Minggu, 19 September 2010

sekertaris baru, nidar sahabat istimewa, nia,,,, . nikmatnya di perkosa,,,,,,,,,

Fabiola, yang biasa dipanggil Febby, seorang wanita cantik berusia 25 tahun. Febby bekerja disalah satu perusahaan pariwisata yang cukup terkenal sebagai sekretaris. Tubuh Febby cukup sintal dan berisi, didukung dengan sepasang gunung kembar berukuran 36B serta wajah yang cantik, membuat setiap pria pasti meliriknya, setiap kali ia berjalan.
Seperti biasa setiap hari Febby pergi ke kantornya di bilangan Roxi Mas, yang tanpa disadarinya ia dibuntuti sekelompok pemuda iseng yang hendak menculiknya.

Sudah beberapa hari para pemuda itu mempelajari kebiasaan Febby pergi dan pulang kantor. Dan hari itu mereka sudah menyusun rencana yang matang untuk menculik Febby. Tiba-tiba dijalan yang sepi taksi yang ditumpangi Febby dicegat secara tiba-tiba, dan sambil mengancam sopir taksinya, mereka langsung menyeret Febby masuk kedalam mobil mereka, dan tancap gas keras-keras, hingga akhirnya mobil mereka larikan kearah pinggir kota, dimana teman-teman mereka yang lain sudah menunggu disebuah rumah yang sudah dipersiapkan untuk 'mengerjai' Febby.

Didalam mobil Febby diapit oleh dua orang pemuda berkulit hitam, sedangkan yang dua lagi duduk dikursi depan. Febby sudah gemetaran karena takut, dan benar-benar tidak berdaya ketika dua orang yang mengapitnya memegang-megang tubuhnya yang sintal dan putih itu. Dua pasang tangan hitam bergentayangan disekujur tubuhnya, yang kebetulan pada hati itu Febby mengenakan rok lebar sebatas lutut, dengan atasan blouse putih krem yang agak tipis, hingga bra Wacoal hitam yang dikenakannya lumayan terlihat jelas dari balik blouse tersebut.

Dengan leluasa disepanjang jalan tangan-tangan jahil tertersebut bergentayangan dibalik rok Febby sambil meremas-remas paha putih mulus tersebut, hingga akhirnya mereka tiba dirumah tersebut, dan mobil langsung dimasukkan kedalam garasi dan rolling doorpun langsung ditutup rapat-rapat. Febby yang sudah terikat tangan dan kakinya, serta mulut tersumpal dan mata ditutup saputangan digendong masuk kedalam ruang tamu, dan didudukkan disofa yang cukup lebar.

Ikatan tangan, kaki, mulut dan mata Febby dibuka, dan alangkah terkejutnya ia sekitar tiga puluh pemuda yang hanya memakai cawat memandanginya dengan penuh nafsu seks. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Febby pun mulai dikerjai oleh mereka. Febby yang sudah tidak berdaya itu hanya bisa duduk bersandar di sofa dengan lemas ketika salah seorang lelaki mulai membuka kancing blouse-nya satu persatu hingga blouse putih tersebut dicopot dari tubuh sintalnya itu.

Beberapa orang lagi berusaha membuka rok merah Febby hingga Febby pun akhirnya hanya memakai bra hitam serta celana dalam nylon berwarna hijau muda, dan membuat dirinya terlihat makin menggairahkan, dan spontan saja para pemuda berandal tersebut langsung terlihat ereksi dengan kerasnya. Celana dalam Febby pun langsung buru-buru dilepas dan menjadi rebutan untuk mereka.

Febby dipaksa duduk dengan mengangkang lebar-lebar, hingga vagina-nya yang ditumbuhi rambut-rambut halus itu terlihat dengan jelas, dan mereka pun bergantian menjilati serta menghisap-hisap bibir vagina Febby dengan nafsunya. Kepala mereka terlihat tenggelam diantara kedua pangkal paha Febby, sementara yang lainnya bergantian meremas-remas kedua gunung kembar Febby yang montok itu. Kop BH Febby diturunkan ke bawah hingga kedua gunung kembarnya muncul bergelayutan dengan indahnya, dan menjadi bulan-bulanan pemuas nafsu untuk mereka.

Tidak puas dengan hanya meremas-remas saja, beberapa orang mulai mencoba untuk mengisap-ngisap puting susu gunung kembar Febby yang ranum itu, hingga akhirnya Febby pun dipaksa oral seks untuk mereka. Bergantian mereka memaksa Febby untuk mengulum-ngulum batang penis mereka keluar masuk mulutnya. Kepala Febby dipegangi dari arah belakang hingga tidak bisa bergerak, sementara itu yang lain bergantian mengeluar-masukkan batang penis mereka dimulut Febby yang seksi itu hingga mentok kepangkal paha mereka.

Batang penis yang rata-rata panjangnya 17 senti itu terlihat masuk semua kedalam mulut Febby, hingga mencapai kerongkongannya. Tak ketinggalan Febby pun dipaksa untuk 'mencicipi' buah zakar mereka secara bergantian. Sepasang buah sakar tampak terlihat dikulum Febby hingga masuk semua kedalam mulutnya yang mungil itu. Wajah Febby yang cantik itu bergantian ditekan-tekan diselangkangan para pemuda berandal tersebut hingga buah sakar mereka masuk semua kedalam mulutnya.

Setelah puas dengan acara 'pemanasan' tersebut Febby pun dipaksa tiduran diatas kanvas diruang tamu tersebut dan dengan paha yang mengangkang lebar, batang penispun mulai keluar masuk vagina Febby yang masih 'rapat' itu, mereka dengan tidak sabarnya bergantian menjajal vagina Febby dengan batang penis mereka yang rata-rata panjang dan besar itu. Bagi yang belum kebagian jatah terpaksa memainkan-mainkan penisnya diwajah dan mulut Febby.

Beberapa orang dengan nafsunya memukul-mukulkan batang penisnya di wajah Febby sambil mendesah-desah dengan nafsu. Bosan dengan gaya tiduran, Febby dipaksa duduk di sofa lagi dengan paha mengangkang lebar dan kembali 'di embat' bergantian, sementara bibir Febby tetap sibuk dipaksa mengulum batang penis yang tampak mengkilat karena air liur Febby yang menempel di batang penis tersebut.

Sementara para pemuda yang mendapat giliran mengocok vagina Febby tampak sangat bersemangat sekali hingga bunyi batang penis yang keluar masuk vagina Febby terdengar sangat jelas. Hampir dua jam sudah Febby "dikerjain" dengan intensif oleh puluhan pemuda tersebut, hingga akhirnya satu persatu mulai berejakulasi. Tiga puluh pemuda mengantri Febby untuk berejakulasi diwajah Febby yang cantik itu.

Dimulai oleh empat orang berdiri mengelilingi Febby dengan batang penis menempel disekitar wajah Febby yang cantik. Sementara seorang lagi mengocok vagina Febby dengan nafsunya, hingga akhirnya ia tak tahan lagi dan mencabut batang penisnya dari vagina Febby, dan.. croott.. croott.. croott!! air mani muncrat mengenai sekujur wajah Febby, melihat hal tersebut yang lain pun tak mau ketinggalan dan bergantian mengocok-ngocok batang penisnya cepat-cepat diwajah dan mulut Febby, hingga berakhir dengan semprotan air mani diwajahnya. Bahkan tak sedikit mengeluarkan airmani nya didalam mulut Febby, lalu memaksa Febby untuk menelannya.

Sekitar dua puluh menit, wajah Febby dihujani 'air mani' yang kental itu, hingga Febby terlihat basah kuyub oleh sperma mulai dari rambut hingga gunung kembarnya terlihat mengkilat oleh basahnya sperma puluhan pemuda berandal tersebut.

Part II

Jam menunjukkan pukul jam satu siang, dan Febby pun baru selesai 'dikerjain' oleh mereka, dan terlihat lemas tak berdaya dengan muka yang masih belepotan sperma. Tiga orang pemuda membawa Febby kedalam kamar mandi yang terlihat sangat mewah, dan memandikan Febby dengan air hangat serta sabun cair yang sangat wangi. Febby disuruh tiduran sambil direndam air hangat, sementara ketiga pemuda tersebut bergantian menyabuni tubuh Febby yang putih sintal itu dengan bernafsu, sambil sesekali meremas-remas selangkangan dan gunung kembar Febby yang terasa licin oleh sabun tersebut. Hingga akhirnya ketiga pemuda tersebut sudah tidak tahan lagi dan Febby pun diperkosa lagi didalam kamar mandi itu.

Mereka mengeluarkan Febby dari bak rendam, dan dibawah pancuran air hangat Febby dipaksa nungging, dan dua pemuda bergantian menyetubuhi Febby dari arah belakang, sedangkan yang satunya mengeluarmasukkan batang penisnya di mulut Febby, sambil memegangi rambut Febby hingga kepala Febby tidak dapat bergerak. Setengah jam sudah Febby 'diobok-obok' didalam kamar mandi, dan diakhiri dengan meyemprotkan air mani masing-masing didalam mulut Febby, dan tiga porsi air mani itu dalam sekejap sudah pindah kedalam mulut Febby, dan sisa-sisa sperma masih terlihat berceceran disekitar wajah Febby yang putih itu.

Part II

Selesai dimandikan, Febby kembali didandani hingga terlihat sangat cantik. Bra hitamnya yang berukuran 36B itu kembali dipasangkan. Celana dalam nylon Febby sudah raib jadi rebutan, hingga vagina Febby dibiarkan terlihat, sementara beberapa pemuda berandal itu sibuk menjepretkan kamera digitalnya kearah Febby. Febby dipaksa berpose dengan berbagai gaya yang sensual, mulai dari adegan membuka bra nya sendiri hingga duduk mengangkang sambil memasukkan batangan ketimun kedalam vaginanya.

Puas mengambil berbagai pose Febby, seorang pemuda mengambil dua gelas minuman dari dalam kulkas dan sepotong hamburger untuk Febby. Dan betapa terkejutnya Febby ketika tahu bahwa dua gelas minuman tersebut adalah sperma yang sudah disimpan berhari-hari di dalam kulkas. Seorang pemuda lagi mengambil suntikan besar tanpa jarum. Febby dipaksa membuka mulut lebar-lebar, sementara salah seorang menyedot sperma dalam gelas tersebut dengan suntikan besar itu, kemudian menyuntikkannya kedalam mulut Febby, hingga tertelan langsung kedalam tenggorokkannya. Mereka dengan brutalnya bergantian menyuntikkan 'air mani basi' itu ke mulut Febby hingga habis satu gelas penuh. Masih sisa satu gelas lagi, dan hamburger untuk Febby pun diolesi penuh dengan sperma tersebut, dan Febby pun dipaksa makan hingga habis. Sisa sperma sebanyak setengah gelas terpaksa disedot Febby dengan sedotan hingga tandas tak bersisa.

Selesai 'memberi makan' Febby, mereka kembali mengantri Febby. Namun kali ini Febby tidak disetubuhi, mereka hanya memaksa Febby mengulum-ngulum batang penis mereka dimulut Febby, serta mengocok-ngocoknya dengan kedua tangan Febby yang lentik itu. Tiga puluh batang penis kembali bergantian dikulum-kulum Febby, sementara yang lainnya memaksa Febby menggenggam batang penisnya dengan kedua tangannya, yang lainnya lagi sibuk memain-mainkan alat kelaminnya diwajah dan rambut Febby. Hingga akhirnya Febby kembali dihujani puluhan porsi sperma segar di wajah dan mulutnya. Pertama kali sperma muncrat dari lubang penis tepat didepan wajah Febby hingga tepat mengenai dahi hingga bibir Febby, yang lainnya pun ikut menyusul hingga puluhan semprotan sperma berhamburan diseluruh wajah Febby yang cantik itu. Sementara itu dua orang pemuda dari kiri dan kanan Febby menyendoki air mani yang bertetesan di wajah Febby, lalu menyuapinya hingga mereka puas.

TAMAT
-------------------------------------------------------------------------------------

nidar sahabat istimewa

Sebelum aku duduk di perguruan tinggi, aku sudah kenal yang namanya cinta atau sudah pernah pacaran dengan seorang gadis di kampungku. Bahkan karena orangtuaku belum mengizinkan aku main pacar-pacaran ketika itu, sehingga mereka berusaha memisahkan aku dengan pacarku itu, terutama ketika kami bersamaan tamat. Pacarku tamat di SMP dan aku tamat di SMA di ibukota kecamatanku. Waktu itu aku masih ingat, dimana kami telah sepakat untuk melanjutkan pendidikan kami di ibukota propinsi kami (sebut saja kota makassar). Namun setelah orangtuaku tahu rencana kami, mereka justru mengantarku ke ibu kota kabupatenku untuk mendaftar pada salah satu perguruan tinggi negeri di kota tersebut, sementara pacarku tetap mendaftar di makassar, sehingga kami betul-betul berpisah dan sulit bertemu lagi.

Singkat cerita, setelah aku lulus dan tinggal di salah satu panti asuhan bersama teman-teman sekampungku, aku merasa terikat sekali, karena semua kegiatan harian kami di tempat itu serba diatur dan dikontrol, sehingga aku sulit bergaul dengan orang-orang di luar asrama, kecuali saat kuliah. Akhirnya aku berusaha kabur dari tempat itu setelah 6 Bulan aku tinggal menderita di tempat itu. Aku lalu numpang di rumah salah seorang keluarga yang kebetulan pimpinan salah satu instansi di kota itu. Namun aku hanya mampu bertahan selama 8 Bulan di rumah itu, sebab perasaanku tidak jauh beda dengan tempatku sebelumnya. Semua serba harus teratur, terkontrol dan harus minta izin jika mau keluar rumah. Bahkan aku merasa terbebani dengan kerja rutin setiap pagi yaitu mencuci pakaian tuan rumah, memasak dan mengasuh beberapa anaknya yang masih kecil-kecil.

Dengan alasan mau lebih konsentrasi belajar dan dipanggil oleh seorang teman mahasiswa untuk tinggal bersama karena sendirian di rumah kostnya, maka aku diizinkan pindah dari rumah itu, meskipun setiap hari minggu aku berusaha untuk tetap datang ke rumahnya membantu. Sekitar satu tahun pertama, aku tinggal kost bersama teman dengan aman, tenang dan lebih konsen belajar, bahkan prestasiku cukup memuaskan. Namun kirimanku sudah mulai tersendat-sendat, apalagi kebutuhanku saat itu semakin besar karena selain uang kuliah, uang rokok, kontrak rumah juga jajan jika aku malas memasak sebab terlambat pulang kuliah. Pikiranku sudah mulai berjalan untuk memperluas pergaulanku, baik dengan tetangga, sesama remaja di lingkunganku maupun sesama teman kuliah agar sewaktu-waktu aku bisa minta tolong dari mereka jika aku mengalami kesulitan selama dalam proses perkuliahanku.

Aku lebih memusatkan perhatianku pada gadis-gadis yang simpatik denganku. Persahabatanku dengan para wanita teman kuliahku cukup luas dan akrab serta tidak sia-sia, sebab mereka tidak jarang membantuku dengan membelikan rokok atau memberikan uang pembeli rokok, bahkan seringkali mentraktirku di warung-warung sehingga aku tidak perlu lagi memasak ketika pulang ke rumah. Aku tidak membeda-bedakan di antara mereka. Kami perlakukan sama, sehingga boleh dibilang hanya sebatas sahabat, karena tujuanku hanya satu yakni mengharapkan bantuan kebutuhanku sehari-hari, apalagi aku sadari bahwa kemampuan orangtuaku untuk membiayai kuliahku sangat terbatas. Sepulang dari tempat kuliah aku juga mencoba menjalin persahabatan dengan gadis-gadis tetanggaku dan bantuan mereka terhadapku juga tidak bisa ternilai besarnya. Kadang aku diantarkan nasi, ikan, kue dan sebagainya.

Selaku pria normal, tentu tidak heran jika di antara mereka ada yang dapat menggaet hati kecilku, meskipun mulanya aku tetap tidak mau menunjukkan adanya perbedaan dalam penilaianku. Tapi karena hatiku pernah disinggahi raca cinta oleh seorang gadis di kampungku, maka aku tidak mampu mempertahankan sikap mempersamakan itu terus menerus. Apalagi gadis tetanggaku yang satu ini mirip sekali dengan mantan pacarku di kampungku dulu. Wajahnya, bodinya, penampilannya, suaranya dan sikapnya terhadapku sulit sekali aku bedakan dengan mantan pacarku sehingga aku berpikir mungkin Tuhan sengaja mempertemukanku dengannya sebagai ujian bagiku atau pengganti kekecewaanku tempo hari. Sampai-sampai suatu hari aku menanyakan asal usul keluarganya siapa tahu ada hubungan famili dengan mantan pacarku itu, tapi ternyata sama sekali tidak hubungan keluarga apa-apa kecuali sama-sama cucu Adam.

Sikap dan perhatianku terhadap Nida (nama gadis tetanggaku itu) semakin memuncak ketika satu bulan menjelang keberangkatanku ke lokasi KKN. Aku mulai berpikiran macam-macam. Di hatiku aku bertekad akan memperjelas dan mengetahui sejauh mana perhatiannya padaku sebelum aku berangkat KKN, sebab siapa tahu sepulang KKN nanti aku tidak sempat lagi tinggal di rumah kostku itu. Namanya saja rumah kontrakan yang sewaktu-waktu ada orang lain yang melamarnya tinggal di tempat itu selama 2 Bulan aku di lokasi KKN bersama dengan teman kostku itu. Nidar nampaknya juga mempunyai perasaan yang sama, terlihat dari sikapnya yang lebih mendekatiku setelah ia tahu aku akan keluar KKN. Kadang ia bawa makanan di rumah kostku di malam hari, mengajakku jalan-jalan, nonton bioskop dan TV di rumahnya pada malam hari.

Hingga suatu malam, Nidar datang membawa sayur nangka dan ikan bakar ke kostku. Kebetulan aku sedang masuk ke WC yang ada di belakang rumah. Rumah kostku waktu itu terbuat dari kayu dengan dinding yang terbuat dari bambu. Lantainyapun terdiri dari belahan-belahan bambu yang tingginya sekitar satu meter dari tanah, sehingga orang bisa masuk ke kolomnya. Setelah membuang hajat, aku lalu masuk ke kolom rumah untuk mendengar dan melihat dari bawah perbincangan Nidar dengan teman kostku itu. Mereka masih berdiri berhadap-hadapan karena kami tidak mempunyai kursi sama sekali di rumah itu.

Lampu yang kami gunakan untuk belajar setiap malam di rumah kost itu, bukan dari listrik, melainkan lampu sumbu yang terbuat dari kaleng susu, yang terletak menyala di lantai. Aku tidak pernah menyangka kalau aku bisa melihat pemandangan yang membangkitkan syahwatku malam itu lewat sela-sela lantai belahan bambu. Nidar ternyata tidak pakai CD sama sekali, sehingga terlihat dengan jelas gundukan putih mulus yang belum berbulu di antara kedua pahanya. Kebetulan ia masih muda sekali. Usianya bari sekitar 18 tahun, dengan tinggi badan 165 cm, tubuhnya agak langsing, putih mulus dengan rambut tidak terlalu panjang. Ingin rasanya aku meraba dan mengelus-elus benda kenyal yang tidak jauh dari hidungku itu, sayang sela-sela lantai diatasku terlalu sempit buat tanganku. Aku hanya terpaku menatapnya tanpa berkedip, terutama ketika ia sedikit merenggangkan kedua pahanya, nampak warna merah pada kedua bibir vaginanya.

Aku hanya bisa bernafas terputus-putus melihatnya dengan jelas sekali akibat cahaya lampu yang memancar dari bawah rok warna putih dan agak tipis yang dikenakannya. Entah apa maksudnya ia tidak mengenakan celana malam itu, tapi yang jelas ia nampaknya tetap menungguku masuk ke rumah. Setelah ia melangkah dan bolak balik seolah gelisah menungguku, akupun segera masuk ke rumah dengan memberi salam, lalu ia jawab sambil tersenyum manis padaku.

"Aduh, Kak Aidit dari mana ini? kok buang hajatnya terlalu lama, jangan-jangan mencret-mencret, ada obat di rumah" katanya sambil tertawa kecil dan memandangiku dengan penuh arti.
"Dit, ada sayur dan ikan bakar saya bawa, siapa tahu belum makan, masih panas-panas lagi, makanlah, aku mau pulang dulu" lanjutnya sebelum aku bicara sambil berbaik arah ke pintu mau pulang.

"Dar, duduk dulu, kita bincang-bincang sebentar, siapa tahu kami nanti tidak tinggal lagi di sini setelah balik dari lokasi KKN, jadi nggak apalah kita gunakan kesempatan kita ini untuk ngobrol" kataku mencegah untuk pulang cepat. Ternyata ajakanku dituruti dan duduk di atas tikar sambil ngobrol, sementara kami berdua tetap makan dengan santai.

"Oke deh, jika gitu permintaannya, asalkan Kakak tidak merasa terganggu dengan kehadiranku disini, Kakak ini kan mau belajar" katanya sambil memperbaiki duduknya dengan melipat kedua kakinya ke belakan agar tidak terlihat barang berharganya yang sama sekali tak terbungkus itu.

Sesekali aku mencoba mengarahkan pandanganku kearahnya siapa tahu aku bisa melihat kembali pemandangan indah itu, tapi nampaknya ia sangat hati-hati dalam duduknya. Tak terasa hidangan di depan kami habis kami lahap. Nafsu makanku tiba-tiba besar sekali malam itu karena kami makan dengan didampingi atau ditemani bicara dengan gadis pujaanku.

"Oh yah, orangtuaku minta kamu berdua datang ke rumahku besok malam", katanya tiba-tiba ketika aku selesai makan.
"Ada perlu apa orangtuamu panggil kami? Ada acara yah? Atau..", belum saya selesai bicara, ia tiba-tiba memotongnya dengan mengatakan
"Ah, tidak ada acara apa-apa kok, hanya sekedar main-main, ngobrol atau nonton TV, siapa tahu kamu tidak injak lagi rumahku setelah KKN", katanya dengan penuh harap agar kami jalan-jalan ke rumahnya besok malam. Setelah aku duduk bersilah tidak jauh dari tempat ia duduk, ia buru-buru pamit dengan alasan nanti dicari sama orangtuanya dan dicurigai macam-macam oleh tetangga, apalagi sudah malam, sendiri lagi.
"Okelah kalau gitu, perlu aku antar nggak?" kataku menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, tapi ia menolak dengan alasan tidak enak.

Hampir seluruh pikiranku malam itu terpusat pada Nidar, terutama soal barangnya yang indah sekali yang aku lihat dengan jelas tadi. Keesokan harinya, setelah makan malam, aku mengajak teman kostku itu ke rumah Nidar untuk memenuhi undangan orangtuanya, tapi ia tidak bersedia dengan alasan ngantuk dan capek sekali. Dalam hatiku memang itu yang kuharapkan.

"Oh, sedang makan yah? maaf aku mengganggu nih", teriakku dari luar pintu yang memang tidak tertutup. Entah, mungkin sengaja karena ia menunggu kedatanganku.
"Silahkan masuk Dik, langsung aja makan bareng, kami baru aja mulai. Mana temannya?" katanya berbarengan, bahkan Nidar sempat berdiri sejenak untuk mengajaku makan.
"Silahkan, kami baru aja makan di rumah, biar aku nonton di sini aja. Temanku nggak mau ke sini, capek katanya" sambil kusetel volume TV-nya.

Setelah mereka selesai makan, Nidar lalu mencuci piring dan kedua orangtuanya duduk di sampingku sambil ngobrol, termasuk ia tanyakan soal rencana KKN-ku, bahkan soal-soal rencana tempat tinggalku sekembalinya kami dari lokasi KKN.

"Kalau tidak keberatan Dit, kamu bisa tinggal aja nanti di rumahku setelah kembali dari KKN, kebetulan masih ada satu kamar kosong" tawarannya padaku seolah sangat serius.
"Terima kasih atas kebaikan hatinya. Aku bersyukur sekali ada orang lain yang mau membantuku. Tapi aku belum bisa pastikan, sebab siapa tahu rumah kostku itu masih kosong. Kita lihat aja nanti" jawabku.
"Nggak apa-apa, malah kami senang jika kamu bersedia tinggal di rumahku biar kamu tidak keluarkan biaya kontrakan rumah lagi, lagi pula kamu kan sudah kuanggap sebagai keluarga sendiri" katanya merayuku.

Setelah itu, suasana hening sejenak, tapi tidak berlangsung lama karena mamanya Nidar tiba-tiba bersuara menghela keheningan itu
"Begini dit, aku sengaja memanggilmu ke sini karena Nidar mau pergi nonton ke bioskop malam ini. Katanya ada film yang bagus, tapi tak ada yang kupercaya untuk temani dia kecuali kamu, sebab kamu orangnya baik dan jujur, bahkan kuanggap sebagai keluarga sendiri. Nidarpun takut sama yang lain, nanti macam-macam" katanya penuh harap.
"Yah, nggak apa-apa Bu, jika Ibu masih percaya padaku. Aku justru senang bisa juga ikut nonton di bioskop" kataku dengan rasa gembira dihatiku. Mudah-mudahan saja Nidar berpakaian seperti kemarin waktu ia ke rumah kostku tanpa kenakan CD. Harapku dalam hati.

"Bagaimana Kak Dit, nggak keberatan ngantarku. Aku nggak mau maksa loh, nanti Kak takut ketahuan atu dimarahi sama do-inya, kan berabe jadinya" kata Nidar memancingku sambil tertawa.
"Ah, nggak kok, aku bebas dan nggak ada yang berhak melarangku, lagi pula aku memang banyak teman akrab perempuanku, tapi itu hanya sekedar teman bergaul. Belum ada satupun yang kuistimewakan dalam hatiku. Aku kan tahu diri sebagai orang desa ha..ha.." jawabku.
"Jadi ikhlas nih mau temani aku, nggak bakal ada yang marahin hi..hi".
"Pasti dong, siapa yang mau marahi aku? ayo kita berangkat sekarang" kataku sambil berdiri. Ternyata Nidar sudah siap benar tanpa aku perhatikan kapan ia mengganti pakaian.
"Oke kalau gitu, kita berangkat sekarang" katanya sambil melangkah ke pintu mengikutiku, tentunya setelah kami pamit sama orangtuanya.

Setelah kami duduk di atas becak, kedua orangtua Nidar berpesan agar kami hati-hati dan cepat-cepat pulang. Selama dalam perjalanan kami tidak terlalu banyak bicara, karena takut dicurigai oleh tukang becak. Hanya saja, getaran jantung "dag dig dug" selalu mengganggu pikiranku. Bahkan membuat tubuhku banyak bergerak menyentuh tubuh Nidar, sehingga terasa seolah tubuh kami saling lengket. Sesekali Nidar melirik ke arahku setiap aku mencoba menggeser pantatku ke arahnya, bahkan pahaku sedikit menindis pahanya, namun ia nampaknya juga senang dan takut mengelak dariku. Walaupun dilapisi baju yang terbuat dari kaos, namun tubuh kami seolah bersentuhan langsung tanpa pelapis, sebab terasa sekali panasnya suhu badan Nidar, nafasnya kurang teratur lagi. Sayang harapanku agar ia berpakaian seperti kemarin tidak terwujud, sebab ia sudah pakai celana dalam, tapi rok pendeknya sedikit terangkat keatas.

"Jangan Kak, nanti dilihat Tukang Becak dan melaporkan sikap Kakak" bisik Nidar dekat telingaku ketika kuletakkan tangan kananku di atas paha kirinya yang tidak terbungkus tanpa kusadari kalau di belakang kami ada orang lain yang bisa saja memperhatikan seluruh tingkah lakuku.

"Oh yah, maaf, aku nggak sadar" jawabku seolah tersentak sambil kutarik tanganku dari paha Nidar. Namun pikiranku selalu terarah ke tubuh Nidar yang hangat menyentuhku dengan membayangkan gundukan putih mulus yang ada di antara kedua pahanya. Kali ini tangan kananku kubentangkan di atas sandaran becak, lalu sedikit demi sedikit sengaja kukendorkan agar turun melingkar dileher Nidar, tapi Nidar selalu mencubit pahaku dan menghindari tanganku. Nampaknya ia takut sekali diperhatikan oleh tukang becak. Kali ini kedua tanganku kulipat lagi dengan sengaja menyentuhkan ujung sikuku ke atas payudara Nidar.

Usahaku kali ini nampaknya membawa hasil. Nidar tidak banyak bergerak dan menolak lagi, malah ia semakin merabatkan tubuhnya ke tubuhku, sehingga tukang becak tidak ada celah untuk melihat posisi ujung sikuku yang menyentuh payudara Nidar yang masih montok itu. Terasa hangat dan kenyalnya. Aku terus menggesek-geseknya, terutama jika ada jalan berlubang seiring dengan lompatan becak itu. Tidak puas dengan ujung siku, aku lalu berusaha meremas susunya itu dengan ujung tangan kiriku yang kudorong agak keluar, akhirnya sempat menyentuh payudara itu. Mula-mula aku hanya meletakkan telapak tanganku di atas payudaranya, lalu menekan sedikit demi sedikit dan meremas-remasnya. Nidar hanya diam, malah semakin merebahkan kepalanya ke bahuku tanpa sadar lagi kalau ada tukang becak di belakangnya. Kuberanikan mengangkat pahaku ke atas pahanya yang mulus dan tak terbungkus itu. Nidar masih diam dan sedikit membuka kedua pahanya, tapi sayang tiba-tiba bunyi rem becak berbunyi. Ternyata kami sudah sampai di depan bioskop. Untung tidak ada orang lain yang memperhatikan sikapku itu.

"Maaf Kak, Aku agak terlena dan rasanya ngantuk. Aku tidak sadari kalau kita sudah sampai" katanya sedikit kaget dan malu karena ia menyandarkan kepalanya di bahuku.
"Nggak apa-apa kok, malah aku senang kamu mau bersandar padaku" jawabku sambil turun dari becak.

Ia sempat mencubit sedikit pinggangku sebelum ia turun dan membayar sewa becaknya. Kami langsung bayar karcis lalu masuk. Sayang kami sedikit terlambat sehingga sulit lagi mendapatkan tempat paling di belakang yang kuincar sebelum masuk. Kami mendapat tempat duduk pada baris ke-3 dari layar bioskop itu. Kami masuk dalam keadaan gelap karena filmnya sudah mulai main, namun masih banyak tempat kosong di bagian depan sehingga kami bisa duduk berdampingan. Sengaja kami duduk di tengah-tengah yang kebetulan berjauhan dengan tempat duduk penonton lainnya di kanan kiri kami.

Mula-mula kami duduk tenang menikmati permainan dalam film itu tanpa kami bicara banyak. Namun baru kami duduk sekitar 10 menit, pikiranku tiba-tiba beralih kepada wanita yang duduk di samping kananku. Ingin rasanya merapatkan tubuhku ke tubuhnya seperti waktu di becak tadi, bahkan lebih dari pada itu. Aku semakin penasaran dan gelisah, apalagi aku tidak terlalu segan lagi karena sikap Nidar dapat terbaca sewaktu di atas becak tadi. Kucoba meletakkan tangan kananku ke atas pahanya, namun ia diam, lalu kusandarkan sedikit tubuhku ke tubuhnya, tapi ia masih tetap diam. Bahkan kuangkat pahaku untuk menindih pahanya yang sedikit terangkat ke atas pelapisnya. Ia nampaknya tetap pasrah, malah ikut bersandar kepundakku, sehingga kepalaku saling bersentuhan.

"Dar, aku sangat mencintaimu sayang. Bagaimana denganmu?" bisikku merapatkan bibirku ke telinganya agar ucapanku tidak kedengaran orang yang ada di belakangku.
"Sebenarnya aku juga sangat mencintaimu Kak. Sudah lama perasaanku ini terpendam dalam hatiku, tapi Kakak selalu bersikap pasif selama ini" jawabnya sambil merapatkan juga bibirnya ke telingaku sehingga terasa nafasnya menyapu telingaku dengan hangat.

Bau rambut yang baru saja dicuci dengan sampho pantene terasa menyengat hidungku sehingga membuat aku semakin bergairah, apalagi setelah aku mengecup sedikit pipinya yang harum karena bedak yang harganya tidak terlalu murah. Tanpa suara lagi, kami saling merangkul dan saling mencium tanpa peduli cerita dalam film itu. Konsentrasiku hanya menyatu padanya.

Kami betul-betul saling terangsang, yang terasa dari keringat dingin dan hawa panas yang keluar dari tubuh kami. Lebih meyakinkan lagi setelah kucoba menyingkap roknya ke atas dan merenggangkan kedua pahanya lalu meraba CD-nya, ternyata sudah sangat basah. Aku masukkan tanganku ke dalam CD-nya lalu meraba, mengelus bibir vaginanya dan menekan-nekan kelentitnya yang sedikit mulai agak keras. Karena ia sangat terangsang dengan permainan tanganku itu, sehingga ia berkali- kali mencium pipi dan bibirku, malah memasukkan lidahnya ke dalam mulutku sehingga kami bermain lidah. Nidar nampaknya tak mampu lagi menahan gejolak nafsunya, sehingga ia membuka resteling celanaku dan mengeluarkan kemaluanku lalu memegang dan menggocok-gocoknya. Terdengar nafasnya tidak teratur lagi, sampai-sampai ia turunkan sedikit CD-nya lalu mengangkat pantatnya dan menduduki penisku, tapi aku segera mencegahnya dengan mendorong pantatnya, sebab ia nampaknya kurang sadar kalau di kanan kiri dan belakang kami banyak orang, yang bisa saja memperhatikan sikapku itu.

"Sabar Dar, jangan keburu nafsu. Kita ini berada di tengah-tengah orang banyak, nanti sikap kita ketahuan, kan malu jadinya" kataku mencoba mengingatkan. Ia lalu kembali memperbaiki cara duduknya seolah menyadari dan menyesali sikapnya barusan itu.
"Oh yah, aku nggak sadar Kak. Maaf atas tindakanku tadi" sesalnya sambil menarik kemabli CD-nya ke atas dan menurunkan roknya yang tersingkap itu.

Untung kuingatkan, sebab beberapa detik kemudian tiba-tiba lampu ruangan bioskop menyala pertanda istirahat sejenak. Hampir saja tindakan kami kelihatan. Kami segera bangkit dan pergi buang air kecil. Sambil buang air kecil, aku berpikir untuk mengajak Nidar pulang saja tanpa harus menunggu hingga selesainya cerita film itu, karena kami juga tidak konsentrasi lagi nonton.

"Dar, kita pulang aja yuk, filmnya kurang menarik. Kita jalan kaki aja, kan nggak terlalu jauh, lagi pula kita bisa santai sambil ngobrol apalagi belum larut malam" bisikku ke Nidar ketika kami sudah duduk kembali di kursi kami masing-masing.
Ternyata Nidar setuju saja, lalu kami keluar biskop dan jalan kaki pulang. Dalam perjalanan, kami lebih mesrah saling pegangan tangan. Kami banyak ngobrol dalam perjalanan mulai dari soal-soal hubungan persahabatanku dengan teman-teman kuliah dan soal rencana KKN-ku nanti sampai ke soal cinta atau pacar kami masing-masing. Kami sama-sama mengakui belum pernah jatuh cinta atu pacaran sama orang lain, lalu kami saling mengutarakan isi hati kami, bahkan Nidar mengajakku bermalam di rumahnya, tapi aku menolak dengan alasan dicari dan dicurigai nanti oleh teman kostku.

Setiap kami lewati jalanan yang sedikit gelap dan tidak ada rumah, kami selalu berpelukan, berciuman, malah saling memegang alat sensitif kami, tapi tak pernah lama sebab takut ada orang yang memergoki kami.
"Kak singgah dulu di rumah nonton TV atau ngobrol, karena belum larut malam, kapan lagi kita bisa ngobrol bersama seperti ini, terutama setelah Kakak ke lokasi KKN dan sudah menyelesaikan kuliahnya, pasti Kakak tidak ke sini lagi kan?" katanya ketika kami sudah berada di depan rumahnya.
Aku setuju saja dan rencanaku nanti jam 12.00 baru aku kembali tidur ke rumah. Tapi belum lama kami duduk nonton TV, tiba- tiba hujan keras terdengar di atap seng. Entah ini pertanda ujian atau keuntungan buatku, tapi yang jelas Nidar nampaknya gembira dan sedikit tersenyum memandangiku.

"Dar, aku pulang saja, nanti hujannya lama dan tambah keras, temanku bisa khawatirkan diriku" kataku mengujinya. Tapi ia terperangah lalu berdiri mencegahku dengan alasan aku basah nanti. Aku tidak tahu apa orangtua Nidar sudah tahu kedatanganku atau pura-pura tidur, sebab suaranya sejak kami datang sama sekali tidak terdengar. Nanti suaranya terdengar ketika aku berjalan ke arah pintu untuk melihat keadaan di luar rumah, walaupun aku belum bermaksud mau pulang, tapi tiba-tiba
"Dit, ndak usah kamu pulang. Masih hujan keras. Bermalam saja di sini. Kamar diluar kan kosong, lagi pula temanmu itu pasti mengerti kalau kamu tidak pulang karena terhalang hujan keras" katanya dari dalam kamarnya yang terletak dekat dapurnya seolah tidak menghendaki aku pulang malam itu. Bahkan mamanya Nidar bangun untuk mencegahku.
"Terima kasih Bu, takut nanti temanku menunggu dan menghawatirkanku. Lagi pula nggak enak sama tetangga, nanti dicurigai aku macam-macam" jawabku mencoba menjelaskan alasanku.

Jam dinding yang tergantung di atas TV menunjukkan pukul 12.00, namun hujan belum reda juga. Aku lalu berbaring sejenak di depan TV, sedang Nidar bolak balik masuk kamarnya di samping TV, tapi akhirnya ia duduk persis di dekatku sambil nonton. Dalam keadaan baring, aku meraih tangannya dan menarik ke arahku, lalu meletakkan ke atas dadaku, malah kuangkat lagi ke selangkanganku, tapi ia tidak menolak, meskipun terasa tangannya lemas sekali. Ketika kumasukkan tangannya ke dalam celanaku

"Ah, jangan kak, nanti dilihat orangtuaku", katanya sambil menarik tangannya seolah takut dan malu ketahuan orangtuanya. Tapi aku lebih berani lagi dengan memiringkan tubuhku ke arahnya sehingga tanganku merangkul kedua pahanya dan ujung kemaluanku yang tegang sejak tadi persis bertumpu di belakang pinggangnya. Ia terdiam sejenak, lalu menindihku dengan merebahkan tubuhnya ke atas pinggangku.

"Sudah larut malam Kak. Aku ngantuk. Masuklah aja tidur, di kamar sebelah ada sarung", katanya sambil berdiri lalu mematikan TV kemudian masuk ke kamarnya. Mamanya tiba-tiba teriak dari dalam
"Dit, masuk aja tidur di kamar, sudah jam 1.00 nih, biar saya yang jelaskan besok pada temanmu jika ia memarahimu. Beri aja selimut Dar"
"Baik Bu, asal Ibu mau tanggungjawab jika aku ditanggapi macam-macam" jawabku sambil menuju kamar paling depan berdampingan dengan kamar tidur Nidar dan sama-sama tidak punya penutup kecuali hanya gorden.
"Dar, jika aku ketiduran tolong dibangunin aku jam 5.00 yah, aku malu ketahuan tetangga" kataku sambil berbaring di atas rosban.
"Okelah jika gitu maumu, jika perlu kubangunin jam 3.00" katanya.

Entah apa yang terlintas dipikiran Nidar malam itu, tapi yang jelas aku tidak bisa tidur sama sekali. Gelisah memikirkan temanku di rumah dan penasaran ingin menikmati kesempatan emas ini dengan Nidar, tapi aku takut juga memulai. Aku sengaja sesekali batuk, menghentakkan tubuh ke kasur dan bergerak-gerak agar Nidar terpancing mau mendahului dan mau mengerti maksudku. Mulanya ia sama sekali terdiam, bahkan aku seolah putus harapan lagi mengira ia sudah tidur nyenyak. Tapi nampaknya ia juga mulai terdengar gelisah, bergerak-gerak dan terbatuk seiring dengan gerakanku malam itu. Sekitar jam 3.00, aku mendengar Nidar turun dari kasur dan melangkahkan kakinya. Dalam hatiku mungkin ia mau kencing, namun harapanku semoga ia mendatangiku. Ternyata harapanku tidak sia-sia, kulihat ada bayangan membuka gorden dan masuk dengan pelan lalu duduk di tepi rosban persis di dekan pinggangku.

"Kak, aku datang" bisiknya berkali-kali di dekat telingaku sambil memegang pinggangku dan menggoyang-goyangnya, namun aku pura-pura tertidur nyenyak.
Ia lalu mencium kening dan pipi serta bibirku sambil memelukku. Terasa nafas dan tubuhnya hangat menempel di tubuhku malah ia mencoba membuka selimutku lalu memasukkan tangannya ke dalam celanaku. Aku semakin sulit menyembunyikan kepura-puraanku karena ia pasti tahu jika aku tidak tidur sebab burungku berdiri dengan kerasnya. Aku lalu putuskan merangkul lehernya, lalu melayani ciumannya, terutama ketika ia masukkan lidahnya ke mulutku, akupun menyambutnya dengan lahap sekali. Kami cukup lama bermain lidah. Aku membuka sarungnya dengan kakiku, ternyata ia tidak pakai apa-apa lagi kecuali sarung. Bugil total sambil menindih dan merapatkan tubuhnya di atas tubuhku.

"Pelan-pelan sayang, nanti kedengaran dari dalam dan kita kepergok" bisikku di telinganya.
Lalu ia duduk di atas kedua kakiku sambil membuka kait celanaku dan menarik ke bawah hingga terlepas seluruhnya. Kini akupun sudah bugil total, sebab sejak tadi aku memang sudah buka baju karena ada selimut. Entah siapa yang ajari Nidar, tapi yang jelas tanpa dituntun ia bisa tahu apa yang harus dilakukannya padaku. Ia melumat bibirku, lalu turun ke leher, dada dan pusarku hingga mulutnya menyentuh batang kemaluanku yang berdiri dan sedikit basah. Warna penisku yang tidak terlalu putih itu nampaknya tidak jadi soal bagi Nidar, karena sulit dilihat di kegelapan malam dengan suara hujan keras terdengar di atas seng, kecuali ketika muncul kilatan petir. Apalagi Nidar cukup merasakan ukurannya yang tidak terlalu kecil dan tidak terlalu pendek ketika ia memegang, menjilati dan memasukkan ke dalam mulutnya lalu memutar-mutarnya ke kiri dan ke kanan.

Pantatku terangkat-angkat dibuatnya ketika Nidar mempercepat gocokan mulutnya ke penisku, sehingga aku ingin muncrat dengan cepat, terutama kedua payudaranya yang agak keras dan montok itu bergerak-gerak menyentuh kedua pahaku, bahkan vaginanya yang basah tanpa bulu itu terasa menekan ujung petisku. Aku semakin tak mampu rasanya menahan gejolak spermaku, tapi tiba-tiba ia berhenti sejenak lalu tidur miring di sampingku, lalu merangkul dan membalikkan tubuhku hingga kami saling berhadap-hadapan. Dalam kondisi seperti itu, aku coba mengangkat satu pahanya dan mengganjal dengan satu pahaku hingga penisku terasa bertumpu di bibir vaginanya yang basah. Aku gerakkan maju dan mundur pantatku agar ujung penisku dapat masuk ke lubangnya. Tapi sulit meskipun ia berusaha membantuku dengan mengerak-gerakkan pinggulnya. Aku buka bibir vaginanya dengan satu tanganku lalu mendorong pantatku ke depan, tapi tetap sulit kecuali hanya ujungnya yang menusuk ke mulut vaginanya.

Karena kami capek sekali dan terasa sulit memasukkan dalam posisi seperti itu, apalagi aku masih yakin jika keperawanan Nidar masih utuh. Aku lalu bangkit dan mengangkangi tubuh Nidar, lalu merenggangkan kedua pahanya dan membuka bibir vaginya dengan kedua tanganku, lalu Nidar membantu dengan memegang penisku dan mengarahkan ke vaginanya. Usaha kami berhasil menusukkan penisku ke lubang vaginanya, tapi hanya ujungnya yang bisa masuk. Kucoba tekan agak keras dan maju mundurkan, bahkan kugoyang ke kiri dan ke kanan seiring dengan gerakan Nidar, namun tetap sedikit saja yang masuk.

"Aduhh, sakit Kak ..aahh" suara nafas itulah yang saling memburuh di antara kami, meskipun sakitnya mengandung nikmat, sebab Nidar tetap menarik pinggulku dan mempertahankannya agar tidak lepas penisku dari vaginanya.

"Bagaimana Dar, enak kan, tahan sayang" ucapku terengah-engah ketika kami sama-sama memaksakan masuknya penisku ke vagina Nidar. Usahaku tidak sia-sia karena batangku sudah masuk 80 %, bahkan 100% ketika berulang-ulang aku hentakkan pantatku ke lubangnya dan terdengar bunyi indah dan menarik dikeheningan malam buta yang diiringi hujan deras.
"Nya..nya..dcat..dcat..dcut" seolah ada getah yang sedikit melengket di antara peraduan paha dan kemaluan kami. Mulai ada dorongan lahar memaksa mau keluar dari batang kemaluanku, tapi aku selalu mengendalikannya agar kami bisa sama-sama menikmatinya dengan lama kesempatan emas ini.
"Uhh..ihh..aahh" Nafas Nidar seolah tak terkendali dan sulit dirahasiakan, untung hujan keras. Kalau tidak pasti orangtua Nidar curiga dan mengetahui perbuatan kami.

"Kak, udah nggak sakit nih, malah tambah nikmat, terus kak, kocok, kocok..aahh" katanya sambil terengah-engah ketika aku tambah mempercepat dan memperkuat goyanganku. Hingga akhirnya Nidar mulai mencakar-cakar dadaku, menggigit-gigit bahuku, dan menjepit pinggulku dengan kedua pahanya, bahkan ikut mengangkat pantatnya dan menggerak-gerakkannya. Ternyata sikapnya itu menunjukkan kalau ia mencapai puncaknya. Sangat terasa diujung penisku, di mana seolah ada denyut-denyut yang menggigit ujungnya seiring dengan rangkulannya yang sangat kuat dan sedikit gemetar.

Setelah hal itu kuketahui, akupun berusaha mencapai puncaknya minimal sesaat setelah dia menikmatinya. Ternyata usahaku berhasil. Belum ia mengendorkan pelukannya dan berhenti gemetar sekujur tubuhnya, akupun mengalami sikap yang sama dan merasakan ada cairan panas yang keluar lewat ujung penisku dan tumpah ke dalam vagina Nidar, sehingga bibir vaginanya membanjir dan meleleh ke pahanya dengan cairan kental.

Kami secara bersamaan mengendorkan pelukan dan berbaring lunglai di atas rosban empuk itu lalu kami bersihkan sama-sama dengan kain selimut. Setelah itu kami saling mengecup bibir dan pipi.
"Kak, terima kasih atas kesediaanmu bermalam. Jika tidak, kita tidak bakal mengalami peristiwa yang sangat bersejarah ini seumur hidup kita sebab aku dan mungkin Kakak juga baru merasakannya. Mudah-mudahan kita bisa menikmatinya kembali yah Kak, sebelum berangkat atau sepulang KKN nanti. Aku dengan setia menunggu Kak dan aku sangat mencintai kak, semoga kita sejodoh kak" kata Nidar seolah puas dan tak ada beban dan rasa takut sama sekali, sehingga ia panjang lebar berbisik dikamar itu.

"Terima kasih juga sayang, aku sangat beruntung malam ini dapat kenikmatan yang luar biasa. Mungkin aku sulit lagi mengalaminya, apalagi dengan seorang gadis cantik seperti kamu" kataku menyambut ucapan bahagia Nidar.

Setelah semua hajat kami terwujud malam itu, Nidar lalu kembali ke kamarnya setelah mencium sekali lagi bibirku. Aku hanya pasrah menerimanya, lalu mencoba melihat jam ternyata sudah jam 4.30, tak lama lagi aku mau pulang. Seiring dengan bunyi kaset di masjid-masjid aku sangat pelan menuju kamar Nidar dan pamit untuk pulang setelah jam 5.00 subuh. Nidarpun mengizinkan dan membukakan pintu dengan pelan agar tidak membangunkan orangtuanya. Setelah tiba di rumah, aku langsung membuka pintu dengan mudah karena pintunya hanya diganjal dari atas, lalu aku terus tidur dan ternyata nyenyak sekali tidurku pagi itu hingga jam 9.00 pagi tanpa mengganggu tidur teman kostku. Ