah.
"Cuma bercanda. Masih boleh kok. Kak Tina percaya. Kamu masih kecil dan polos", Katanya.

Siang itu aku pulang cepat dari sekolah, karena guru sedang rapat. Aku segera pulang. Sesampainya di rumah keadaan memang sangat sepi. Aku baru ingat, kalau Bu Rochim ada acara di Dinas Pertanian. Anak-anaknya dibawa semua. Aku menuju kamar. Saat menyimpan sepatu di samping kamar, aku mendengar suara perempuan mengerang, mendesah-desah, yang keluar dari dalam kamarku. Aku mengintip dari kaca nako.

Ya ampun! Yang kulihat di sana sungguh luar biasa, dan tak akan pernah kulupakan. Di atas tempat tidur, Kak Tina sedang mengenakan baju kaos warna jingga. Hanya itu saja. Tanpa apa-apa. Baju kaos itupun tersingkap bagian atasnya, menampakkan dadanya yang kemarin malam aku sentuh. Langsung saja kemaluanku membesar, meradang di balik celana seragamku. Aku melihat Kak Tina memegang novel dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya menggosok-gosok bagian rahasia tubuhnya. Dapat kulihat bulu-bulu yang tumbuh lebat di sana. Mata Kak Tina mendelik-delik, nafasnya terengah-engah. Aku melihat judul novel yang dibacanya. Sampai saat ini masih kuingat. Judulnya Marisa, pengarangnya Freddy S.

Kak Tina masih terus menggosok kemaluannya. Saat tangannya beralih meremas payudaranya, terbukalah kewanitaannya. Saat itulah aku pertama kali melihat vagina wanita dewasa. Seerr, kejantananku sakit sekali rasanya. Reflek kuelus sendiri kemaluanku. Rasanya nikmat, nikmat sekali. Suatu rasa yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.

Aku masih terus mengintip, sampai akhirnya Kak Tina tampak terlonjak-lonjak dari tempat tidur. Erangannya berubah menjadi jerit tertahan. Aku semakin takjub. Saat gerakan liarnya selesai, aku merasakan sesuatu keluar dari kemaluanku. ooh, cairan berwarna putih kental keluar dari kepala kejantananku. Banyak sekali, mengotori celanaku. Aku menyumpah-nyumpah. Saat itu sikuku menyenggol rak sepatu. Sepatu-sepatu terjatuh menimbulkan suara berisik. Tempat tidurku terdengar berderak. Kak Tina pasti sedang merapikan dirinya. Aku terdiam terpaku.

"Siapa itu?", Tak lama kemudian terdengar suaranya.
"Aku, Kak.., Aku", Jawabku.
"Kau sudah pulang, Sapto?".
"Ya, Kak.., Guru-guru rapat"
Kak Tina keluar dari kamar. Telah memakai kain sarung. Aku menutup bagian depan celanaku yang basah dengan tas sekolahku.
"Barusan ya?".
"Iya Kak".
Tampak raut wajah Kak Tina berubah. Kelihatannya dia lega aku tak memergokinya.
"Ya sudah, ganti pakaian dan makan.., Aku siapkan dulu"
Aku masuk kamar, lalu mengambil celanaku. Sedang Kak Tina ke dapur. Kulihat novel itu ada di atas meja. Kak Tina lupa menyembunyikannya. Setelah aku mengganti celana, aku meraih novel itu. Membolak-baliknya. Saat kudengar langkah Kak Tina, segera kuletakkan di tempatnya. Celana seragamku aku rendam di kamar mandi.

Aku menuju dapur, lalu makan bersama Kak Tina. Setelah makan, seperti biasa aku dan Kak Tina menuju kamar kami. Kak Tina mengambil novelnya, hendak menyimpannya di dalam lemari.
"Kak, Saya bisa pinjam nggak?".
"Ini? Ini bacaan orang besar".
"Tapi kan saya ingin tahu. Kelihatannya bagus. Saya belum pernah Kak Tina ijinkan membacanya".
Kak Tina menatapku. Lalu berkata, "Baiklah. Kita baca sama-sama".
Aku nyaris tak percaya. Kamipun duduk di pinggir tempat tidur. Mulai membaca.Ceritanya mengenai seorang wanita bernama Marisa, yang liar dan haus seks. Ceritanya benar-benar vulgar. Kak Tina nafasnya tak teratur saat membaca bagian yang menceritakan permainan cinta Marisa dengan beberapa laki-laki. Aku memandangnya. Mukanya yang sedikit hitam bertambah gelap. Nafsunya kurasa.
"Sapto. Sulit ya membacanya?"
Memang kami duduk berdampingan, dengan buku dipegang Kak Tina.
"Ya"
"Kalau begitu, duduklah di pangkuanku"

Aku kaget, tapi tanpa berkomentar aku lalu duduk di atas pahanya. Badanku belumlah terlalu besar. Beratkupun saat itu belum sampai 40 kilo. Walau sedikit kesulitan, Kak Tina terus membaca. Aku? Otakku sudah tak mampu lagi membaca. Pikiranku mendadak kosong, ketika punggungku menyentuh dadanya. Dapat kurasakan kehangatan yang dihantarkannya.

Kak Tinapun kurasakan menggosokkan tubuhnya ke tubuhku, saat halamannya sudah sampai ke bagian seru. Aku menikmati saja. Kejantananku meronta di balik celanaku, yang saat itu belum terbiasa memakai underwear. Tangan Kak Tina yang kanan mencengkeram pahaku. Terkadang mengelusnya, terkadang mengusap sampai ke pangkal pahaku. Aku membiarkan saja. Kurasakan detakan jantung Kak Tina kencang, seirama dengan detak jantungku.
"Berdiri sebentar, Sapto". Aku pun berdiri. Kak Tina membuka lebar pahanya.
"Capek, Kamu makin lama tambah berat. Duduk di sini saja". Dia menunjuk tepi tempat tidur, di antara pahanya yang terkangkang.

Kami terus membaca. Kali ini sensasi yang kurasakan tidak hanya dada Kak Tina yang menekan punggungku, juga sebentuk gundukan hangat di pangkal pahanya menyentuh pantatku. Otakku terbakar! Tangan Kak Tinapun tetap meraba pahaku. Dengan ragu-ragu, kuletakkan pula kedua tanganku di pahanya. Dia tidak melarang. Aku coba mengusapnya, seiring dengan usapannya di pahaku. Dia tidak melarang. Naluriku menyuruhku untuk menekan punggungku ke dadanya. Dia tak melarang. Malah tangannya mulai menyentuh kejantananku, memegang batangnya. Aku menahan nafas.

Tangan Kak Tina tetap mengelus dan meremas kejantananku dari balik celana. Tanganku pun bereaksi lebih berani, meremas pahanya yang kiri dan kanan. Tekanan dada Kak Tina, beradu dengan tekanan punggungku. Saat ini aku merasakan puber yang sebenarnya.Saat tangan Kak Tina mencoba meraih ritsluiting celanaku, terdengar suara motor bebek memasuki halaman rumah. Bu Rochim pulang.

Serentak kami berdiri. Berpandangan. Aku salah tingkah. Kak Tina merapikan bajunya.
"Sana, Urus sapi", Usirnya kepadaku.
Aku pun menurut. Waktu mengambil rumput sapi aku memikirkan semua yang terjadi, segalanya begitu fantastis. Pengalaman yang tak pernah kudapat sebelumnya. Aku mengharapkan segalanya akan terulang kembali. Tapi Kak Tina tak pernah mengajakku membaca bersama lagi. Aku tak berani bertanya kepadanya. Malu.

Namun pengalamanku hari itu dengan Kak Tina membuat aku tambah penasaran mengenai seks. Aku ketagihan. Malam-malam, kalau Kak Tina tidur, aku menjelajahi tubuhnya. Dan untungnya, Kak Tina itu kalau tidur seperti orang pingsan. Sulit sadarnya. Jadi aku bisa bebas menyentuh dada dan kewanitaannya. Walaupun masih terhalang oleh pakaiannya. Tapi aku cukup puas.

Sekali waktu, dengan berpura mengigau, aku merangkak di atas tubuhnya. Hati-hati sekali aku tiarap di atasnya. Mukaku tepat di antara bukit kembarnya, sedang kejantananku tepat di kewanitaannya. Aku menikmati saat itu. Sensasi yang kurasakan bertambah dengan rasa takut ketahuan. Kejantananku menekan kemaluannya, tergadang kugosok-gosokkan. Kak Tina tetap tak sadar. Setelah belasan menit melakukan itu, kejantananku menyemburkan spermaku. Membasahi celanaku, juga sedikit membekas di daster Kak Tina.

Paginya aku takut-takut, kalau Kak Tina tahu ada sisa sperma di dasternya. Untung sisanya telah mengering. Sejak malam itu, setiap malam aku melakukan hal itu. Terkadang kupikir Kak Tina tahu, tapi dia membiarkan saja. Masalahnya aku pernah merasa bagian bawah tubuhnya berdenyut-denyut saat kutimpa, dan tangannya merangkulku, dan detak jantungnya keras dan cepat. Karena dia tidak pernah menyinggung hal itu, aku biarkan saja.

Sampai satu hari kudapati Kak Tina muntah-muntah di kamar mandi. Bu Rochim mencemaskan keadaannya. Dengan segera Bu Rochim membawanya ke dokter. Kabar yang dibawanya dari dokter membuat seisi rumah tersentak. Kak Tina hamil dua bulan. Bukan, bukan aku yang melakukannya. Mana bisa. Kami tak pernah bersetubuh. Lalu siapa? Pak Rochim? Bukan, beliau orang baik (sampai sekarang aku selalu mengingatnya, ayah angkatku itu). Jadi siapa?
Ternyata yang melakukannya pacar Kak Tina, seorang tukang becak yang sering mengantarnya kalau pergi pasar. Rupanya, kalau Pak Rochim bekerja dan Bu Rochim ada acara Dharma Wanita, si Otong itu selalu datang.

Dan akhirnya Kak Tina pun menikah, lalu berhenti kerja. Tinggallah aku sendiri. Pak Rochim tak pernah mengambil pembantu lagi. Tiada lagi teman tidurku. Hanya aku dapat warisan dari Kak Tina. Apalagi kalau novel-novel erotiknya.

TAMAT
-------------------------------------------------------------------------------------

my house keeper

Hari ini seperti biasa aku perhatikan istriku sedang bersiap untuk berangkat kerja, sementara aku masih berbaring. Istriku memang harus selalu berangkat pagi, tidak seperti pekerjaanku yang tidak mengharuskan berangkat pagi. Tidak lama kemudian aku perhatikan dia berkata sesuatu, pamitan, dan perlahan meninggalkan rumah. Sementara aku bersiap kembali untuk tidur, kembali kudengar suara orang mendekat ke arah pintu kamar. Tetapi langsung aku teringat pasti pembantu rumah tangga kami, Lia, yang memang mendapat perintah dari istriku untuk bersih-bersih rumah sepagi mungkin, sebelum mengerjakan yang lain.

Lia ini baru berumur 17 tahun, dengan tinggi badan yang termasuk pendek, dan bentuk badan yang sekal. Aku hanya perhatikan hal tersebut selama ini, dan tidak pernah berfikir macam-macam sebelumnya. Tidak berapa lama dari suara langkah yang kudengar tadi, Lia pun mulai tampak di pintu masuk, setelah mengetuk dan meminta izin sebentar, ia pun masuk sambil membawa sapu tanpa menunggu izin dariku. Baru pagi ini aku perhatikan pembantuku ini, not bad at all. Karena aku selalu tidur hanya dengan bercelana dalam, maka aku pikir akan ganggu dia.

Dengan masih pura-pura tidur, aku menggeliat ke samping hingga selimutku pun tersingkap. Sehingga bagian bawahku sudah tidak tertutup apapun, sementara karena bangun tidur dan belum sempat ke WC, kemaluanku sudah mengeras sejak tadi. Dengan sedikit mengintip, Lia berkali-kali melirik ke arah celana dalamku, yang di dalamnya terdapat penisku yang sudah membesar dan mengeras. Namun aku perhatikan dia masih terus mengerjakan pekerjaannya sambil tidak menunjukkan perasaannya. Setelah itu dia selesai dengan pekerjaannya dan keluar dari kamar tidur. Akupun bangun ke kamar mandi untuk buang air kecil.

Seperti biasa aku lepas celana dalamku dan kupakai handuk lalu keluar mencari sesuatu untuk minum. Kulihat Lia masih meneruskan pekerjaannya di ruang lain, aku rebahkan diriku di sofa depan TV ruang keluarga kami. Sejenak terlintas untuk membuat Lia lebih dalam menguasai 'pelajarannya'. Lalu aku berfikir, kira-kira topik apa yang akan aku pakai, karena selama ini aku jarang sekali bicara dengan dia. Sambil aku perhatikan Lia yang sedang sibuk, aku mengingat-ingat yang pernah istriku katakan soal dia.

Akhirnya aku ingat bahwa dia memiliki masalah bau badan. Dengan tersenyum gembira aku panggil dia dan kuminta untuk berhenti melakukan aktivitasnya sebentar. Liapun mendekat dan mengambil posisi duduk di bawah. Duduknya sangat sopan, jadi tidak satupun celah untuk melihat 'perangkatnya'. Aku mulai saja pembicaraanku dengannya, dengan menanyakan apakah benar dia mempunyai masalah BB. Dengan alasan tamu dan relasiku akan banyak yang datang aku memintanya untuk lebih perhatian dengan masalahnya. Dia hanya mengiyakan permintaanku, dan mulai berani mengatakan satu dua hal. Semakin baik pikirku.

Masih dengan topik yang sama, akupun mengajaknya ngobrol sejenak, dan mendapat respon yang baik. Sementara dudukku dengan sengaja aku buat seolah tanpa sengaja, sehingga penisku yang hanya tertutup handuk akan terlihat sepenuhnya oleh Lia. Aku perhatikan matanya berkali-kali melirik ke arah penisku, yang secara tidak sengaja mulai bangun. Lalu aku tanyakan apa boleh mencium BB-nya, sebuah pertanyaan yang cukup mengagetkannya, selain karena pertanyaan itu cukup berani, juga karena matanya yang sedang melirik ke 'anu' ku.

Untuk menutupi rasa malunya, diapun hanya mengangguk membolehkan. Aku minta dia untuk mendekat, dan dari jarak sekian centimeter, aku mencoba mencium BB-nya. Akalku mulai berjalan, aku katakan tidak begitu jelas, maka dengan alasan pasti sumbernya dari ketiaknya, maka aku minta dia untuk menunjukkan ketiaknya. Sejenak dia terdiam, mungkin dipikirnya, apakah ini harus atau tidak. Aku kembali menyadarkannya dengan memintanya kembali memperlihatkan ketiaknya.

Melihat tatapannya aku mengerti bahwa dia tidak tahu apa yang harus dikerjakannya untuk memenuhi permintaanku. Maka aku dengan cepat menuntunnya agar dia tidak bingung akan apa yang harus dilakukan. Dan aku katakan, naikkan saja baju kaosnya sehingga aku dapat memeriksa ketiaknya, dan aku katakan jangan malu, toh tidak ada siapapun di rumah. Perlahan diangkatnya baju kaosnya dan akupun bersorak gembira. Perlahan kulit putih mulusnya mulai terlihat, dan lalu dadanya yang cukup besar tertutup BH sempit pun mulai terlihat.

Penisku langsung membesar dan mengeras penuh. Setelah ketiaknya terlihat, akupun memberi perhatian, kudekatkan hidungku terlihat bulu ketiaknya cukup lebat. Setelah dekat aku hirup udara sekitar ketiak, baunya sangat merangsang, dan akupun semakin mendekatkan hidungku sehingga menyentuh bulu ketiaknya. Sedikit kaget, dia menjauh dan menurunkan bajunya. Lalu aku katakan bahwa dia harus memotong bulu ketiaknya jika ingin BBnya hilang. Dia mengangguk dan berjanji akan mencukurnya. Sejenak aku perhatikan wajahnya yang tampak beda, merah padam. Aku heran kenapa, setelah aku perhatikan seksama, matanya sesekali melirik ke arah penisku.

Ya ampun, handukku tersingkap dan penisku yang membesar dan memanjang, terpampang jelas di depan matanya. Pasti tersingkap sewaktu dia kaget tadi. Lalu kuminta Lia kembali mendekat, dan aku katakan bahwa ini wajar terjadi, karena aku sedang berdekatan dengan perempuan, apalagi sedang melihat yang berada di dalam bajunya. Dengan malu dia tertunduk. Lalu aku lanjutkan, entah pikiran dari mana, tiba-tiba aku memuji badannya, aku katakan bahwa badannya bagus dan putih. Aku juga mengatakan bahwa bibirnya bagus. Entah keberanian dari mana, aku bangun sambil memegang tangannya, dan memintanya berdiri berhadapan.

Sejenak kami berpandangan, dan aku mulai mendekatkan bibirku pada bibirnya. Kami berciuman cukup lama dan sangat merangsang. Aku perhatikan dia begitu bernafsu, mungkin sudah sejak tadi pagi dia terangsang. Tanganku yang sudah sejak tadi berada di dadanya, kuarahkan menuju tangannya, dan menariknya menuju sofa. Kutidurkan Lia dan menindihnya dari pinggul ke bawah, sementara tanganku berusaha membuka bajunya. Beberapa saat nampaknya kesadaran Lia bangkit dan melakukan perlawanan, sehingga kuhentikan sampai membuka bajunya, dan aku kembali mencium bibirnya hingga lama sekali.

Begitu Lia sudah kembali meracau, perlahan tangan yang sejak tadi kugunakan untuk meremas dadanya, kuarahkan ke belakang untuk membuka kaitan BH-nya. Hingga terpampanglah buah dadanya yang berukuran cukup besar dengan puting besar coklat muda. Lumatan mulutku pada buah dadanya membuatnya sudah benar-benar terangsang, sehingga dengan mudah tanganku menuju ke arah memeknya yang masih bercelana dalam, sedang tanganku yang satunya membawa tangannya untuk memegang penisku. Secara otomatis tangannya meremas dan mulai naik turun pada penisku. Sementara aku sibuk menaikkan roknya hingga celana dalamnya terlihat seluruhnya. Dan dengan menyibakkan celana dalamnya, memeknya yang basah dan sempit itupun sudah menjadi mainan bagi jari-jariku.

Namun tidak berapa lama, kurasakan pahanya menjepit tanganku, dan tangannya memegang tanganku agar tidak bergerak dan tidak meninggalkan memeknya. Kusadari Lia mengalami orgasme yang pertama. Setelah mereda, kupeluk erat badannya dan berusaha tetap merangsangnya, dan benar saja, beberapa saat kemudian, nampak dirinya sudah kembali bergairah, hanya saja kali ini lebih berani. Lia membuka celana dalamnya sendiri, lalu berusaha mencari dan memegang penisku. Sementara secara bergantian bibir dan buah dadanya aku kulum. Dan dengan tanganku, memeknya kuelus-elus lagi dari bulu-bulu halusnya, bibir memeknya, hingga ke dalam, dan daerah sekitar lubang pantatnya. Sensasinya pasti sungguh besar, sehingga tanpa sadar Lia menggelinjang-gelinjang keras.

Kesempatan ini tidak aku sia-siakan, bibirku pindah menuju bibirnya, sementara penisku kudekatkan ke bibir memeknya, ku elus-elus sebentar, lalu aku mulai selipkan pada bibir memek pembantuku ini. Sudah seperti layaknya suami dan istri, kami seakan lupa dengan segalanya, Lia bahkan mengerang minta penisku segera masuk. Karena basahnya memek Lia, dengan mudah penisku masuk sedikit demi sedikit. Sebagai wanita yang baru pertama kali berhubungan badan, terasa sekali otot memek Lia menegang dan mempersulit penisku untuk masuk. Dengan membuka pahanya lebih lebar dan mendiamkan sejenak penisku, terasa Lia agak rileks.

Ketika itu, aku mulai memaju-mundurkan penisku walau hanya bagian kepalanya saja. Namun sedikit demi sedikit penisku masuk dan akhirnya seluruh batangku masuk ke dalam memeknya. Setelah aku diamkan sejenak, aku mulai bergerak keluar dan masuk, dan sempat kulihat cairan berwarna merah muda, tanda keperawanannya telah kudapatkan. Erangan nikmat kami berdua, terdengar sangat romantis saat itu. Lia belajar sangat cepat, dan memeknya terasa meremas-remas penisku dengan sangat lembut. Hingga belasan menit kami bersetubuh dengan gaya yang sama, karena ku pikir nanti saja mengajarkannya gaya lain.

Penisku sudan berdenyut-denyut tanda bahwa tak lama lagi aku akan ejakulasi. Aku tanyakan pada Lia, apakah dia juga sudah hampir orgasme. Lia mengangguk pelan sambil tersenyum. Dengan aba-aba dariku, aku mengajaknya untuk orgasme bersama. Lia semakin keras mengelinjang, hingga akhinya aku katakan kita keluar sama-sama. Beberapa saat kemudian aku rasakan air maniku muncrat dengan derasnya di dalam memeknya yang juga menegang karena orgasme.

Lia memeluk badanku dengan erat, lupa bahwa aku adalah majikannya, dan akupun melupakan bahwa Lia adalah pembantuku, aku memeluk dan menciumnya dengan erat. Dengan muka sedikit malu, Lia tetap tertidur di sampingku di sofa tersebut. Kuperhatikan dengan lega tidak ada penyesalan di wajahnya, tetapi kulihat kepuasan. Aku katakan padanya bahwa permainannya sungguh hebat, dan mengajaknya untuk mengulang jika dia mau, dan dijawab dengan anggukkan kecil dan senyum.

Sejak saat itu, kami sering melakukan jika istriku sedang tidak ada. Di kamar tidurku, kamar tidurnya, kamar mandi, ruang tamu, ruang makan, dapur, garasi, bahkan dalam mobil. Lia ikut bersama kami hingga tahunan, hingga dia dipanggil oleh orang tuanya untuk dikawinkan. Ia dan aku saling melepas dengan berat hati. Namun sekali waktu Lia datang ke rumahku untuk khusus bertemu denganku, setelah sebelumnya menelponku untuk janjian. Anak satu-satunyapun menurutnya adalah anakku, karena suaminya mandul. Tapi tidak ada yang pernah tahu.
-------------------------------------------------------------------------------------

my cousin

Kisah ini bermula setahun yang lalu, dimana aku harus jaga rumah, karena anak dan istriku sedang berkunjung ke saudaranya selama lebih dari seminggu.
Sore itu sekitar jam lima sore, teleponku berdering, lalu kuangkat dan terdengar suara lembut seorang wanita namun dengan background yang lumayan ramai.
“Halo…, Dik Yanti ada”, suara itu sepertinya kukenal, namun sungguh aku lupa siapa dia, yang lebih membuatku bertanya-tanya, dia mencari istriku (Yanti).
Aku pun menjawab apa adanya “Yanti sedang ke Solo, ada yang bisa saya bantu?”.
“Lho, ini Dik Bandi ya…, aku Arie, Dik, aku sedang di terminal bis, boleh aku mampir ke rumahmu sebentar?”, belum sempat kujawab permintaannya, telepon sudah ditutup, dan aku sendiri masih bertanya-tanya, siapa Arie itu?

Selang satu jam kemudian, ada sebuah taxi yang berhenti di depan rumah, aku melihat dari arah dalam jendela rumah, seorang wanita muda keluar serta menenteng sebuah tas traveler yang lumayan besar. Di bawah keremangan sinar lampu jalan, aku mulai bisa melihat wajahnya. Ya ampun…, ternyata dia adalah Mbak Arie, kakak sepupuku. Meskipun dia kupanggil “Mbak” tapi dia sepuluh tahun muda dariku, dia anak budeku, kakak dari ibuku. Tersentak aku dari kekagetanku, manakala dia berusaha membuka pintu pagar, akupun berlari menyambutnya, menenteng tasnya yang…, ups ternyata lumayan berat. Kupersilakan dia untuk istirahat sebentar di ruang tamu, dan kuletakkan traveler bagnya di kamar depan, yang memang biasanya selalu kosong itu.

Aku bergegas menemui Mbak Arie dan mengajaknya ngobrol sebentar.
“Mbak Arie mau kemana?”.
“Aku mau ke Bali Dik, tempat kerjaku pindah ke sana”.
Kenanganpun muncul, tatkala aku menatap wajahnya lekat-lekat. Sungguh ia belum berbeda ketika aku bertemu dia sembilan tahun yang lalu, ketika ia masih kelas tiga SMP.

Arie adalah gadis yang manis, sekilas ia seperti artis Maudy Koesnaedy. Tubuhnya yang putih bersih dengan tinggi sedang dibalut T-shirt MCM putih dan celana jeans strecth yang membungkus pinggul dan kakinya yang indah (paling tidak menurutku). Payudaranya sedang besarnya, padahal dulu lumayan kecil kalau tidak bisa dibilang rata. Aku bisa mengatakan demikian, karena dulu sungguh kenangan ini seperti barusan kemarin terjadi.

Waktu itu (sembilan tahun yang lalu dan masih bujangan), aku berkunjung ke rumahnya (di sebuah kota besar di Jawa Tengah), selama seminggu aku tinggal di rumahnya yang besar, yang dihuni Bude, Mas Bayu(sulung) dan Mbak Arie(ragil). Aku sendiri seperti menaruh perhatian khusus kepadanya. Aku tidak tahu ini perasaan sayang atau hanya sekedar suka saja. Ia kelihatan bongsor untuk anak seusianya 14 tahun, namun sungguh, ia seperti kekanak-kanakan. Sering di saat aku membantunya dalam belajar bahasa Inggris, kucium keningnya disaat ia mulai suntuk, untuk memberi semangat supaya giat belajar kembali, namun lama-lama perasaan yang sekedar memberi semangat itupun berubah, aku sering juga mencium kelopak matanya, pipinya dan akhirnya kucium bibirnya disaat ia benar-benar ketiduran di atas meja belajarnya, karena kupaksa untuk menyelesaikan latihan ulangannya. Kugendong tubuhnya untuk kupindah ke tempat tidurnya. Mbak Arie tak bergerak sedikitpun, saat kubaringkan di ranjangnya, terlalu capek rupanya. Terkesiap sejenak aku dibuatnya, jantungku mulai berdegup kencang, saat kulihat rok mininya tersingkap ke atas. Penisku mendadak menggeliat bangun.

Kukunci pintu kamarnya, entah dorongan dari mana, ada keinginan untuk mencium kemaluannya. Perlahan-lahan kuturunkan celana dalamnya dan terlepas. Kulihat lekat-lekat liang kewanitaannya yang tak satupun bulu tumbuh diatasnya, sebuah gundukan daging yang mengundang hasratku untuk segera menciumnya. Kuangkat kedua pahanya, sehingga posisi kakinya membentuk huruf “O”. Clitorisnya yang merah muda menyembul keluar. Akupun menciumnya lembut dan aroma kemaluan seorang perawan yang khaspun tercium. Penisku semakin tegang dan sakit, karena posisiku yang kurang menguntungkan. Aku terus mencium dan menjilati naik turun. Lubang kemaluannya basah karena ludahku.

Sejenak aku kaget, karena Mbak Arie mulai menggeliat, aku cepat-cepat menarik selimut untuk sekedar menutupi posisi kakinya. Namun posisinya tidak berubah sampai ia tertidur kembali. Akupun semakin penasaran untuk mengulangi kembali, kali ini tidak saja kujilati, tapi aku mulai menghisap clitorisnya yang kelihatan semakin memerah, aku seperti kesetanan menghisap yang lainnya. Aku berusaha membuka liang kewanitaannya dengan kedua ibu jariku, kelihatan lubang kemaluannya masih kecil dan terlihat nyaris rapat. Kujilati lubangnya, kuusahakan ujung lidahku menerobos lubang yang sempit itu, sampai pada saatnya kemudian ia terbangun dalam keadaan aku masih asyik menjilati bibir kemaluannya.
“Kamu apakan punyaku Dik?”.
Tenggorokanku seakan tersekat sesuatu, sehingga tidak mampu menjawab, apalagi melihat wajahnya. Naluriku mengatakan pasti ia benar-benar marah atas kelakuanku tersebut, dan aku tidak tahu, aku harus bagaimana setelah ini, aku hanya bisa menunggu. Sampai beberapa menit kemudian, tangannya meraih wajahku dan mengangkatnya perlahan-lahan, sampai wajahku dan wajahnya berhadap-hadapan.
Sekali lagi dia bertanya “Diapakan punyaku Dik?”.
“Aku sayang Mbak Arie…, maafkan aku Mbak” kataku mengiba. Namun keadaan yang tidak kuduga-duga, Mbak Arie mencium bibirku.
“Aku sudah merasakannya, sejak Dik Bandi menciumku di meja tadi”, bisiknya ditelingaku
Akupun langsung melumat bibirnya, tangan kananku berusaha mencari-cari payudaranya yang hanya seperti puting saja.

Akupun menyingkap t-shirtnya untuk mengalihkan ke payudaranya. Kuhisap putingnya, Mbak Arie hanya mendesis-desis dan mencengkeram pinggangku erat-erat. Kuhisap bergantian kiri dan kanan puting payudaranya, sampai akhirnya kuhisap kembali liang kewanitaannya yang sudah sangat basah. Kuhisap clitorisnya dengan gemas, dicengkeramnya kepalaku, ia menggerakkan bokongnya naik turun, sampai pada saat berikutnya, ditendangnya pundakku keras-keras sehingga bibirku terlepas dari liang kewanitaannya. Belakangan aku ketahui ia mengalami orgasme yang hebat, sehingga ia tidak bisa lagi menguasai gerakannya. Kupeluk dia, agar ia segera dapat menguasai dirinya kembali.
Demi menjaga perasaannya, akupun berusaha untuk mengeluarkan penisku yang sudah tersiksa sejak tadi dan kuperlihatkan kepadanya. Dielus-elusnya penisku, sambil diamatinya cermat-cermat (mungkin Mbak Arie baru melihat penis yang membesar itu pertama kali), dipermainkannya penisku sampai digesek-gesekannya ke puting payudaranya, sampai pada saat aku sudah tidak bisa lagi menahan cairan di penisku keluar kemana-mana.
Mbak Arie terlihat bergerak sekenanya untuk menghindari.
“Apa itu tadi Dik?”.
“Itu spermaku Mbak, itu yang bisa membuat perempuan hamil kalau sempat masuk ke sini”, sambil kuusap liang kewanitaannya.
Mbak Arie memelukku, akupun menyambutnya dengan mendekapnya erat-erat.
-------------------------------------------------------------------------------------

murid kesayangan

Seperti biasa pada pagi yang cerah Lhian bersiap untuk berangkat sekolah. Lhian S, gadis cantik bertubuh tinggi, sexy dan putih mulus. Gadis berkacamata ini cukup pintar dan rajin dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Dia dikenal sebagai gadis nomor satu disekolahnya. Sifatnya yang tomboy memudahkan para teman prianya untuk menikmati tubuh Lhian dengan memandangi payudara, paha, pinggul, ketiak dan pantatnya yang besar. Karena Lhian sangat mudah bergaul dengan anak cowok. Tinggi Lhian sekitar 168 cm, dan beratnya 55 kg.

Lhian memang mempunyai tubuh yang paling sempurna di sekolahnya. Dengan ukuran bra 36B, ia kadang tidak memakai bra untuk menyangga susunya ketika bermain dengan teman-temannya. Para teman cowoknya yang beruntung saat itu, akan dapat menikmati pemandangan yang membuat jakun pria naik turun. Mereka berharap bisa menjamah kantong susu itu, dan meminum susunya. Meskipun tidak mengenakan bra, susu Lhian yang hanya ditutupi kaos terlihat kencang dan tegak. Itu karena Lhian rajin berolahraga, baik itu push-up, sit-up, jogging, basket, dll. Sehingga susunya pun sangat padat dan kenyal. Tapi yang paling menonjol adalah buah pantatnya yang besar dan luar biasa montok. Lhian terpilih mempunyai pantat terindah oleh teman-teman cowoknya. Disamping itu Lhian selalu memakai rok birunya yang ketat, pantatnyapun bergantian naik-turun ketika ia berjalan. Garis celana dalamnya tercetak jelas di belakang roknya, menandakan betapa padat dan montoknya pantatnya.

Selama proses belajar mengajar, para guru laki-laki yang mengajarnya sering memperhatikan Belahan payudara Lhian yang kadang terlihat sedikit menyembul keluar, dan roknya yang tersingkap sehingga pahanya yang putih mulus terpampang jelas dimata gurunya. Lhian kadang sengaja membiarkan beberapa bagian tubuhnya diamati. Lhian mempunyai pinggul yang lebar, pantat yang sekal dan paha yang besar dan gempal menggairahkan. bahkan tidak jarang teman-teman cowok dikelasnya yang nekat masturbasi dikelas ketika sedang jam pelajaran, karena tidak tahan melihat paha atau pantat Lhian didepannya. Lhian sangat bersemangat disekolahnya. Ia aktif mengikuti kegiatan ekstra di sekolahnya seperti pramuka dan paskibraka. Lhian sekolah di sebuah SMU swasta yang terkenal dikotanya, sekarang ia kelas 3.

*****

Pagi sekali sekitar pukul 06. 30 dia sudah menunggu angkutan kota menuju sekolahan nya, jarak sekolahnya tidak terlalu jauh sekitar 5 km. Apalagi nanti ada upacara. Tiba-tiba ketika Lhian sedang asyik-asyiknya jalan sendiri sambil baca buku pelajaran, ada seorang naik mobil menghampirinya.
"Halo Lhian kok jalan?", tanya si pengendara mobil itu yang ternyata adalah Pak Bambang guru Fisikanya.
"Lho Bapak kok jam segini sudah berangkat?" tanya Lhian spontan.
"Iya saya habis nginap di tempat saudara, takutnya telat. Kalo mo ke sekolah, ayo ikut Bapak saja" ajak Pak Bambang.

Karena Lhian sudah kenal benar dengan yang namanya Pak Bambang. Akhirnya mau juga nebeng Pak Bambang. Tapi Lhian nggak tahu disitulah awal bencana bagi Lhian.
"Dik Lhian nggak keberatan khan kalau kita mampir dulu ke rumah adik saya, soalnya saya baru ingat kalau buku laporan saya tertinggal di sana?" Pak Bambang membuat alasan.
"Iya Pak tapi cepetan yah, biar nggak telat"
Tiba-tiba Pak Bambang mempercepat kecepatan mobilnya dengan sangat tinggi dan arahnya ke rumah kosong di pedesaan yang jarang terjamah orang.

Sesampainya disitu Lhian ditarik dengan paksa masuk ke dalam rumah kosong dan disitu sudah ada Pak Wahyu, Pak Joko yang merupakan wali kelas Lhian yang sudah lama mengamati Lhian dan nggak ketinggalan kepala sekolah Pak Budi dan wakil kepala sekolahnya yang namanya Pak Dono. Mereka semua nampaknya sudah menunggu semenjak tadi.
"Halo Lhian, sudah ditunggu dari tadi lho?", seru salah seorang dari mereka.
"Apa-apaan nih? Apa yang Bapak-Bapak lakukan disini?", Lhian mulai kebingungan.

Lhian menjerit karena dia mulai digerayangi.
"Bangsat tua bangka jangan coba-coba sentuh saya".
"Diam, kamu pengin lulus nggak? Berani melawan perintah gurumu yah", kata Pak Budi selaku guru Matematika.
Lhian mencoba melawan dengan memukuli dan menendang gurunya. Tapi Lhian kalah setelah ia dihantam perutnya oleh Pak Joko guru olahraganya, dan di gampar pipinya berkali-kali sampai Lhian kelenger hingga merah dan bibirnya berdarah. Lhian meringis kesakitan.
"Nah sekarang emut dan hisep kontol saya, kontol Pak Andi, kontol Pak Joko dan Pak Dono yang kenceng nyedotnya, kalo nggak saya obrak-abrik rahim kamu biar nggak bisa punya anak Mau?",

Karena ketakutan akhirnya Lhian mengulum kontol para gurunya. Lhian menyedot penis mereka satu-persatu dengan bibirnya yang merah dan mulutnya yang mungil, sambil tangannya menggenggam penis para Bapak guru sambil mengocok-ngocoknya.
"Nah gitu terus yang enak ayo jangan berhenti, telen pejuhnya biar kamu tambah pinter", seru Pak Bambang.
"Mmmphh, slerrpp, mmhh" Dengan terpaksa Lhian menghisap kontol-kontol mereka sampe mereka semua pada orgasme.
"Edan, nih cewek nyepongnya mantep banget Lhian, lo pasti sudah sering nyepongin kontol temen-temen lo yah? haa, ha, ha, ha".
Guru Lhian satu persatu menyemburkan sperma mereka ke dalam mulut Lhian, dan mengalir ke tenggorokannya. Walaupun Lhian hampir muntah dia memaksakan untuk menelan pejuh kelima orang itu. Dia masih tak percaya dioral oleh gurunya sendiri. Wajah Lhian mulai terlihat kelenger lagi, sepertinya ia mabuk sperma, merasakan mual pada perutnya.

Setelah mereka puas memperkosa mulut Lhian ternyata mereka langsung menelanjangi Lhian. Pak Dono memegang kedua tangan Lhian, Pak Budi memelorotkan rok abu-abunya, Pak Joko merobek pakaian dan kutang Lhian.
"Nih murid teteknya putih banget, gede lagi, putingnya coklat pasti manis nih Wahh, kenyal sekali, lembut banget Bapak-Bapak" Pak Joko mengomentari payudara Lhian, sambil mulai meremas-remas payudara Lhian.
Dalam sekejap Lhian sudah dalam keadaan tanpa busana.
"Jangan Pak jangan, atau saya akan melapor ke polisi", seru Lhian sambil teriak.
"Ooo, coba saja nanti, sekarang sebaiknya kamu persiapkan diri kamu untuk menerima pelajaran khusus" Seru Pak Budi sambil menjambak rambut Lhian.
Lhian sekarang hanya mengenakan celana dalam putih saja.

Ketika Pak Budi hendak beraksi tiba-tiba Pak Bambang protes, "karena saya yang dapat perek ini maka saya duluan yang memperkosanya."
Tanpa membuang waktu lagi kini diputarnya tubuh Lhian menjadi tengkurap, kedua tangannya yang ditarik kebelakang menempel dipunggung sementara dada dan wajahnya menyentuh kasur. Kedua tangan kasar Pak Bambang itu kini mengusap-usap bagian pantat Lhian, dirasakan olehnya pantat Lhian yang sekal. Sesekali tangannya menyabet pantat Lhian dengan keras, bagai seorang Ibu yang tengah menyabet pantat anaknya yang nakal "Plak, Plak.".
"Wah sekal sekali pantat kamu Lhian, kenyal, gila nih Don, paha murid kita satu ini gede amat. Putihnya ya ampun, banyak bulu-bulu halusnya lagi di pahanya" ujar Pak Bambang sambil terus mengusap-usap dan memijit-mijit pantat Lhian sambil sesekali mencabuti bulu-bulu di paha Lhian yang putih gempal itu.
Lhian mengaduh kesakitan.
"Bakal mabuk nih kita nikmatin pantat segede gini, seperti bokong sapi aja."
"Montoknya, ya ampun, gede, kenyal lagi" sambil memijat pantat Lhian yang memerah karena tamparan tangan Pak Bambang.
Pak Dono lalu menjilati dan menggigiti bongkahan pantat si Lhian.
"Aakhh, bangsat, keparat, jangan sentuh pantat gue", Lhian membentak mereka.
"Plakk" sebuah tamparan sangat keras ke pipi Lhian.
"Diam kamu, pelacur pengin gue rontokin gigi putih loe", Pak Dono balas membentak.

Lhian hanya diam pasrah, sementara tangisannya mulai terdengar. Tangisnya terdengar semakin keras ketika tangan kanan Pak Bambang secara perlahan-lahan mengusap kaki Lhian mulai dari betis naik terus kebagian paha lalu mengelus-elus paha mulus putih Lhian dan akhirnya menyusup masuk kedalam roknya hingga menyentuh kebagian selangkangannya.
"Jangan paak, saya mohon, saya masih perawan pakk", Lhian teriak ketakutan.
Sesampainya dibagian itu, salah satu jari tangan kanan Pak Bambang, yaitu jari tengahnya menyusup masuk kecelana dalamnya dan langsung menyentuh kemaluannya. Kontan saja hal ini membuat badan Lhian agak menggeliat, dia mulai sedikit meronta-ronta, namun jari tengah Pak Bambang tadi langsung menusuk lobang kemaluan Lhian.

"Egghhmm, oohh, shitt, shitt", Lhian menjerit badannya mengejang tatkala jari telunjuk Pak Bambang masuk kedalam liang kewanitaannya itu.
Badan Lhian pun langsung menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan, ketika Pak Bambang memainkan jarinya itu didalam lobang kemaluan Lhian. Nafas Lhian terengah-engah sambil mengerang kesakitan.

Dengan tersenyum terus dikorek-koreknyalah lobang kemaluan Lhian, sementara itu badan Lhian menggeliat-geliat jadinya, matanya merem-melek, mulutnya mengeluarkan rintihan-rintihan yang keluar dari mulutnya itu Pak Bambang menciumi bibir vagina Lhian sambil sesekali memasukkan lidahnya kedalam liang vagina Lhian, kepala Pak Bambang menghilang di bawah selangkangan Lhian sambil kedua tangannya dari bawah meremas -remas pantat Lhian. Sementara Pak Dono meremas payudara kanan Lhian, dan mulutnya mengulum payudara Lhian satunya lagi.
"Pak Bambang, susu murid kesayanganmu ini gurih sekali, harum lagi, kualitas nomer satu".
Pak Dono asyik menyantap payudara Lhian, yang ranum padat dan kenyal sekali.

"Ehhmmpphh, mmpphh, ouughh, sakii..iit, paa..ak".
Lhian terus mengerang kesakitan pada kedua buah dadanya dan kenikmatan pada kemaluannya. Setelah beberapa menit lamanya, kemaluan Lhianpun menjadi basah oleh cairan kewanitaannya, Pak Bambang kemudian mencabut jarinya.

Melihat Lhian yang meronta-ronta, Pak Bambang semakin bernafsu dan dia segera menghunjamkan penisnya ke dalam vagina Lhian yang masih perawan. Walaupun vagina Lhian sudah basah oleh air liur Pak Bambang dan cairan vagina Lhian yang keluar, namun Pak Bambang masih merasakan kesulitan saat memasukkan penisnya, karena vagina Lhian yang perawan masih sangat sempit. Lhian hanya dapat menangis dan berteriak kesakitan karena keperawanannya yang telah dia jaga selama ini akan direnggut dengan paksa seperti itu oleh gurunya sendiri. Lalu dengan ngacengnya Pak Bambang memasukkan batang penisnya lagi.
"Auw aduh duh sshh, saakkii..iitt, pakk.. ammpuu..uunn", terdengar suara dari mulut Lhian yang terlihat kesakitan.
Dia mulai menangis sambil mendesah menikmati kontol Pak Bambang yang mengaduk-aduk liang peranakannya. Terlihat jelas raut wajah Lhian yang menahan sakit luar biasa pada selangkangannya.

Lhian sekarang lebih terdengar suara tertahan ketika penis disodok-sodokkan ke lubang memeknya.
"Huek, hek, hek aah oohh jangan, uh, duh, ampunn pakk", ternyata Lhian telah orgasme.
Sungguh mengasyikan melihat expresi Lhian yang merem-merem sambil menggigit bibir bawahnya. Pak Bambang terus menggenjot memek Lhian. Menit-menitpun berlalu dengan cepat, masih dengan sekuat tenaga Pak Bambang terus menggenjot tubuh Lhian, Lhianpun nampak semakin kepayahan karena sekian lamanya Pak Bambang menggenjot tubuhnya. Rasa pedih dan sakitnya seolah telah hilang, erangan dan rintihanpun kini melemah, matanya mulai setengah tertutup dan hanya bagian putihnya saja yang terlihat, sementara itu bibirnya menganga mengeluarkan alunan-alunan rintihan lemah, "Ahh, ahh, oouuhh".

Lalu Pak Bambang memposisikan tubuh Lhian menungging. Pantat Lhian sekarang terlihat kokoh menantang, ditopang paha panjangnya yang putih dan tegak. Pak Bambang memasukkan kejantanannya yang berukuran 20 cm lebih itu ke vagina Lhian hingga terbenam seluruhnya, lalu dia menariknya lagi dan dengan tiba-tiba sepenuh tenaga dihujamkannya benda panjang itu ke dalam rongga vagina Lhian hingga membuatnya tersentak kaget dan kesakitan sampai matanya membelalak disertai teriakan panjang.
"Aaahh, Stoop, kumohon jangan".
Kedua tangan Pak Bambang memegang pantat Lhian, sedangkan pinggulnya bergoyang-goyang berirama. Sesekali tangan Pak Bambang mengelus-elus pantat Lhian dan sesekali meremas payudara Lhian dari belakang.

Beberapa menit kemudian, Pak Bambang kembali mempercepat goyangan pinggulnya, kemudian dia menarik kedua tangan Lhian. Jadi sekarang persis seperti menunggangi kuda lumping, kedua tangan Lhian dipegang dari belakang sedangkan pantatnya digoyang seirama sodokan penis Pak Bambang. Karena tidak disangga kedua tangannya lagi, kini buah dada Lhian tergencet di atas tikar tipis sebagai alas Lhian disetubuhi. Sedangkan wajah Lhian menghadap keatas dengan mulut menganga mengerang kesakitan. Melihat keadaan Lhian seperti itu, Pak Bambang semakin bersemangat mengebor liang vagina Lhian.

"Anjingg, bangsaatt, perekk, loo, Lhian ngentoott, gue entotin loo".
Pak Bambang merancau tak jelas. Dan akhirnya Pak Bambangpun berejakulasi di lobang kemaluan Lhian, kemaluannya menyemburkan cairan kental yang luar biasa banyaknya memenuhi rahim Lhian.
"Aa, aakkhh, oohh", sambil mengejan Pak Bambang melolong panjang bak serigala, tubuhnya mengeras dengan kepala menengadah keatas.
"Aoohh, oouuhh, bangsaatt, shitt, shitt".
Lhian mengumpat sambil mendesah, tubuhnya mengejang merasakan air mani Pak Bambang membanjiri rahimnya. Puas sudah dia menyetubuhi Lhian, rasa puasnya berlipat-lipat baik itu puas karena telah mencapai klimaks dalam seksnya, puas dalam menyetubuhi Lhian, puas dalam merobek keperawanan Lhian dan puas dalam memberi pelajaran kepada gadis nomor satu di sekolah itu.

Lhian menyambutnya dengan mata yang secara tiba-tiba terbelalak, dia sadar bahwa gurunya telah berejakulasi karena dirasakannya ada cairan-cairan hangat yang menyembur membanjiri vaginanya. Cairan kental hangat yang bercampur darah itu memenuhi lobang kemaluan Lhian sampai sampai meluber keluar membasahi paha dan sprei kasur. Lhian yang menyadari itu semua, mulai menangis namun kini tubuhnya sudah lemah sekali.

Setelah itu Pak Andi maju untuk mengambil giliran. Kali ini Pak Andi mengangkat kedua kaki Lhian ke atas pundaknya, dan kemudian dengan tidak sabar dia segera menancapkan penisnya yang sudah tegang ke dalam vagina Lhian. Pak Andi masih mengalami kesulitan saat memasukkan penisnya, meskipun vagina Lhian kini sudah licin oleh sperma Pak Bambang dan juga cairan vagina Lhian. Vagina Lhian masih sangat sempit. Kembali vagina Lhian diperkosa secara brutal oleh Pak Andi, dan Lhian lagi-lagi hanya dapat berteriak kesakitan.

"Bangsatt, akkhh, bajingaann, sudahh, sudahh, keparaatt"
Namun kali ini Lhian tidak berontak lagi, karena dia pikir itu hanya akan membuat gurunya semakin bernafsu saja.

Sementara itu Pak Andi terus memompa vagina Lhian dengan cepat sambil satu tangannya meremas-remas payudara Lhian yang bulat kenyal dan tidak lama kemudian dia mencapai puncaknya dan mengeluarkan seluruh spermanya di dalam vagina Lhian.
"Ooohh, makan nih pejuh gue".
Lhian hanya dapat meringis kesakitan, tubuhnya telentang tidak berdaya di lantai. Walaupun tangan dan kakinya sudah tidak dipegangi lagi, dan membayangkan dirinya akan hamil karena saat ini adalah masa suburnya. Dia dapat merasakan ada cairan hangat yang masuk ke dalam vaginanya. Darah perawan Lhian dan sebagian sperma Pak Andi mengalir lagi keluar dari vaginanya.

"Hmmpphh, hhmmpp, oohhkk, oughh", Lhian menjerit dengan tubuhnya yang mengejang ketika Pak Budi mulai menanamkan batang kemaluannya didalam lobang kemaluan Lhian.
Matanya terbelalak menahan rasa sakit dikemaluannya, tubuhnya menggeliat-geliat sementara Pak Budi terus berusaha menancapkan seluruh batang kemaluannya. Memang agak sulit selain meskipun sudah dimasuki dua penis tadi, usia Lhian juga masih tergolong muda sehingga kemaluannya masih sangat sempit.

Akhirnya dengan sekuat tenaganya, Pak Budi berhasil menanamkan seluruh batang kemaluannya didalam vagina Lhian. Tubuh Lhian berguncang-guncang disaat itu karena dia menangis merasakan sakit dan pedih tak terkirakan dikemaluannya itu. Diapun terus memohon kepada Pak Budi agar mau melepaskannya.
"Ahh, rasain loe, akhirnya aku bisa ngerasain jepitan memek kamu sayang", bisiknya ketelinga Lhian.
"Oouuhh, Paakk, saakiitt, Paak, ampuunn", rintih Lhian dengan suara yang megap-megap.
Jelas Pak Budi tidak perduli. Dia malahan langsung menggenjot tubuhnya memompakan batang kemaluannya keluar masuk lobang kemaluan Lhian.

"Aakkhh, oohh, oouuhh, oohhggh", Lhian merintih-rintih, disaat tubuhnya digenjot Oleh Pak Budi, badannyapun semakin menggeliat-geliat.
Otot-otot dinding vaginanya kuat mengurut-urut batang kemaluan Pak Budi yang tertanam didalamnya, karenanya Pak Budi merasa semakin nikmat. Sambil memukuli perut Lhian dengan tangannya, berharap agar vagina Lhian mencengkram penisnya dengan lebih erat karena lobang vagina Lhian semakin mengendur.

Tiba-tiba Pak Budi mencabut penisnya dan dia duduk di atas dada Lhian. Pak Budi mendempetkan kedua buah payudara Lhian yang kecil dengan kedua tangannya dan menggosok-gosokkan penisnya di antara celah kedua payudara Lhian, sampai akhirnya dia memuncratkan spermanya ke arah wajah Lhian. Lhian gelagapan karena sperma Pak Budi mengenai bibir dan juga matanya. Setelah itu Pak Budi masih sempat membersihkan sisa sperma yang menempel di penisnya dengan mengoleskan penisnya ke payudara Lhian dan ke puting susunya. Kemudian Pak Budi menampar payudara Lhian yang kiri dan kanan berkali-kali, sehingga payudara Lhian berwarna kemerahan dan membuat Lhian merasa perih dan kesakitan.

Selanjutnya dua orang, Pak Joko dan Pak Dono maju. Mereka kini menyuruh Lhian untuk mengambil posisi seperti merangkak. Kemudian Pak Joko berlutut di belakang pantat Lhian dan mulai mencoba memasukkan penisnya ke lubang anus Lhian yang sangat sempit.
"Gila nih cewek, bokongnya montok banget kenyal lagi, lihat nih Tin paha si Lhian. Gempal, gede, Putih banget. Bener kata Pak Bambang" Kata Pak Joko.
"Ampuunn, jangan sodomi saya paakk, saya mohoonn".
Membayangkan kesakitan yang akan dialaminya, Lhian mencoba untuk berdiri, tetapi kepalanya dipegang oleh Pak Dono yang segera mendorong wajah Lhian ke arah penisnya. Kini Lhian dipaksa mengulum dan menjilat penis Pak Dono. Penis Pak Dono yang tidak terlalu besar tertelan semuanya di dalam mulut Lhian.

Sementara itu, Pak Joko masih berusaha membesarkan lubang anus Lhian dengan cara menusuk-nusukkan jarinya ke dalam lubang anus Lhian.
"Akkhh, oohh, aahh, sshh, perihh, pakk"
Sesekali Pak Joko menampar pantat Lhian dengan keras, sehingga Lhian merasakan pantatnya panas.
"Gila nih perek, bokongnya gede tapi lobangnya kecil banget" Kemudian Pak Joko juga berusaha melicinkan lubang anus Lhian dengan cara menjilatinya.
Lhian merasakan sensasi aneh yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya saat lidah Pak Joko menjilati lubang anusnya. Ia berada dibelakang Lhian dengan posisi menghadap punggung Lhian.

Ketika lobang dubur Lhian agak terbuka, Pak Joko menuang sebotol minyak goreng kedalam lobang dubur Lhian. Setelah itu kembali direntangkannya kedua kaki Lhian selebar bahu, dan, "Aaakkhh.", Lhian melolong panjang, badannya mengejang dan terangkat dari tempat tidur disaat Pak Jokol menanamkan batang kemaluannya didalam lobang anus Lhian. Rasa sakit tiada tara kembali dirasakan didaerah selangkangannya, dengan agak susah payah kembali Pak Joko berhasil menanamkan batang kemaluannya didalam lobang anus Lhian, meskipun baru masuk setengahnya. Setelah itu tubuh Lhian kembali disodok-sodok, kedua tangan Pak Joko meraih payudara Lhian serta meremas-remasnya.

Tidak lama kemudian Lhian kembali menjerit kesakitan. Rupanya anusnya sudah jebol oleh penis Pak Joko yang berhasil masuk seluruhnya dengan paksa. Kini Pak Joko memperkosa anus Lhian perlahan-lahan, karena lubang anus Lhian masih sangat sempit dan kering. Ketika Pak Joko menarik penisnya, mulut dubur Lhian ikut tertarik sehingga terlihat monyong keluar. Lalu Pak Joko menyodokkan lagi penisnya, sehingga kini dubur pantat Lhian mengempot.
"Aaakkhh, ouughh, sakii..iitt, pak, periihh, akuu, nggakk.. kuatt, pakk, periihh, sakiitt".
Lhian menjerit keras sekali, ia baru saja merasakan rasa sakit yang teramat-sangat yang pernah dirasakannya. Pak Joko merasakan kesakitan sekaligus kenikmatan yang luar biasa saat penisnya dijepit oleh anus Lhian. Pak Joko merasa penisnya lecet didalam pantat Lhian. Kenikmatan yang terus-menerus dirasakannya ketika menunggangi pantat Lhian. Tak terbayang bagaimana wajah orang tua Lhian, jika menyaksikan persetubuhan yang tidak manusiawi yang dialami putrinya. Anak perempuan yang mereka rawat dengan kasih sayang hingga remaja dan dibiayai, sekarang tubuhnya sedang menungging telanjang bulat, pantatnya disodomi oleh gurunya sendiri.

Seperempat jam lamanya Pak Joko menyodomi Lhian, waktu yang lama bagi Lhian yang semakin tersiksa itu.
"Eegghh, aakkhh, oohh".
Dengan mata merem-melek serta tubuh tersodok-sodok, Lhian merintih-rintih, sementara itu kedua payudaranya diremas-remas oleh kedua tangan Pak Joko. Saat Lhian berteriak, kembali Pak Dono mendorong penisnya ke dalam mulut Lhian, sehingga kini Lhian hanya dapat mengeluarkan suara erangan yang tertahan, karena mulutnya penuh oleh penis Pak Dono. Tubuh Lhian terdorong ke depan dan ke belakang mengikuti gerakan penis di anus dan mulutnya.

Kedua payudara Lhian yang menggantung dengan indah bergoyang-goyang karena gerakan tubuhnya diremas-remas dengan brutal oleh Pak Joko. Lhian berteriak-teriak kesakitan.
"Aakkhh, oohh, oouhh, aammp, uunn, pakk"
Keadaan ini terus berlangsung sampai akhirnya Pak Joko dan Pak Dono mencapai klimaks hampir secara bersamaan. Pak Joko yang sudah tidak tahan karena seret dan panasnya dubur Lhian menyemburkan spermanya di dalam anus Lhian, Lhian merasakan perih pada rongga duburnya yang lecet tersiram sperma Pak Joko. Dan Pak Dono menyemburkan spermanya di dalam mulut Lhian. Lhian terpaksa menelan semua sperma Pak Dono agar dia dapat tetap bernafas. Lhian hampir muntah merasakan sperma itu masuk ke dalam kerongkongannya, namun tidak dapat karena penis Pak Dono masih berada di dalam mulutnya. Lhian membiarkan saja penis Pak Dono berada di dalam mulutnya untuk beberapa saat sampai Pak Dono menarik keluar penisnya dari mulut Lhian. Sebagian sisi sperma Pak Dono yang tidak tertelan meluber keluar bercampur dengan air liur Lhian.

Kemudian Pak Dono memaksa Lhian untuk membersihkan penisnya dari sperma dengan cara menjilatinya. Pak Joko juga masih membiarkan penisnya di dalam anus Lhian dan sesekali masih menggerak-gerakkan penisnya di dalam anus Lhian, mencoba untuk merasakan kenikmatan yang lebih banyak. Lhian dapat merasakan kehangatan sperma di dalam lubang anusnya yang secara perlahan mengalir keluar dari lubang anusnya. Perih yang luar biasa dirasakan lobang pantat Lhian yang lecet-lecet.

Setelah Pak Joko mencabut penisnya dari anus Lhian, lalu Pak Dion mengambil kursi dan duduk di atasnya. Dia menarik Lhian mendekati dan mengangkat tubuh Lhian lalu memposisikan mengangkangi penisnya menghadap dirinya. Pak Dion kemudian mengarahkan penisnya ke vagina Lhian, dan kemudian memaksa Lhian untuk duduk di atas pangkuannya, sehingga seluruh penis Pak Dion langsung masuk ke dalam vagina Lhian.
"Aohh, oouuhh, sakii..itt, udahh, Paak, ngiluu paakk", Lhian mengerang kesakitan.
Setelah itu, Lhian dipaksa bergerak naik turun, sementara Pak Dion meremas dan menjilati kedua payudara dan puting susu Lhian. Sesekali Pak Dion menyuruh Lhian untuk menghentikan gerakannya untuk menahan orgasmenya. Pak Dion dapat merasakan vagina Lhian berdenyut-denyut seperti memijat penisnya, dan dia juga dapat merasakan kehangatan vagina Lhian yang sudah basah.

Pak Dion masih belum puas. Dia memiringkan tubuh Lhian lalu mengangkat kaki kanan Lhian ke bahunya dan mulai menyodok-nyodokan penisnya di liang kemaluan Lhian. Lhian menahan sakit bercampur nikmat itu dengan menggigit bibirnya sendiri hingga berdarah, wajahnya yang sudah penuh air mata dan memar bekas tamparan itu tidak membuat iba gurunya itu. Pak Dion tanpa kenal ampun berkali-kali menghujamkan senjatanya dengan sepenuh tenaga. Temannya yang gendut itu juga menjilati payudara Lhian yang bergoyang-goyang akibat irama pinggul Pak Dion, lidahnya bermain-main di ujung putingnya yang sudah sangat keras. Pak Dion tidak dapat bertahan lama, karena dia sudah sangat terangsang sebelumnya ketika melihat Lhian diperkosa oleh para rekannya, sehingga dia langsung memuncratkan spermanya ke dalam vagina Lhian. Lhian kembali merasakan kehangatan yang mengalir di dalam vaginanya.

Selanjutnya, Pak Gatot yang mengambil giliran untuk memperkosa Lhian. Dia menarik Lhian dari pangkuan Pak Dion, kemudian dia sendiri tidur telentang di lantai. Lhian disuruh untuk berlutut dengan kaki mengangkang di atas penis Pak Gatot. Kemudian secara kasar Pak Gatot menarik pantat Lhian turun, sehingga vagina Lhian langsung terhunjam oleh penis Pak Gatot yang sudah berdiri keras.
"Akkhh, aakkhh, oogghh,". teriakan memilukan keluar dari mulut Lhian.
Penis Pak Gatot, yang jauh lebih besar daripada penis-penis sebelumnya meskipun tubuhnya pendek yang memasuki vagina Lhian, masuk semuanya ke dalam vagina Lhian, membuat Lhian kembali merasakan kesakitan karena ada benda keras yang masuk jauh ke dalam vaginanya. Lhian merasa vaginanya dikoyak-koyak oleh penis Pak Gatot. Pak Gatot memaksa Lhian untuk terus menggerakkan pinggulnya naik turun, sehingga penis Pak Gatot dapat bergerak keluar masuk vagina Lhian dengan leluasa. Kedua Payudara Lhian besar menggantung bebas, naik turun seirama tubuhnya.

Kemudian Pak Gatot menjepit kedua puting susu Lhian dan menariknya ke arah dadanya, sehingga kini payudara Lhian berhimpit dengan dada Pak Gatot. Pak Gatot benar-benar terangsang saat merasakan kedua payudara Lhian yang kenyal dan hangat menempel rapat ke dadanya. Melihat posisi seperti itu, Pak Joko melepas ikat pinggangnya dan mulai mencambuk punggung dan bongkahan pantat Lhian beberapa kali.
"Akkhh, aakhh, damn, shitt", Lhian kembali merasakan perih luar biasa pada punggung, pantat, dan pahanya.
Cambukan Pak Joko sangat keras sehingga membuat garis lurus merah di kulit punggung pantat, dan paha Lhian.

Walaupun cambukan itu tidak terlalu keras, namun Lhian tetap merasakan perih dan panas di punggung dan pantatnya, sehingga dia berhenti menggerakkan pinggulnya. Merasakan bahwa gerakan Lhian terhenti, Pak Gatot marah. Kemudian dia mencengkeram kedua belah pantat Lhian dengan tangannya, dan memaksanya bergerak naik turun sampai akhirnya Lhian menggerakkan sendiri pantatnya naik turun secara refleks. Pak Gatot mencengkram pinggul Lhian, lalu membuat goyangan memutar sehingga ia merasakan sensasi luar biasa dengan goyangan mengebor Lhian itu.
"Oohh, sshh, shh", Pak Gatot mendesah kenikmatan, sambil merasakan pantat Lhian yang empuk basah menduduki selangkanganya.

Ketika Pak Gatot hampir mencapai klimaks, dia memeluk Lhian dan berguling, sehingga posisi mereka kini bertukar, Lhian tidur di bawah dan Pak Gatot di atasnya. Sambil mencium bibir Lhian dengan sangat bernafsu dan meremas payudara Lhian, Pak Gatot terus menggenjot vagina Lhian. Tidak lama kemudian gerakan Pak Gatot terhenti. Pak Gatot mencabut penisnya keluar dari vagina Lhian dan segera menyemprotkan spermanya di sekitar bibir vagina Lhian. Kemudian dia menarik tangan kanan Lhian dan memaksa Lhian untuk meratakan sperma yang ada di sekitar vaginanya dengan tangannya sendiri.

Setelah itu Pak Heru, guru kimianya maju mengambil giliran memperkosa vagina Lhian. Ia mengangkat kedua kaki Lhian dan menyandarkannya diatas bahunya, Pak Heru menempelkan kepala penisnya di mulut vagina Lhian. Dengan kasar Pak Heru menyodokkan Penisnya dengan keras kedalam liang peranakan Lhian. Lalu ia mulai menggenjotnya. Hampir sepuluh menit Pak Heru memompa vagina Lhian dengan kasar, membuat vagina Lhian semakin terasa licin dan longgar. Sebelum mencapai puncaknya, Pak Heru mencabut penisnya dari vagina Lhian dan memaksa Lhian untuk membuka mulutnya lebar-lebar untuk menampung spermanya. Setelah itu, Pak Heru memaksa Lhian untuk berkumur dengan spermanya dan kemudian menelannya. Semua orang disitu tertawa senang melihat itu, sementara Lhian menahan jijik dan rasa malu yang luar biasa karena diperlakukan dengan hina seperti itu. Kini wajah Lhian terlihat mBLenger oleh sperma milik Pak Heru.

Semua posisi yang mungkin dibayangkan dalam hubungan seks sudah dipraktekkan oleh para Guru Lhian terhadap tubuh Lhian. Kali ini Lhian tidak kuat lagi menahan orgasmenya yang ke 20, dan dia mengalami orgasme hebat, namun tidak sehebat yang pertama. Cairan Vaginanya sudah mulai habis. Rongga vaginanya mulai mengering, karena cairan vaginanya sudah hampir habis dkeluarkan. Lhian merasakan sakit luar biasa pada rongga vaginanya. Ditambah penis para gurunya yang tak henti-hentinya menyodok dan menggesek rongga vaginanya yang kering, sehingga membuat rongga vaginanya lecet dan sobek. Hanya darah dari luka di rongga vaginanya lah yang membasahi daging kemaluannya dan burung yang tengah bersarang didalamnya.

Setelah delapan gurunya selesai memperkosa dirinya untuk kesekian kalinya, Lhian akhirnya pingsan karena kecapaian dan karena kesakitan yang menyerang seluruh tubuhnya terutama di vagina, anus dan juga kedua buah payudaranya. Lhian telah diperkosa secara habis-habisan selama empat jam lebih oleh gurunya sendiri. Dan semua kejadian itu direkam oleh Pak Bambang.

lebih-lebih ketika posisi kedua tangan Lhian yang terikat digantung keatas. Pak Andi menjilati dan menciumi ketik Lhian.
"Mmuuahh, ketek lo montok banget sih, rasanya asin tapi gurih dan baunya haruumm"
Liur Pak Andi membasahi ketiak Lhian. Lhian kembali disetubuhi dari 2 arah tentu saja lubang anus dan vaginanya. Lhian kini hanya bisa menggigit bibir sambil kakinya menendang-nendang ke segala arah, sambil sesekali seperti orang mengejan.
"Ouughh, arrkhh, ouhh, udah paa..ak perih, sakiitt, ouughh, aa, akh"
Lhian terus berontak seperti orang kesetanan. Karena dubur Lhian mulai mengering, Pak Andi kembali membasahi dubur Lhian dan batang penisnya sendiri dengan minyak goreng agar licin. Pak Andi menyodomi Lhian untuk ke 4 kalinya. Dilanjutkan dengan Pak Joko lagi, yang senang sekali main sodomi. Apalagi dapat pantat semontok pantat Lhian, ia semakin bernafsu menghancurkan anus Lhian (Anal Destruction).

Kemudian mereka kembali menelentangkan Lhian di lantai, lalu mereka maju semua mencari bagian-bagian tubuh Lhian yang bisa di gunakan untuk memuaskan penis mereka. Pak Joko memasukkan penisnya ke dalam mulut Lhian, dan memaksa mengulumnya. Pak Bambang menyarangkan Penisnya ke dalam memek Lhian yang berdarah-darah. Pak Andi melesakkan penisnya yang super besar dan panjang itu ke dalam lobang pantat Lhian yang sudah hancur. Pak Gatot menjepitkan penisnya di antara belahan payudara Lhian, kemudian menggosok-gosoknya sambil memelintir dan menarik puting susu Lhian yang coklat mungil dan membengkak. Pak Dono menaruh penisnya di tengah-tengah ketiak kanan Lhian yang gemuk putih dengan beberapa helai rambutnya, lalu menjepitnya dan memaju mundurkan penisnya di dalam jepitan ketiak Lhian. Sedangkan Pak Budi melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Pak Dono dengan Menjepitkan penisnya ke ketiak Lhian yang sebelah kiri. Sedangkan Pak Heru Meraih tangan kanan Lhian, kemudian memaksa tangannya mencengkram penisnya lalu membantu tangan Lhian untuk mengocoknya. Yang terakhir yaitu Pak Dion, melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Pak Heru dengan tangan Kiri Lhian.

Akhirnya Lhian yang sudah tidak kuatpun pingsan, dengan Vagina dan anusnya yang dalam keadaan rusak parah, dan terus mengeluarkan darah, sisa sperma, dan sisa cairan vagina dan duburnya. Kedua payudaranya bengkak memerah dan lecet-lecet, puting susunya yang coklat mungil sobek. Darah dan sperma berceceran dimana-mana. Sudah puas para guru tersebut, mereka membersihkan diri lalu meninggalkan tubuh Lhian yang bugil dan berlepotan darah dan sperma dalam keadaan pingsan.

******

Setelah para guru Lhian pergi, muncullah beberapa siswa pria di sekolah Lhian yang diam-diam mengikuti gurunya. Ketika menemui tubuh Lhian yang pingsan dalam keadaan telanjang bulat. Mereka mulai memperkosa tubuh Lhian yang masih tidak sadar. Satu diantara mereka menelepon teman-temannya di sekolah. Sekitar 20 menit kemudian datanglah sekitar 40 siswa laki-laki di sekolah Lhian. Lalu mereka mulai menikmati tubuh Lhian secara bergantian ataupun bersama-sama. Ketika sadar, Lhian hanya bisa teriak dan memohon, ia tidak punya cukup tenaga untuk melawan. Ia hanya bisa menyaksikan dirinya diperkosa oleh teman-temannya sendiri. Teman-temannya yang sudah lama bermimpi bisa menyetubuhi Lhian, akhirnya tercapai juga.

Setelah puas semua, mereka meninggalkan tubuh Lhian yang pingsan lagi untuk kesekian kalinya itu. Liang vaginanya sudah menganga sangat lebar, merah membengkak, dan sudah tidak berbentuk lagi. Dengan darah segar yang terus mengalir dari lobang vaginanya. Lobang duburnya pun sudah sangat lebar dengan keadaan rusak parah dengan bentuk berantakan, dengan darah, sperma dan cairan kekuningan yang keluar terus menerus dari liang duburnya. Dan dari sela-sela bibirnya mengalir sperma dan air liur dari dalam mulutnya. Wajahnya tetap cantik dengan masih mengenakan kacamata selama ia diperkosa. Tetapi menampakkan penderitaan yang begitu berat.

Karena merasa kasihan, beberapa temannya mengantarkan Lhian ke kostnya. Lhian selalu merasakan perih dan rasa sakit yang teramat sangat ketika ia harus buang air kecil. Karena liang pengeluaran air seninya masih bengkak dan agak tertutup lipatan daging mulut vaginanya yang sobek. Dan juga ketika buang air besar, karena lobang duburnya membuka sangat lebar dan belum mau menutup kembali. Jadi setiap saat, anusnya mengeluarkan kotorannya tanpa Lhian sadari.

******

Setelah peristiwa tersebut, Lhian terus mengunci diri dalam kamar dan diam membisu ketika ditanyai oleh teman ataupun keluarganya. Beberapa hari kemudian Lhian pulang ke asalnya, dan tinggal dengan ortunya. Lhian mengalami shock berat, dan tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Sementara para guru yang memperkosa Lhian, bebas beraktivitas karena Lhian tidak berani memberi kesaksian. Lhian terperangkap dalam trauma perkosaan itu untuk selama hidupnya. Sedangkan para guru yang memperkosanya masih sibuk mencari mangsa siswinya yang lain.

E N D
-------------------------------------------------------------------------------------

luapan birahi

Pagi itu, sinar matahari belum mampu mengusir embun putih yang menyelimuti sebuah villa mewah di kawasan Puncak Pass. Beberapa gerombol embun masih terlihat melayang-layang tertiup angin. Pucuk-pucuk pinus masih berwarna putih tertutupi embun pagi. Rumput di halaman villa masih basah.

Di dalam bathtub yang berisi air hangat, Theo dan Debby duduk berendam sambil berpelukan mesra. Gadis itu duduk di atas paha Theo. Telapak tangannya mengusap-usap menyabuni punggung guru matematikanya itu, dan ia pun merasakan tangan lelaki itu menyabuni punggungnya. Pelukan mereka sangat erat hingga dada mereka saling menekan satu sama lain. Sesekali Debby menahan nafas ketika menggeliatkan badannya.

Dadanya yang menggeliat menyebabkan puting buah dadanya mengalirkan birahi ke sekujur tubuhnya. Puting itu semakin mengeras setelah beberapa kali bergesekan dengan dada Theo yang licin dipenuhi buih-buih sabun. Pangkal pahanya yang terendam air hangat terasa membakar birahi ketika batang kemaluan lelaki itu menyentuh vaginanya. Debby menggerak-gerakkan telapak tangannya dari punggung hingga ke leher Theo. Sambil menyabuni, ditariknya tengkuk lelaki itu.

"Debby sangat mencintai Theo," bisiknya.

Theo mengusap-usap bahu gadis itu dengan busa sabun yang berlimpah. Busa dan buih-buih berbentuk bola-bola kecil meleleh ke bagian atas dada dan punggung Debby. Lalu ditatapnya wajah yang cantik itu. Wajah yang terlihat semakin menarik karena buih-buih sabun memenuhi lehernya yang jenjang. Disibaknya rambut gadis itu ke belakang. Busa dan bola-bola kecil ikut menempel di rambut gadis itu, kemudian bola-bola itu meletus. Menawan. Sangat cantik dan mempesona, bisik hati Theo.

Mungkinkah aku jatuh cinta untuk yang kedua kalinya?, tanya Theo dalam hati. Jatuh cinta terhadap seorang murid yang masih belia dan nakal? Mengapa? Mengapa..? Apakah karena sensasi dan kemanjaan yang diciptakannya? Ah.., gumam Theo sambil menarik nafas panjang. Lalu dikecupnya anak rambut di kening gadis itu. Ia tak mampu memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di benaknya. Tingkah laku Debby yang lembut dan kadang-kadang liar telah melumpuhkan nalarnya. Ia tak mampu berpikir ketika luapan birahi membakar tubuhnya.

"Theo juga sangat mencintai Debby. Sebelumnya tak pernah Theo rasakan nikmatnya terbakar birahi seperti saat ini.." ujar Theo.

Bola mata mereka saling menatap seolah ingin menjenguk isi hati masing-masing. Lalu Theo menarik tubuh gadis itu agar lebih erat menempel ke tubuhnya. Disabuninya punggung gadis itu dengan kedua telapak tangannya. Sambil mengusap-usapkan busa sabun, telapak tangannya terus menyusur hingga tenggelam ke dalam air. Diusap-usapnya bongkah pantat gadis itu.

Sejenak, ia menahan nafas ketika meremas bongkah pantat yang masih kenyal itu. Karena gadis itu duduk di atas pahanya, bongkah pantat itu terasa lebih kenyal daripada biasanya. Batang kemaluan Theo semakin keras ketika bersentuhan dengan vagina gadis itu. Ia dapat merasakan kelembutan bibir luar vagina gadis itu ketika bergesekan dengan bagian bawah batang kemaluannya. Dan dengan usapan lembut, telapak tangannya terus menyusuri lipatan bongkah pantat yang kenyal itu. Ia dapat merasakan lubang dubur Debby di jari tengahnya. Diusap-usapnya beberapa kali hingga ujung jarinya merasakan kehalusan lipatan daging antara dubur dan vagina.

"Theoo.., Theo nakal!" desah Debby sambil menggeliat mengangkat pinggulnya.

Walau tengkuknya basah, Debby merasa bulu roma di tengkuknya meremang akibat nikmat dan geli yang mengalir dari vaginanya. Ia menggeliatkan pinggulnya. Geliat itu menyebabkan telapak tangan Theo semakin bebas mengusap-usap. Membelai. Ia mengecup leher Theo berulang kali ketika merasakan ujung jari Theo menyentuh bagian bawah bibir vaginanya.

Tak lama kemudian, telapak tangan itu semakin jauh menyusur hingga akhirnya ia merasakan lipatan bibir luar vaginanya diusap-usap. Debby berulang kali mengecup leher Theo. Kecupan panas dan liar sebagai ungkapan luapan birahi yang mendera tubuhnya. Sesekali lidahnya menjilat, sesekali menggigit dengan gemas. Ia dapat merasakan lendir birahi yang semakin banyak bermuara di vaginanya.

Karena vaginanya terendam dalam air, usapan-usapan di dinding dan bibir dalam vaginanya terasa menjadi kesat. Setiap kali mengusap, lendir di vaginanya langsung larut ke dalam air. Ujung jari itu menjadi terasa lebih kasar daripada biasanya. Membakar birahi untuk mengalirkan kadar kenikmatan yang lebih tinggi daripada biasanya. Kenikmatannya hampir setara dengan liarnya lidah Theo yang menari-nari di antara lipatan bibir vaginanya ketika mencumbu vaginanya di balkon villa. Ia terpaksa menahan nafas untuk mengendalikan kenikmatan yang ia rasakan di sekujur tubuhnya.

"Aarrgghh.. Sstt.. Sstt.." rintihnya berulang kali.

Lalu ia bangkit dari pangkuan lelaki itu. Ia tak ingin mencapai orgasme hanya karena usapan-usapan jari yang terasa kesat di lubang vaginanya. Tapi ketika berdiri, kedua lututnya terasa goyah. Rasa nikmat di vaginanya telah membuat dirinya seolah sedang melayang-layang. Lututnya seolah kehilangan sendi.

Dengan cepat Theo pun bangkit berdiri. Tangannya segera membalikkan tubuh gadis itu. Ia tak ingin gadis belia yang dicintainya itu terjatuh. Disangganya punggung gadis itu dengan dadanya. Lalu dituangnya kembali cairan sabun ke telapak tangannya. Dan diusap-usapkannya cairan sabun itu di perut gadis belia itu. Ketika menggerakkan telapak tangannya ke arah atas, busa sabun terdorong dan menggumpal di antara jari jempol dan telunjuknya. Dan ketika buih-buih itu terbentur pada lekukan bawah buah dada gadis itu, ia meremasnya dengan lembut.

Kedua buah dada yang kenyal itu terasa licin dan sangat halus. Telapak tangannya terus bergerak ke atas. Ia sengaja membuka jari jempol dan telunjuknya agar puting buah dada yang masih kecil itu terjepit di jarinya. Sejenak, puting yang terjepit itu diremas-remasnya dengan lembut. Puting kiri dan kanan diremasnya bersamaan. Dilepas. Diremas kembali. Lalu telapak tangannya mengusap semakin ke atas dan berhenti di leher jenjang gadis belia itu.

"Theo, aargh.., lama amat menyabuninya, aarrgghh.." rintih Debby sambil menggeliatkan pinggulnya.

Ia merasakan batang kemaluan Theo semakin keras dan besar. Hal itu dapat ia rasakan karena batang kemaluan itu semakin dalam terselip di antara lipatan bongkah pantatnya. Lalu ia mendongakkan kepala sambil menoleh ke belakang. Diangkatnya tangan kanannya untuk menarik leher lelaki itu, lalu diciumnya dengan mesra. Lidahnya menjulur dan bergerak-gerak liar untuk memilin-milin lidah Theo. Tangannya kirinya meluncur ke bawah, lalu meremas biji kemaluan lelaki itu dengan gemas.

Theo menggerakkan telapak kanannya ke arah pangkal paha Debby. Sesaat ia mengusap-usap bulu-bulu ikal di bagian atas vagina gadis itu. Menikmati bulu-bulu yang masih pendek dan halus itu di ujung jari-jarinya. Lalu telapak tangannya meluncur ke bawah. Diusapnya vagina mungil itu berulang kali. Vagina yang baru kira-kira 7 jam yang lalu selaput perawannya dipasrahkan untuk dilewati oleh cendawan batang kemaluannya.

Jari tengahnya terselip di antara kedua bibir luar vagina itu. Diusapnya berulang kali. Telapak tangannya yang dipenuhi buih-buih sabun membuat bibir vagina dan pangkal paha itu menjadi sangat licin. Klitoris itu seolah bergerak menggeliat-geliat ketika ia mengusapkan telapak tangannya. Klitoris yang semakin keras dan licin karena lendir dan buih-buih sabun.

"Aarrgghh..!" rintih Debby ketika merasakan batang kemaluan lelaki itu semakin kuat menekan lipatan bongkah pantatnya.

Ia merasakan lendir birahinya membanjiri vaginanya. Lendir itu pasti bercampur dengan busa sabun, pikirnya. Lalu ia berjongkok agar vaginanya terendam ke dalam air. Dibersihkannya celah di antara bibir vaginanya dengan cara mengusap-usapkan dua buah jarinya.

Ketika menengadah, ia melihat batang kemaluan Theo telah berada persis di hadapannya. Batang kemaluan itu telah membengkak dan terlihat mengangguk-angguk. Ada setetes lendir menghiasi ujung batang kemaluan itu. Persis di bagian tengah cendawan yang berwarna kecokelat-cokelatan itu. Indah sekali, gumamnya. Lalu ditatapnya warna kemerah-merahan di lekukan antara cendawan dan batang kemaluan itu. Bola matanya berbinar-binar mengamati lekukan yang indah itu.

Setelah puas mengamati, diremasnya batang kemaluan itu dengan lembut. Lalu diarahkan ke mulutnya. Dikecupnya bagian ujung cendawan itu. Terdengar bunyi 'cep' ketika ia melepaskan kecupannya. Setetes lendir yang menghiasi ujung cendawan itu berpindah ke bagian dalam celah kedua bibirnya. Sejenak, matanya terlihat setengah terpejam ketika ujung lidah dan kedua bibirnya mencicipi lendir itu.

Tubuh Theo bergetar menahan nikmat ketika ia melihat lidah dan bibir Debby bergerak-gerak mencicipi lendirnya. Dicicipinya dengan penuh perasaan! Erotis sekali! Batang kemaluannya menjadi semakin keras. Berdiri tegak! Ia meraih bahu gadis itu karena tak sanggup lagi mengendalikan tekanan darah yang memenuhi urat-urat di batang kemaluannya.

Setelah berdiri, Debby merasakan telapak tangan Theo mengangkat paha kirinya. Sambil mencium bibirnya, telapak tangan itu tetap menahan bagian belakang pahanya hingga akhirnya ia terpaksa melilitkan kakinya di pinggang lelaki itu. Ia masih berusaha mengatur keseimbangan tubuhnya ketika Theo menyelipkan cendawan kemaluannya ke celah di antara bibir vaginanya. Karena tubuhnya masih belum seimbang, cendawan itu terlepas kembali. Theo agak menekuk kedua lututnya ketika berusaha menyelipkan kembali cendawan kemaluannya. Ia sudah sangat ingin merasakan kembali vagina yang sempit itu meremas batang kemaluannya. Nafasnya mendengus-dengus tak teratur. Dengan terburu-buru, ia mendorong pinggulnya.

"Argh, aarrgghh.., Theo!" rintih Debby.
"Masih sakit?" tanya Theo.
"Sakit dikit.." jawab Debby.

Theo menarik batang kemaluannya perlahan-lahan, kemudian mendorongnya kembali perlahan-lahan pula. Sambil mendorong, ia menatap vagina gadis itu. Pandangannya nanar seolah ada kabut yang menutupi bola matanya ketika ia melihat bibir luar vagina gadis itu ikut terdorong bersama batang kemaluannya. Ia masih menatap terpesona ketika perlahan-lahan menarik kembali batang kemaluannya. Bibir luar vagina itu merekah dan seolah sengaja memperlihatkan lipatan celah vagina yang berwarna pink!

"Masih sakit, Sayang?"
"Hmm!"
"Sakit?"
"Enaak.., Theo!"

Theo tersenyum. Dilumatnya bibir gadis itu sambil menghentakkan pinggulnya. Dengan cepat, batang kemaluannya menghunjam. Ia menghentikan hentakan pinggulnya dan berdiri kejang setelah merasakan mulut rahim gadis itu tersentuh oleh ujung cendawannya. Lalu ditatapnya raut wajah murid yang dicintainya itu sekaligus dikaguminya!

Selain cantik dan dan seksi, muridnya itu pun tak pernah bertanya atau membantah ketika ia menghunjamkan kemaluannya sambil berdiri. Murid yang patuh sekaligus mempunyai ide-ide liar yang sensasional dalam bercinta. Mungkin muridku ini memang dikaruniai bakat bercinta, kata Theo dalam hati. Bakat untuk menaklukkan lelaki! Alangkah beruntungnya aku menjadi gurunya! Perlahan-lahan Theo menarik batang kemaluannya. Sebelah tangannya meremas bongkah pantat gadis itu dan yang sebelah lagi meremas dada.

"Aarrgghh..!" rintih Debby ketika merasakan batang kemaluan Theo kembali menghunjam vaginanya.

Ia terpaksa berjinjit karena batang kemaluan itu terasa seolah membelah vaginanya. Kedua tangannya dengan erat merangkul leher Theo. Ia ingin menggantung di leher lelaki itu. Lututnya terasa lemas menahan kenikmatan yang menjalari sekujur tubuhnya. Panasnya birahi membuat pori-pori di sekujur tubuhnya menjadi terbuka. Butir-butir keringat mulai merembes dari pori-porinya, bercampur dengan busa sabun yang masih tersisa di beberapa bagian tubuhnya.

Semakin sering ujung cendawan kemaluan lelaki itu menyentuh mulut rahimnya, semakin banyak pula keringat merembes di sekujur tubuhnya. Hingga akhirnya keringat itu terlihat mengkristal di kulitnya! Nafas Debby beberapa kali terhenti ketika Theo menarik dan menghunjamkan batang kemaluannya. Menarik dan menghunjam dengan cepat hingga terdengar 'cepak-cepak' yang merdu setiap kali pangkal pahanya berbenturan dengan pangkal paha Theo. Dan setiap kali mendengar suara 'cepak' itu, darahnya seolah terasa berdesir hingga ke ubun-ubun.

"Aarrgghh.., aarrgghh.., Theoo!"
"Theoo.., Debby pipiis..!"

Rintihan itu membuat Theo semakin cepat menghentak-hentakkan pinggulnya. Keringat bercucuran dari dahinya. Ia berusaha menahan nafas untuk mengendalikan tekanan air mani yang ingin menyemprot dari lubang batang kemaluannya. Tapi orgasme gadis belia yang sangat dicintainya itu ternyata membuat ia tak mampu lagi menahan tekanan air mani yang mengalir dari biji kemaluannya. Vagina sempit itu berdenyut-denyut meremas batang kemaluannya. Menghisap air mani yang masih tertahan di batang kemaluannya. Membuat ia tak berdaya untuk mengendalikan desakan air mani yang menyemprot dari lubang batang kemaluannya.

"Aarrgghh..! Aarrgghh..! Debby, aarrgghh..!" raung Theo sambil menghujamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya.
"Theoo.., sstt, sstt.." desis Debby berulangkali ketika merasakan air mani lelaki yang sangat dicintainya itu 'menembak' mulut rahimnya.

'Tembakan' yang pertama terasa panas dan menggetarkan hingga membuat tubuhnya berdiri kejang dan punggungnya melengkung ke belakang. 'Tembakan' kedua dan ketiga membuat ia semakin berjinjit setengah bergantung di leher Theo.

"Aarrgghh.., Debby! Argh.., enaknya!" rintih Theo di telinga murid yang sangat disayanginya itu.
"Theoo.., sstt.., sstt..!" desis Debby pula berulangkali sesaat setelah lepas dari puncak orgasmenya!

Kedua telapak tangan Theo memangku bongkah pantat Debby. Telapak tangannya masih dapat merasakan kedutan-kedutan di bongkah pantat itu ketika gadis itu mencapai puncak orgasmenya. Dan dengan tenaga yang masih tersisa di tubuhnya, di tarik bongkah pantat yang kenyal itu agar mereka tak terjatuh. Ia tak ingin gadis itu terjatuh karena ia masih ingin batang kemaluannya tetap terbenam dalam kelembutan vagina yang sempit itu. Vagina yang sangat dikaguminya, muda, segar, dan masih berwarna pink!

"Puas, Sayang?" bisik Theo sambil mengusap-usap punggung Debby.
"Puas banget!"
"Theo sangat menyayangi Debby."
"Debby juga sangat sayang pada Theo," kata Debby sambil mencium bibir Theo.

Mereka masih terus berciuman dengan mesra hingga batang kemaluan Theo mengkerut dan terlepas dari vagina Debby.
-------------------------------------------------------------------------------------

hadiah untuk theo

Villa itu terletak di bagian tengah sebidang tanah perbukitan yang luasnya hampir 2 hektar. Dari jauh, villa itu terlihat asri karena dinding luarnya dihiasi dengan batu-batu pualam dan marmer serta beberapa ornamen kayu jati. Di bagian depan dan belakang, berbatasan dengan villa-villa di sekitarnya, tumbuh beberapa pohon pinus yang lebat. Tingginya mencapai 4 hingga 5 meter. Halaman di sekelilingnya terlihat hijau karena ditumbuhi oleh rumput yang terpangkas rapi. Beberapa batu alam berwarna abu-abu dan cokelat tua dengan berbagai bentuk dan ukuran tergeletak menghiasi halaman yang luas itu. Di pojok belakang sebelah barat terdapat sebuah rumah kecil yang dihuni oleh penjaga villa.

Bangunan villa itu tidak terlalu besar. Di lantai 1 hanya ada sebuah kamar tidur utama serta sebuah ruang keluarga dan dapur. Sedangkan di lantai 2 ada dua buah kamar tidur dan ruang kosong yang tembus hingga ke lantai 1. Tak banyak furniture yang melengkapi villa mungil dan mewah itu. Dan hampir semuanya terbuat dari kayu jati berukir. Berbagai bentuk ukiran terasa mendominasi isi villa. Termasuk bingkai cermin berukuran besar yang menempel pada dinding kamar tidur utama. Nuansa artistik terasa sangat menonjol di dalam dan luar villa.

Debby baru saja tiba di villa itu kira-kira 10 menit yang lalu. Setelah meletakkan tasnya di teras dan memberi beberapa instruksi kepada lelaki tua penjaga villa, ia segera melangkah ke kamar tidur depan di lantai 2. Ditanggalkannya celana jeans dan t-shirt yang dipakainya sejak dari Jakarta. Sambil berdiri di depan cermin, dikenakannya sebuah kimono. Sejenak, ia ragu melilitkan tali kimono itu di pinggangnya. Tapi akhirnya, sambil tersenyum, bra dan celana dalam mini yang dikenakannya pun ditanggalkan pula. Ia tersenyum ketika mengikat tali kimono itu. Senyum yang menyimpan sebuah rencana, dan sekaligus senyum untuk dirinya sendiri karena tak ada lagi yang tersembunyi di balik kimono itu.

Debby berdiri di balkon depan yang menghadap ke timur. Sejak kecil ia suka menghabiskan waktunya di balkon itu. Terutama bila sore hari, ia suka menatap embun tipis yang perlahan-lahan turun dari atas dan mulai bertebaran di halaman. Embun itu kadang-kadang sirna tertiup angin tetapi kadang-kadang angin bertiup mendorong segerombol embun yang sebagian di antaranya tersangkut di daun-daun pohon pinus. Kira-kira satu jam kemudian, ketika sore berubah menjadi senja, embun tipis berwarna putih itu mulai menyelimuti pucuk-pucuk pinus. Diam tak beranjak. Hanya beberapa gerombol di atas rumput yang terlihat masih bergerak tertiup angin. Dan ketika senja sirna, lampu-lampu taman yang bertebaran di halaman pun tak berdaya mengusir embun yang menyelimuti villa dan sekelilingnya.

Debby melirik jam tangannya. Hm, kurang lebih setengah jam lagi Theo akan tiba, katanya dalam hati. Setiap kali menyebut nama lelaki itu jantungnya terasa berdebar. Walau lelaki itu 15 tahun lebih tua dari usianya, tetapi ia merasa sangat nyaman bila berada di dekatnya. Lelaki yang selalu memanjakannya, yang berani membantah tetapi bila terus didesak akhirnya akan menuruti kemauannya. Ia tersenyum dikulum, 'Theo memang selalu memperlakukanku seolah aku adalah satu-satunya benda berharga baginya' gumam gadis remaja itu. Kemudian ia teringat beberapa peristiwa 'nakal' yang membuatnya merasa sangat dimanjakan.

Saat itu mereka sedang menikmati santap malam di sebuah restoran yang terkenal dengan sajian 'rib roast'-nya. Mereka duduk berdampingan pada sebuah meja yang posisinya di sudut dan menghadap ke bagian tengah restoran. Sesekali mereka terpaksa berbisik untuk mengalahkan suara musik dan lagu-lagu merdu Frank Sinatra. Ketika ia menggigit rib yang terakhir, setetes kecap jatuh ke lututnya. Ia memang sengaja tidak menggunakan serbet untuk menutupi pahanya. Sejak merasakan nikmatnya lidah Theo saat menjilati paha dalam dan pangkal pahanya, ia selalu menggunakan rok mini yang bagian bawahnya lebar. Ia selalu ingin memperlihatkan sepasang pahanya yang mulus. Bila duduk, rok mini itu semakin tertarik sehingga hanya kira-kira 10 cm saja yang menutupi pahanya. Ia tidak khawatir akan 'ditonton' tamu-tamu lainnya karena ada taplak meja yang menghalangi, taplak yang menjuntai hingga hampir menyentuh lantai.

"Theo, jangan dilap pakai tissue," katanya ketika melihat Theo menjumput selembar tissue.
"Jadi pakai apa, Sayang."
"Pakai lidah yang suka 'mimik' pipis Debby!", bisiknya manja.

Theo tertegun. Ditatapnya mata gadis belia itu seolah sedang mencari ketegasan atas kalimat yang baru saja didengarnya. Ia pun terkesima mendengar kata 'mimik'. Kata yang lebih mesra sebagai pengganti kata 'minum'. Selintas ia teringat ketika pertama kali mencumbui vagina gadis itu. Sangat sulit dilupakannya kehangatan yang mengalir dari bibir vagina gadis itu ketika menjepit lidahnya. Jepitan yang disertai denyutan-denyutan vagina yang hampir mencapai orgasmenya. Denyutan-denyutan yang membuat ia semakin rakus menghisap-hisap lendir di vagina itu. Dan tak lama kemudian, ia merasakan segumpal lendir orgasme mengalir membasahi kerongkongannya. Dan setelah menjilati bibir luar vagina gadis itu hingga bersih, ia mendengar gadis belia itu bertanya dengan polos, "Kok pipis Debby diminum?"

"Kok bengong, Theo. Nggak mau ya?"
"Kamu memang nakal dan kadang-kadang keterlaluan."
"Udah nggak sayang sama Debby, ya!"
"Sayangnya tetap selangit. Tapi ini di restoran. Di tempat umum!"
"Biarin!" kata gadis itu setengah merajuk.
"Entar dilihat orang lain. Malu 'kan kalau ketahuan."
"Biarin!"
"Biarin?"
"Paling juga mereka jadi iri. Yang laki-laki ingin jadi Theo, yang perempuan ingin jadi Debby!" jawab gadis itu sambil tertawa kecil. Tawa yang menggemaskan!

Sekilas, Theo memandang ke sekeliling ruangan. Tak ada tamu yang sedang memandang ke arah mereka. Pelayan-pelayan restoran pun terlihat sibuk melayani tamu-tamu. Dadanya berdebar-debar. Hatinya terpancing untuk mencoba. Lalu dengan cepat ia menunduk dan menjilat. Dan dengan cepat pula ia mengangkat kepalanya kembali. Jantungnya masih berdebar-debar ketika pandangannya menyapu sekeliling ruangan. Tak ada perubahan. Tak ada seorang pun yang memandangnya!

Debby tertawa kecil. Dicubitnya pinggang guru matematikanya itu dengan manja. Sejenak mereka saling tatap, kemudian serentak tertawa renyah. Tak lama kemudian, gadis belia itu sengaja mengerak-gerakkan kakinya. Sesekali sebelah kakinya agak diangkat hingga roknya yang mini semakin tersingkap. Ia semakin bersemangat menggerak-gerakkan kakinya ketika memergoki Theo tertegun menatap keindahan pahanya. Gerakannya baru berhenti setelah ujung roknya tersangkut di pangkal paha. Ia merasa yakin bahwa G-string yang dipakainya telah terlihat mengintip dari pangkal pahanya.

"Kelihatan nggak?"
"Sedikit!"
"Warna apa?"
"Pink!"
"Suka?"
"Suka banget!"
"Cium dong!"
"Ha?! Di sini?"
"Hmm!!"

Jantung Theo kembali berdebar-debar. Tantangan, katanya dalam hati. Tantangan dari seorang gadis belia yang cantik, seksi, masih perawan, dan sekaligus nakal! Itulah salah satu sebab yang membuat ia selalu ingin memanjakan gadis itu. Ide-idenya yang nakal kadang-kadang menciptakan sensasi. Menciptakan gairah untuk menaklukkan tantangan yang disodorkannya. Ia memang belum pernah melakukan hal itu. Dan ia pun yakin bahwa gadis itu -dalam keramaian publik- belum pernah mendapat ciuman di pangkal pahanya. Ia menarik nafas panjang dan berusaha menenteramkan debar-debar jantungnya. Sekilas, ia kembali memandang tamu-tamu di sekelilingnya. Setelah yakin tak ada yang memperhatikan, ia menunduk dan mengecup G-string dari sutera itu. Kecupan yang persis di belahan bibir vagina!

Debby menggelinjangkan pinggulnya. Ia hampir memekik. Tapi karena jari-jari tangannya segera menutupi mulutnya, pekikan itu hanya terdengar lemah. Suara pekikan itu tersangkut di lehernya.

"Suka?" tanya Theo sambil mengangkat kepalanya.
"Suka banget! Nikmat dan mendebarkan!"
"Mau lagi?"
"Entar ketahuan."
"Biarin!" jawab Theo sambil tersenyum.
"Benar?"
"Hmm!"
"Tapi mata Theo harus tertutup. Dan setelah dikecup, dijilat ya," bisik gadis itu. Theo terdiam sejenak, lalu bertanya..
"Kok harus menutup mata?"
"Tentu ada alasannya."
"Kalau hanya mengecup dan menjilat, aku pasti mau."
"Kalau matanya nggak tertutup, Debby yang nggak mau!" kata gadis itu merajuk manja. Theo terdiam kembali. Tapi tak lama kemudian ia menjawab..
"OK," katanya sambil mengangguk. Gadis itu tersenyum manis.
"Lihat ke Debby dan tutup matanya. Biar Debby yang mengawasi mereka," katanya sambil menolehkan kepalanya ke arah tamu-tamu di restoran itu.
"Nanti kalau Debby bilang 'cium' baru menunduk ya." sambungnya sambil membuka kedua lututnya lebih lebar. Lutut sebelah kirinya agak diangkat agar pangkal pahanya cukup terbuka untuk menampung sebuah kepala.
"OK." jawab Theo sambil memejamkan matanya. Tak lama kemudian, ia mendengar bisikan di telinganya..
"Sekarang cium, Theo!"

Dengan cepat Theo menunduk. Ia merasakan jari-jari tangan gadis itu menekan bagian belakang kepalanya, menuntun agar bibirnya mendarat di tempat yang tepat. Dan.., sejenak ia terkesima setelah bibirnya mendarat di pangkal paha gadis itu. Aroma yang sudah sangat dikenalnya tiba-tiba terasa langsung menyergap lubang hidungnya. Tapi karena khawatir bila harus menunduk terlalu lama di balik meja, ia segera mencium pangkal paha gadis itu. Ia sangat terkejut karena bibirnya bersentuhan langsung dengan bibir vagina yang lembut. Vagina yang hangat dan sedikit lembab.

Secara bergantian, dengan cepat, dikulumnya kedua bibir luar vagina itu. Lalu dijulurkannya lidah untuk menjilat celah sempit di antara ke dua bibir itu. Lidahnya segera tenggelam dalam kehangatan yang licin. Jilatannya tajam seperti mata pisau yang mengiris mentega. Dan.., seolah ada alarm berbunyi di telinganya ketika ia merasakan tarikan rambut di bagian belakang kepalanya. Ia segera mengangkat wajahnya sambil membuka mata. Sebelum kepalanya benar-benar tegak, ia masih sempat melihat jari telunjuk gadis itu melepaskan tarikan tepi G-stringnya agar vaginanya tertutup kembali.

Sejenak mereka saling tatap. Di bola mata mereka tersirat binar-binar birahi. Dan sambil tertawa kecil, keduanya berangkulan dengan mesra!

*****

Debby masih berdiri di balkon. Tatapannya menerawang jauh dan terbentur pada lampu-lampu villa-villa di sekitar villanya. Ia menarik nafas panjang. Udara segar yang bertiup di sekitar Puncak Pass terasa sejuk memenuhi rongga dadanya. Hembusan udara mulai terasa dingin di kulitnya. Tapi ia menyukai dinginnya udara itu, terutama ketika berhembus menerpa bagian bawah pusarnya. Pangkal pahanya terasa sejuk. Dinginnya udara meredakan letupan-letupan gairah yang sempat memanas ketika ia teringat pada ciuman dan jilatan Theo di restoran rib roast itu.

Debby kembali melihat jam tangannya. Tak lama lagi Theo akan tiba, katanya dalam hati. Semakin dekat waktu yang telah mereka sepakati, semakin gelisah ia menunggu. Ia merasa lebih gelisah daripada biasanya karena ia sudah memutuskan bahwa malam itu ia akan mengucapkan "selamat tinggal masa remaja!" Dan itu akan ia ucapkan tepat ketika ia berusia 17 tahun. Usia untuk menjadi seorang wanita! Masih terbayang dalam ingatannya raut wajah Theo yang terlihat bingung ketika menerima denah jalan menuju villa. Raut wajah itu semakin bingung ketika ia mengatakan, "Nanti malam, di villa, Debby akan memberikan sebuah hadiah yang sangat istimewa."

Sebenarnya ia telah membuat keputusan itu beberapa hari yang lalu. Bahkan ingin memberikannya pada saat itu juga. Tapi karena hari ulang tahunnya yang ke-17 tinggal beberapa hari lagi, ia memutuskan untuk menundanya. Ia tahu bahwa Theo akan merasa sangat berbahagia menerima hadiah itu. Ia sadar bahwa lelaki yang selalu memanjakannya itulah orang yang paling tepat dan berhak untuk mendapatkan hadiah itu. Lelaki yang dengan kedua bibirnya dapat membuatnya menderita dalam rintihan nikmat. Lelaki yang telah memberikan arti nikmatnya sebuah cumbuan di pangkal pahanya. Lelaki yang lidahnya menari-nari pertama kali di vaginanya kira-kira sebulan yang lalu, yang kemudian secara rutin seminggu dua kali selalu 'mimik' pipis enak dari pangkal pahanya. Lelaki yang selama sebulan telah bersabar mencumbu dan dicumbu hanya dengan bibir dan lidah.

'Theo memang lelaki yang sabar dan penuh perhatian', gumamnya ketika teringat pada cendawan di ujung batang kemaluan Theo. Seolah masih terasa lembutnya cendawan itu menyusup ke dalam rongga mulutnya. Cendawan yang terasa mengalirkan kehangatan ketika menyentuh kerongkongannya, yang membuat ia tersendat dalam nikmat, yang membuat rasa dahaganya sirna setelah mendapatkan 'mimik' pipis enak dari batang kemaluan itu, dan yang membuatnya terpejam ketika segumpal lendir panas tiba-tiba 'menembak' kerongkongannya.

*****

Gadis remaja itu tersenyum manis ketika melihat cahaya lampu mobil yang mendekati villanya. Tergopoh-gopoh ia menuruni tangga ke lantai 1 dan setengah berlari menuju halaman. Langkahnya yang cepat membuat pahanya yang berwarna kuning gading sesekali menyembul dari belahan kimono yang pakainya. Segera dipeluknya pinggang lelaki itu. Pelukannya yang sangat ketat seolah menunjukkan kerinduan yang mendalam. Padahal mereka baru berpisah beberapa jam yang lalu.

Theo menggamit dagu gadis remaja itu, membuat wajahnya yang cantik menengadah. Lalu ia menunduk dan menggosok-gosokkan hidungnya ke ujung hidung gadis itu. Dalam keremangan cahaya lampu neon di teras, bibirnya memagut bibir gadis itu. Dikulumnya bibir mungil itu dengan penuh perasaan. Ia ingin menunjukkan rasa cintanya yang dalam. Dan ketika lidah gadis itu menjulur, lidah itu segera dipilinnya dengan lidahnya sambil dihisapnya dengan lembut.

"Kangen nggak?"
"Kangen banget, Sayang!" jawab Theo sambil mengecup leher jenjang gadis itu.
"Geli, Theo!"
"Oh ya. Kalau yang ini..?" tanya Theo sebelum mengecup dan menjentikkan ujung lidahnya persis di bawah dagu.
"Enak..!"

Jawaban itu membuat Theo lebih bersemangat menciumi leher gadis itu. Sesekali lidahnya menjulur menjilat hingga membuat gadis itu beberapa kali mendongakkan kepalanya. Lalu ia merasakan kedua belah lengan yang merangkul pinggangnya berpindah ke lehernya, membuat buah dada gadis itu menempel ketat ke dadanya. Karena senang dan gemas, kedua telapak tangannya segera meremas bongkah pantat gadis itu. Bongkah pantat itu terasa kenyal karena belum sepenuhnya mengembang. Diremasnya berulang kali. Bahkan sambil meremas, bongkah pantat itu agak ditariknya ke atas agar ia tak perlu terlalu menunduk ketika menciumi leher.

Debby menyukai tarikan di bongkah pantatnya walau hal menyebabkan ia harus berjinjit. Tak lama kemudian, karena jari-jari kakinya mulai terasa kelu, ia menggantung di leher agar dapat melingkarkan kedua belah kakinya di pinggang lelaki itu. Tumitnya terpaksa menekan pinggul Theo ketika ia merasakan ciuman-ciuman basah merayap menuju buah dadanya. Ciuman yang membuat ia beberapa kali melengkungkan punggungnya ke belakang, memberi ruang yang lebih luas kepada lelaki itu untuk menciumi buah dadanya. Beberapa menit kemudian, tumitnya menekan lebih keras karena ia ingin mengangkat badannya lebih tinggi agar ciuman-ciuman itu segera mendarat di buah dadanya.

Theo menarik bongkah pantat gadis itu lebih tinggi setelah menyadari bahwa di balik kimono itu tidak ada bra yang menghalangi. Walau kimono itu belum sepenuhnya terbuka, bibirnya sudah tidak sabar untuk segera mengecup celah di antara kedua buah dada yang baru mekar itu. Lidahnya pun mulai merayap dari lekukan bawah hingga ke putingnya yang kecil. Semakin lama lidah itu bergerak semakin cepat. Menjilati bergantian. Buah dada kiri dan kanan. Dan ketika merasakan air liurnya telah membasahi kedua buah dada itu, ia segera mengulum putingnya yang kemerahan.

"Ooh..! Ooh.., Theo! Aarrgghh..!" desah Debby ketika merasakan puting dadanya digigit dengan lembut. Dan ketika bibir lelaki itu berpindah ke buah dada sebelahnya, lalu mengulum dan menjentik-jentikkan ujung lidah di putiknya, ia mengerang..
"Theoo..! Aargh.., enak!!" Tapi beberapa detik kemudian, ia mendorong kepala lelaki itu.
"Gendong ke atas dong, Theo," katanya sambil menunjuk ke arah balkon.

Debby tahu bahwa setelah menciumi buah dadanya, guru matematikanya yang tampan itu akan menciumi betis, lalu paha, dan pangkal pahanya. Dari beberapa cumbuan oral yang mereka lakukan sejak sebulan yang lalu, ia pun tahu bahwa kedua betisnya akan mendapat ciuman-ciuman basah bila cumbuan itu dilakukan di atas tempat tidur. Tapi kali ini ia menginginkan cumbuan yang agak berbeda. Sesuatu yang berbeda akan menciptakan sensasi yang berbeda pula, yang akan membuat tubuhnya menderita dalam kenikmatan berkepanjangan. Ia menginginkan ciuman dan jilatan basah merayap dari kedua betis hingga ke bibir vaginanya dilakukan ketika ia sedang berdiri di balkon villa! Walaupun sesungguhnya ia tak dapat memastikan apakah hangatnya jilatan-jilatan rakus di vaginanya akan mampu melawan dinginnya embun dan tiupan angin malam yang menerpa tubuhnya.

Ia merinding membayangkan kenikmatan akibat sensasi yang luar biasa itu. Merinding karena ia ingin mengalami orgasme dalam terpaan embun putih dan dinginnya angin malam! Suasana seperti itulah yang diinginkannya. Di satu sisi ia ingin merasakan dinginnya tiupan angin malam di sekujur tubuh, dan di sisi lain ia ingin merasakan hangatnya lidah yang terselip di bibir vaginanya. Sensasi yang luar biasa itu akan membuat tubuhnya kejang pada saat segumpal lendir orgasmenya akan langsung dihisap oleh lelaki yang dicintainya itu dengan rakus. Lendir orgasme yang tumpah ketika ia berdiri menggigil kedinginan dalam selimut embun malam!

Gadis itu merasa melayang ketika Theo menggendongnya menuju balkon. Vaginanya mulai terasa basah ketika lelaki itu menurunkan tubuhnya dengan hati-hati. Karena tali kimono yang melilit pinggangnya sudah kendur, angin malam yang dingin terasa langsung menerpa bagian depan tubuhnya. Ia mulai menggigil.

"Di sini?"
"Hmm!"

Debby menyandarkan punggungnya ke kusen pintu, lalu memandang ke sekelilingnya. Putih berkabut. Ia menoleh ke arah rumah penjaga villa di sudut barat, juga putih berkabut. Walaupun lampu neon di balkon tidak dimatikan, ia merasa yakin tidak ada orang yang dapat melihat mereka. Sambil tersenyum, diangkatnya kaki kirinya lalu meletakkan telapak kakinya di sandaran lengan kursi di sebelahnya. Bagian tengah kimononya, dari pinggang ke bawah menjadi terbelah dua.

"Di sini, Theo. Puaskan Debby di sini! Sepuas-puasnya, Sayang. Debby ingin malam ini menjadi malam yang tak terlupakan. Debby ingin pipis enak di sini. 'Mimik' ya Sayang. Kalau udah puas 'mimik', baru kita pindah ke dalam. Debby akan beri hadiah istimewa untuk Theo di kamar!"

Theo tertegun. Posisi gadis belia yang disayanginya itu sangat menantang, membuat ia tak mampu menjawab. Matanya nanar menatap keindahan kaki yang keluar dari belahan tengah kimono, yang lututnya tertekuk karena telapaknya menginjak lengan kursi. Mulutnya setengah terbuka ketika matanya menatap pangkal paha gadis itu. Terkesima. Ia baru menyadari bahwa tak ada celana dalam mini atau G-string yang menutupi pangkal paha itu. Dalam keremangan, masih dapat dilihatnya bulu-bulu ikal halus dan tipis di bagian atas vagina yang segar itu.

"Mau 'kan, Theo?"
"Akan kuturuti apa pun yang Debby inginkan," kata Theo sambil berlutut di hadapan gadis itu.

Dengan posisi berlutut, betis indah itu berada persis di sebelah pipi Theo. Dan dengan lembut diusap-usapkannya telapak tangannya ke betis itu. Semenit kemudian, dibelai-belainya betis itu dengan pipinya. Ia ingin merasakan kehalusan pori-pori betis itu di pipinya! Lalu ia mengecupnya. Mula-mula ia mengecup bagian bawah, tetapi semakin lama semakin naik ke arah belakang lutut. Mula-mula kecupannya kering, tetapi semakin mendekati belakang lutut, kecupannya semakin basah. Ketika bibirnya telah terselip di belakang lutut yang tertekuk itu, ia mengecup sambil mempermainkan ujung lidahnya.

"Geli, Theo!" kata gadis ketika ia merasakan kumis Theo menggelitik belakang lututnya.

Kedua belah tangannya mendekap dada untuk mengurangi dinginnya terpaan angin sekaligus untuk menahan agar belahan tengah kimononya tetap tertutup. Sebaliknya, ia mulai merasakan kehangatan di pangkal pahanya.

Theo memindahkan kecupannya ke betis yang sebelah lagi. Betis itu terasa lebih kenyal karena berat badan Debby bertumpu pada sebelah kaki. Dengan sabar, Theo mengecup kembali. Mengulangnya berulangkali. Dan kemudian mulai menjilat ke arah bawah. Sesekali ia mengecup dengan gemas, setengah menggigit.

Debby menunduk dengan mata terbuka lebar. Ia merasa senang dan tersanjung menatap guru matematikanya itu berlutut di antara kedua belah kakinya. Jantungnya berdebar-debar melihat lelaki yang sabar itu harus membungkuk agar dapat mengecup betisnya. Ia merasa senang dan tersanjung. Perasaan itu seolah membongkah dan memberi kehangatan di rongga dadanya. Membuat dirinya seolah melambung tinggi ke dalam dinginnya embun malam. Ia pun sangat menikmati hembusan nafas yang terasa hangat di betisnya. Setiap kali lelaki itu mengecup, seolah tersisa kehangatan di bekas kecupannya.

Theo mulai menciumi lutut bagian dalam. Sambil mencium, matanya menatap bibir vagina gadis itu. Walau terlihat samar, tetapi cahaya lampu neon di langit-langit balkon membuat bibir vagina tampak mengkilap. Pasti sudah ada sedikit cairan lendir yang terselip di antara bibir itu, katanya dalam hati. Lalu dengan cepat diterkamnya vagina yang segar itu. Lidahnya segera membelah, dan bibirnya segera mengisap. Setelah itu, dengan cepat pula ia menarik kepalanya menjauhi vagina itu. Hanya sedikit cairan lendir yang terhisap.

Debby memekik karena terkejut. Ia tak menduga Theo akan 'menerkam' vaginanya secepat itu. Walau hanya sekejap, dalam keterkejutannya, terkaman itu ternyata mampu mengalirkan kehangatan di sekujur tubuhnya. Mungkin karena terkejut, sekejap ia lupa pada dinginnya terpaan angin malam.

"Theo jahat! Nggak sabar ya?"
"Ingat, tak ada setetes pun yang terbuang!"
"Paha dulu!" kata gadis itu sambil mendorong kepala Theo ke arah pahanya.

Theo menatap keindahan paha yang terpampang di depannya. Paha itu terbuka lebar dan karena telapaknya terletak di atas sandaran lengan kursi, dengan mudah ia menciumi dan sesekali menjilatnya karena paha itu persis setinggi kepalanya. Kulit paha itu terasa dingin di bibirnya. Lalu diusapkannya wajahnya beberapa kali ke permukaan paha dalam yang mulus itu. Ia suka merasakan kemulusan paha itu di wajah dan pipinya. Semakin sering mengusap-usapkan wajah dan menciuminya, kulit paha itu terasa semakin hangat. Kedua belah telapak tangannya pun giat bergerak menyalurkan kehangatan. Tangan kirinya mengusap-usap paha kanan bagian luar, sedangkan telapak kanannya digunakan untuk mengusap-usap betis kiri gadis itu.

Debby sangat menyukai usapan-usapan telapak tangan Theo. Usapan-sapan itu mengurangi dinginnya terpaan angin malam. Bahkan kehangatan pun mulai terasa menjalar di bagian bawah perutnya ketika ia merasakan lidah Theo merayap mendekati lipatan antara paha dalam dan vaginanya. Ia merintih ketika bibir lelaki yang suka 'mimik' pipisnya itu menariki bulu-bulu halus di sekitar bibir vaginanya. Bulu-bulu itu masih terlalu pendek, masih sepanjang bulu alis mata sehingga bibir itu selalu gagal menariknya. Hal itu malah membuat vaginanya semakin basah. Setelah mengencangkan lilitan kimono agar belahan di bagian dadanya tidak terbuka, kedua lengannya segera jatuh di atas kepala lelaki itu. Ia menginginkan lidah hangat itu membelah bibir vaginanya.

"Theo, mimik dulu dong lendirnya," kata gadis itu sambil membuka bibir vaginanya dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Sejenak, Theo menghentikan ciuman-ciumannya. Ia menengadah sambil tersenyum, tak lama kemudian, ia kembali menciumi paha kiri gadis itu. Sengaja tidak diturutinya keinginan gadis itu.
"Theo, jahat!" kata gadis itu sambil menarik kepala Theo ke arah pangkal pahanya. Kedua tangannya menahan agar kepala itu tetap berada di pangkal pahanya. Dan ketika ia merasakan kehangatan lidah menyusup ke dalam vaginanya, ia merintih..
"Ooh, ooh.., enak Theo! Aarrgghh..!"

Tarikan nafasnya pun mulai tak teratur ketika lidah itu menjilati dinding dan bibir dalam vaginanya. Ia mendorong pinggulnya agar lidah itu masuk semakin dalam. Ia mulai lupa dan tak merasakan dinginnya angin malam. Biasanya, keadaan seperti itu membuat pori-pori di sekujur tubuhnya terbuka. Berkeringat. Tapi saat ini, tak ada setetes pun keringat di kulitnya. Pori-porinya tetap tertutup. Kenikmatan dan kehangatan nafas yang mendengus-dengus di vaginanya hanya mampu memberi kehangatan tetapi tak mampu membuatnya berkeringat. Dan ia menyukai hal itu! Sebuah sensasi yang membuat vaginanya semakin basah berlendir. Apalagi ketika merasakan lelaki itu mengisap lendir yang terselip di bibir dalam baginanya, ia merintih berulang kali..

"Argh..! Argh..! Theo, Oh nikmatnya, sstt, sstt.., aarrgghh..!" Ia menjadi lupa pada paha kirinya yang belum cukup banyak mendapat cumbuan.

Malam itu Theo merasakan sebuah perbedaan. Aroma segar kemaluan gadis itu tidak setajam biasanya. Mungkin karena aroma itu langsung tertiup angin malam. Karena rindu akan aroma itu, Theo menekan hidungnya ke celah sempit di antara bibir vagina gadis itu. Ditekannya sedalam-dalamnya sambil menghirup aroma yang sangat dirindukannya itu.

Debby terkejut merasakan hidung lelaki itu tiba-tiba menusuk lubang vaginanya. Ia menggelinjangkan pinggulnya. Menggelinjang dalam kenikmatan. Geli dan nikmat tiba-tiba terasa menusuk hingga ke jantungnya. Ia merintih-rintih berkepanjangan akibat dengusan nafas di dalam lubang vaginanya.

"Aarrgghh..! Aarrghh..! Ampun, Theo..! Aarrgghh.., aarrgghh..!" rintihannya semakin keras ketika merasakan kumis lelaki itu menyapu klitorisnya.
"Ampun, ampun.. Theo! Aarrgghh..! Debby mau pipiis!"

Tapi ia tak berusaha menghindari hidung itu. Ia bahkan memutar pinggulnya sambil menekan bagian belakang kepala lelaki itu. Ia tak ingin hidung itu tak lepas dari jepitan bibir vaginanya. Hal itu tak berlangsung lama. Ia hanya mampu memutar-mutar pinggulnya beberapa kali! Tiba-tiba saja ia merasakan adanya dorongan lendir orgasme yang tak mampu ditahannya. Dorongan itu terasa sangat kuat. Jauh lebih kuat daripada dorongan yang biasanya ia rasakan ketika mendekati puncak orgasmenya.

"Theo, Theo.., Debby mau pipis! Aarrgghh.., mimik!"

Theo mendengar rintihan itu. Tapi ia tak ingin menarik hidungnya. Ia tak peduli walaupun merasakan dua lengan memukul-mukul kepalanya dengan gemas. Ia telah terbius oleh aroma, kehangatan, kelembutan, dan kehalusan dinding vagina gadis remaja itu. Bahkan semakin diremas dan ditariknya kedua bongkah pantat gadis itu agar hidungnya semakin tenggelam ke dalam liang vagina yang segar itu.

Remasannya di bongkah pantat itu sangat kuat, membuat gadis itu hanya dapat merintih dan meronta-ronta. Dan tak lama kemudian, ia merasakan lendir hangat membasahi ujung hidungnya. Ia sangat senang merasakan kehangatan lendir itu. Lendir yang membasahi hidungnya ternyata membuat batang kemaluannya semakin tegang. Bengkak. Mungkin karena merasakan nikmat yang berbeda dari biasanya. Selama sebulan, telah berkali-kali ia rasakan orgasme gadis itu di ujung lidahnya. Tapi kali ini berbeda, ia merasakannya di ujung hidungnya!

Walaupun terasa agak sesak, Theo menarik nafas. Ia menghirup aroma yang sangat pribadi itu langsung dari bagian yang sangat dalam dan tersembunyi! Ia pun merasa sangat puas karena baru kali ini ia mendengar gadis cantik itu merintih-rintih minta ampun!

"Aarrgghh.., ampun! Ampun.., Debby pipiis!" rintih gadis itu sambil berusaha menarik pinggulnya agar hidung lelaki itu terlepas.

Ia tak mampu mengendalikan rasa nikmat dan geli yang bercampur menjadi satu di lubang vaginanya. Tapi remasan telapak tangan di bongkah pantatnya lebih kuat daripada tarikan pinggulnya. Akhirnya ia hanya merintih-rintih melepaskan lendir orgasmenya ketika hidung itu mendengus-dengus. Seluruh sendi-sendi di sekujur tubuhnya menjadi lunglai. Membuat ia pasrah dan berusaha agar tak terjatuh ke lantai.

Theo menarik hidungnya setelah merasakan lendir orgasme itu berhenti mengalir. Ia menengadah sambil tersenyum puas. Ia dapat melihat kenikmatan yang baru saja usai mendera gadis itu. Hal itu terlihat dari bola mata yang menatap hampa dan kelopak mata yang setengah terpejam.

"Theo jaa.. haatt.., Theo jahat! " kata Debby terengah-engah sambil meminjit hidung lelaki itu dengan jempol dan telunjuknya. Tapi jari itu terpeleset karena hidung itu masih dipenuhi lendir licin.
"Jahat!" ulangnya sambil memijit kembali.
"Oh ya?" sahut Theo sambil menunduk. Lalu ia mulai menjilati vagina yang masih berlepotan lendir itu.

Debby menggeliat ketika merasakan kembali lidah yang menjilati bibir luar vaginanya. Ia merasa lelah tetapi ia pun tahu bahwa ia tak dapat menghindar dari lidah yang selalu rajin membersihkan sisa-sisa lendir orgasme di vaginanya. Ia tetap berdiri walau tungkai kakinya mulai terasa pegal, terutama tungkai kakinya yang menginjak lengan kursi. Ia tidak akan mendorong kepala itu menjauhi vaginanya. Percuma. Ia tahu bahwa lelaki yang selalu memanjakannya itu tak akan berhenti menjilati sebelum vaginanya benar-benar bersih. Selain itu masih ada hal yang belum ia dapatkan. Malam itu ia belum merasakan nikmatnya 'menumpahkan' lendir orgasmenya langsung ke dalam mulut yang terjebak di dalam vaginanya. Terjebak di bagian yang paling dalam dan tersembunyi. Belum merasakan nikmatnya 'menumpahkan' lendir orgasme langsung ke dalam bibir dan lidah yang menghisap-hisap vaginanya ketika dinginnya angin malam menerpa tubuhnya.

Ia menunduk sambil mengusap-usap rambut lelaki tampan yang masih rajin menjilati vaginanya. Kelopak matanya kembali terbuka. Bola matanya berbinar-binar menikmati pemandangan erotis di pangkal pahanya. Menikmati indahnya lidah yang menjulur dan menghilang dalam belahan bibir vaginanya. Lidah yang basah mengkilap ketika keluar dari lubang vaginanya. Tanpa sadar ia mendesah ketika lidah itu mulai mencari-cari sisa lendir di balik sekumpulan urat saraf yang menutupi klitorisnya. Ia menggeliat. Dan menggeliat lagi ketika merasakan klitorisnya dijentik-jentik dengan ujung lidah. Lalu diturunkannya telapak kaki kirinya dari lengan kursi. Setelah memindahkan berat badannya ke kaki kirinya, diangkatnya kaki kanannya dan diletakkannya pahanya di pundak lelaki itu. Ia menarik nafas lega merasakan kehangatan di bagian dalam pahanya, bagian yang menempel dengan pipi Theo.

"Nggak apa-apa 'kan, Sayang." kata gadis itu sambil mempermainkan jari-jari tangannya di rambut lelaki itu.

Ia terpaksa bertanya karena sebelumnya tidak pernah melakukan hal seperti itu. Tidak pernah berdiri sambil menjepit kepala di pangkal pahanya.

Theo menengadah, lalu mengangguk.

"Puaskan Debby ya, Sayang. Sebentar lagi, mimik lagi ya." Theo mengangguk kembali sambil mengulum klitoris gadis remaja yang nakal itu.

Melihat anggukan kepala itu, Debby jadi lebih bersemangat untuk meraih puncak orgasmenya. Kedua tangannya segera menekan kepala lelaki itu agar semakin terdesak ke vaginanya. Satu tangan menekan bagian belakang kepala, dan yang sebelah lagi menjambak segenggam rambut. Posisi seperti itu membuatnya sangat bergairah. Kelopak matanya terbuka lebar menatap kepala yang pasrah di pangkal pahanya. Seolah kepala itu dipersembahkan sebagai alat untuk meraih puncak orgasmenya.

Walaupun vaginanya telah pernah beberapa kali dioral oleh guru matematikanya itu, tetapi ia belum pernah merasakan nikmatnya mengendalikan kepala itu di pangkal pahanya. Mengendalikan sesuka hatinya. Jantungnya berdebar-debar ketika ia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya. Ia merasa lebih nikmat karena pinggulnya bebas bergerak sesuka hatinya. Ia pun merasa bebas untuk mengerak-gerakan kepala lelaki itu ke arah yang ia inginkan. Menekannya, mendorongnya, atau bahkan menariknya. Beberapa kali ia terpaksa menariknya sambil berjinjit karena kumis lelaki itu terasa menyentuh ujung atas belahan vaginanya.

"Argh..! Argh..!" rintihnya menahan nikmat yang mendera sekujur tubuhnya. Debby merasakan lendir yang semakin deras mengalir ke vaginanya.
"Mimik, Sayang," katanya sambil menekan pundak Theo dengan paha belakangnya.

Ia ingin lidah itu menyusup ke dalam vaginanya, menarik lendir dan mengisapnya. Ia merasa bahwa sebentar lagi ia akan mencapai puncak orgasmenya. Ia ingin merasakan kelembutan dan kehangatan bibir itu ketika dinding vaginanya berdenyut-denyut. Sambil agak menekuk kedua lututnya, dihentakkannya pinggulnya agar lidah dan bibir lelaki itu masuk lebih dalam ke lubang vaginanya. Ia seolah mendapat sinyal ketika merasakan remasan di bongkah pantatnya, sinyal yang menyatakan bahwa lelaki itu menyukai hentakan pinggulnya. Tanpa ragu, ia kembali menghentakkan pinggulnya sambil menekan bagian belakang kepala lelaki itu. Dilakukannya berulang kali, seolah ingin menunjukkan bahwa vaginanya ingin menelan lidah dan mulut lelaki itu.

"Theoo.., aarrgghh..," rintihnya sambil menekan dahi lelaki itu dengan ujung jarinya. Tekanan itu menyebabkan wajah Theo terdongak hingga mulutnya persis berada di bawah vaginanya.
"Mimik 'pipis' Debby, Sayaang," rintihnya sambil menghentak-hentakkan pinggulnya dengan cepat.

Sekujur tubuhnya menggigil merasakan nikmatnya lidah yang tertanam di lubang vaginanya, lidah yang dapat ia perlakukan sesuka hatinya. Seolah ada 'penis' kecil tertanam di lubang kemaluannya. Ia menggigil merasakan sensasi nikmat yang luar biasa dalam terpaan dinginnya angin malam yang berembun. Bulu-bulu roma di sekujur tubuhnya merinding ketika merasakan lahapnya lidah dan mulut lelaki itu menghisap-hisap, menanti lendir orgasme yang akan tumpah dari vaginanya.

"Aarrgghh.., hasshh.., hasshh.., aarrgghh, aarrgghh, aarrgghh..!" rintihnya berkepanjangan ketika 'menumpahkan' orgasmenya.

Ia masih merintih-rintih bekepanjangan ketika merasakan liarnya lidah lelaki itu menjentik-jentik bibir dalam vaginanya. Lidah itu masih rajin bergerak seolah belum terpuaskan dengan segumpal lendir yang telah mengalir dari lubang vaginanya.

Theo masih menjilat-jilat. Sesekali mengulum bibir luar vagina gadis yang masih terengah-engah itu. Ia pun merasakan nikmat yang luar biasa ketika merasakan lendir orgasme gadis remaja itu mengalir ke kerongkongannya. Mungkin karena dinginnya terpaan angin, lendir orgasme yang ditelannya terasa lebih hangat dari biasanya. Paha yang menekan pipinya pun terasa lebih hangat. Dan.., hentakan-hentakan pinggul itu lebih liar dari biasanya!

"Ooh Theo, nikmatnya!" desah Debby sambil menatap bola mata lelaki yang masih dijepitnya di pangkal pahanya. Jari-jari tangannya mengusap-usap dahi dan rambut lelaki itu. Dibelai-belainya dengan mesra. Bibirnya tersenyum bahagia.
"Sekarang kita ke kamar yuk!" sambungnya sambil mengangkat pahanya dari pundak lelaki itu.

Di atas 'king size bed' tergeletak tubuh telanjang seorang gadis belia. Tubuh itu tergeletak dengan pose yang sangat menantang. Satu kaki terbujur lurus di atas kasur, dan yang sebelah lagi menekuk setengah terbuka mengangkang. Dan bibir gadis itu tersenyum manis. Merekah. Di cermin besar di dinding, bayangan tubuh indah itu terpantul seutuhnya. Seolah ada dua gadis belia yang sedang telanjang atas tempat tidur.

Theo menaiki tempat tidur dan menjatuhkan dadanya di antara kedua belah paha gadis belia itu. Lalu dengan gemas, diciumnya pusar gadis itu.

"Theoo, geli!"

Theo tersenyum sambil mengangkat kepalanya. Tapi tak lama kemudian diulang-ulangnya mencium hingga membuat gadis belia itu menggelinjang beberapa kali. Lalu ia merasakan dua buah lengan yang menarik dagu dan rambutnya. Dengan menggunakan kedua siku dan lututnya, ia merangkak hingga wajahnya terbenam di antara kedua buah dada gadis itu. Dikecupnya lekukan buah dada yang putih itu. Lidahnya sedikit menjulur ketika mengecup. Kecupan basah. Ia tak merasa puas bila lidahnya tak merasakan kehalusan kulit buah dada gadis belia itu.

Tak lama kemudian, lidahnya melata menjilat buah dada yang sebelah kanan. Diulangnya beberapa kali hingga buah dada itu mulai basah tersapu air liurnya. Ia berhenti sejenak untuk menatap keindahan puting di pucuk buah dada itu. Lalu tangannya kirinya bergerak mengusap bagian bawah buah dada itu, kemudian bergerak ke arah atas sambil meremas dengan lembut. Sesaat ia menahan nafas menikmati kekenyalan buah dada itu di telapak tangannya. Remasannya membuat puting itu terlihat semakin tinggi. Menggemaskan. Dan dengan cepat dikecupnya puting buah dada yang masih kecil itu. Dikulumnya sambil mengusap-usapkan tangan kanannya di punggung gadis itu.

"Kau murid yang cantik sekali," kata Theo sambil mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu.

Debby tersenyum. Ia senang mendengar pujian itu. Dirangkulnya leher guru matematika yang disayanginya itu dengan tangan kirinya, kemudian diciumnya bibir lelaki itu dengan mesra. Dihisapnya lidah yang menyusup ke bibirnya. Dihisapnya sambil mengait-ngaitkan ujung lidahnya. Tak lama kemudian, tangannya kanannya bergerak ke arah pangkal paha lelaki itu. Setelah mengusap-usap beberapa kali, digenggamnya batang kemaluan lelaki itu. Lalu diarahkannya cendawan batang kemaluan itu ke celah di antara bibir vaginanya yang mulai berlendir.

"Ambil hadiahnya, Theo," bisik gadis itu sambil mengusap-usapkan cendawan itu ke bibir vaginanya.

Theo menarik nafas panjang merasakan kelembutan dan kehangatan di ujung batang kemaluannya. Untuk pertama kalinya lendir dari celah bibir vagina gadis belia itu mengolesi ujung cendawannya. Batang kemaluannya menjadi semakin keras. Urat-urat berwarna hijau di kulit batang kemaluannya semakin membengkak. Setelah menunjukkan kesabarannya selama sebulan, kesabaran mencumbui vagina gadis itu hanya dengan lidahnya, ternyata kesabarannya membuahkan hasil. Gadis itu akhirnya memberikan hadiah istimewa yang akan membawanya ke pintu surga dunia. Hadiah istimewa yang tak pernah diduganya akan diberikan oleh salah seorang muridnya.

Theo sedikit menekan pinggulnya agar cendawan itu terselip di bibir vagina yang berwarna pink itu. Ia menatap wajah gadis belia itu ketika merasakan pinggul yang ditindihnya menggeliat. Dengan tambahan tekanan yang lebih keras, cendawan batang kemaluannya akhirnya terselip. Ia menahan nafas ketika merasakan hangat dan sempitnya bibir vagina itu menjepit cendawan kemaluannya. Setelah sebulan bersabar, akhirnya vagina yang segar ini dapat kumiliki, katanya dalam hati. Lalu ia mulai menciumi leher gadis itu. Dadanya direndahkan hingga menekan kedua buah dada gadis itu. Ia sengaja melakukan hal itu karena ingin merasakan kekenyalan buah dada itu ketika menggeliat. Ia yakin gadis itu akan mengeliat-geliat ketika ia mendorong batang kemaluannya lebih dalam.

"Ohh.., Theo." Theo menciumi telinga gadis itu.
"Belit pinggangku dengan kakimu, Sayang," bisiknya di sela-sela ciumannya.

Tangan kirinya meremas buah dada gadis itu, sedangkan tangan kanannya mengelus-elus paha luar yang baru membelit pinggangnya. Lalu ia mendorong batang kemaluannya lebih dalam. Sesak! Perlahan-lahan ia menarik sedikit batang kemaluannya, kemudian mendorongnya. Hal itu dilakukannya beberapa kali hingga ia merasakan cairan lendir yang semakin banyak mengolesi cendawan kemaluannya.

Sambil menghembuskan nafas berat, didorongnya batang kemaluannya lebih dalam hingga ujung cendawannya menyentuh sesuatu. Ia menahan gerakan pinggulnya ketika melihat gadis belia itu meringis. Ia tak ingin menyakiti murid yang sangat disayanginya itu. Selain itu, tubuhnya sendiri pun bergetar merasakan sempitnya lubang vagina itu. Dadanya berdebar-debar ketika ia membiarkan ujung kemaluannya bersentuhan dengan selaput tipis yang sebentar lagi akan dirobeknya.

"Sakit, Theo!"
"Tahan sedikit ya, Sayang."

Theo kembali menarik batang kemaluannya hingga hanya ujung cendawan kemaluannya yang terselip di bibir luar vagina sang gadis. Lalu didorongnya kembali perlahan-lahan. Diulangnya beberapa kali. Ia diam sejenak mengamati raut wajah yang cantik itu ketika ujung kemaluannya kembali menyentuh selaput tipis itu. Mata gadis itu setengah terpejam, tetapi bibirnya sudah tidak meringis.

"Debby, nanti dorong pinggulnya, ya," katanya sambil menarik kembali batang kemaluannya.

Lalu diciumnya bibir gadis itu dengan lahap. Ia tak ingin mendengar gadis itu menjerit ketika ia mendorong kembali batang kemaluannya. puting buah dada gadis itu diremasnya dengan jempol dan jari telunjuknya. Dan ketika merasakan gadis itu mendorong pinggulnya, dengan cepat didorongnya pula batang kemaluannya.

"Hmm.., hhmm..!" gumam gadis itu sambil mengisap lidah Theo sekeras-kerasnya.

Ia hanya dapat bergumam ketika merasakan batang kemaluan Theo menghunjam ke dalam lubang vaginanya. Sekejap, tiba-tiba ia merasakan nyeri ketika batang kemaluan itu menembus selaput di lubang vaginanya. Ia menggeliat-geliat berusaha untuk melepaskan diri. Tapi semakin ia menggeliat, batang kemaluan itu masuk semakin dalam. Akhirnya ia pasrah, diam tak bergerak!

Theo menahan gerakan pinggulnya. Ia telah mendapatkan hadiah yang dijanjikan gadis itu. Tapi ia tidak ingin egois. Ia tidak ingin melihat gadis belia itu meringis kesakitan ketika memberikan hadiahnya. Ia akan membuat gadis itu bahagia dan turut menikmati pemberiannya. Oleh karena itu, ia menghentikan gerakan pinggulnya. Sesaat, ia hanya membelai-belai rambut di dahi gadis itu. Lalu mengecup keningnya dengan mesra. Tak lama kemudian, bibir gadis itu dikecupnya dengan lembut. Dikulumnya dengan penuh perasaan. Ia baru menarik batang kemaluannya perlahan-lahan setelah merasakan lidah gadis itu menyusup ke dalam mulutnya.

Setelah menyadari tak ada perubahan di raut wajah gadis itu, Theo kembali membenamkan batang kemaluannya perlahan-lahan. Kali ini ia hanya mendengar gadis itu mendesis beberapa kali sambil merangkul lehernya erat-erat. Ia pun merasakan dua buah kaki yang semakin erat membelit pinggangnya. Ia masih tetap mendengar gadis itu mendesis ketika menarik batang kemaluannya.

Setelah menarik nafas panjang, dan tak sanggup lagi menahan kesabarannya, ia menghentakkan pinggulnya sedalam-dalamnya hingga pangkal pahanya bersentuhan dengan pangkal paha gadis itu. Ia mendesah beberapa kali ketika merasakan seluruh batang kemaluannya terbenam ke dalam vagina gadis itu. Bahkan ia merasakan ujung kemaluannya menyentuh mulut rahim gadis belia itu. Sejenak ia diam tak bergerak. Ia sengaja membiarkan batang kemaluannya menikmati sempitnya lubang vagina itu. Ia terpejam merasakan remasan lembut di batang kemaluannya ketika vagina itu berdenyut.

"Aarrgghh.., ooh, ohh..," rintih debby ketika seluruh batang kemaluan lelaki yang disayanginya itu telah terbenam ke dalam lubang vaginanya.

Ia merasakan pedih dan nikmat di sekujur tubuhnya. Rasa yang membuat bulu-bulu roma di sekujur tubuhnya meremang, yang membuat ia terpaksa melengkungkan punggungnya. Kuku-kuku jari tangannya menancap di punggung lelaki itu ketika ia merasakan biji kemaluan Theo memukul lubang duburnya. Ia semakin melengkungkan punggungnya menjauhi kasur ketika lelaki itu menarik batang kemaluannya. Ia tak mampu bernafas ketika merasakan nikmatnya saat bibir dalam vaginanya tertarik bersama batang kemaluan itu.

Tak ada lagi pedih yang tersisa. Hanya ada nikmat yang menjalar dari vaginanya, nikmat yang membuat punggungnya terhempas ke atas kasur ketika lelaki itu kembali menghunjamkan batang kemaluannya. Ia menggigit bibirnya meresapi kenikmatan yang mengalir dari klitorisnya. Klitoris yang tergesek ketika gurunya yang jantan itu menghunjamkan batang kemaluannya. Kenikmatan itu membuat ia terengah-engah karena hanya mendapatkan sedikit udara setiap kali ia menarik nafas.

Theo mendesah setiap kali mendorong batang kemaluannya. Seumur hidupnya, Ia tak pernah merasakan ada vagina yang menjepit batang kemaluannya sekeras itu. Vagina sempit yang membuat telapak tangannya harus menekan kasur sekeras-kerasnya ketika ia menarik batang kemaluannya. Akhirnya ia tertelungkup di dada gadis itu. Tangannya menyusup ke balik punggung dan menggenggam kedua bahu gadis itu. Ia terpaksa hanya mengandalkan lututnya untuk menekan kasur agar ia tetap dapat mengangkat dan mendorong pinggulnya. Ia hampir tak mampu membendung air maninya lebih lama lagi. Dipandangnya pangkal pahanya. Air mani di kantung biji kemaluannya terasa semakin meronta-ronta ketika ia melihat bibir luar vagina mungil itu ikut terbenam setiap kali ia mendorong batang kemaluannya.

"Aarrgghh.., Debbyy..!" desah Theo.

Nafasnya mendengus-dengus. Kelopak matanya terbeliak-beliak. Telinganya mendengar bunyi "plak" setiap kali ia menghunjamkan batang kemaluannya. Bunyi yang sangat mesra itu terdengar setiap kali pangkal pahanya beradu dengan pangkal paha gadis belia itu. Bunyi itu semakin keras terdengar setiap kali gadis itu mengangkat pinggulnya untuk menyongsong batang kemaluannya yang menghunjam.

"Aarrgghh.., Debby, aaku.. Aaku.."
"Theoo.., aarrgghh..!"

Theo tak mampu lagi mengendalikan air mani yang meronta-ronta. Tekanan air mani di kantung biji kemaluannya terasa sangat kuat. Ia masih mencoba bertahan. Tapi semakin lama vagina yang menelan kemaluannya terasa meremas semakin kuat. Remasan yang berdenyut-denyut, seolah ingin menghisap air mani yang tertahan di batang kemaluannya.

"Aarrgghh.., aarrgghh.., aku pipiiss..," raung Theo ketika merasakan air maninya menerobos lubang saluran kemaluannya.

Ia menghunjamkan pinggulnya sekeras-kerasnya agar ujung cendawannya tertanam sedalam-dalamnya ketika air maninya menerobos ke luar dari kantung biji kemaluannya. Ia mencengkeram kedua bahu gadis itu dengan erat saat ia pun merasakan gigitan manja di bahu kanannya..

"Theoo, aarrgghh.., aarrgghh.., Debby pipiiss jugaa..!" rintih gadis belia itu ketika merasakan air mani yang sangat panas 'menembak' mulut rahimnya!

Akhirnya setelah sang gadis mempersembahkan hadiah istimewanya untuk sang kekasih, mereka tidur berpelukan.


E N D
-------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar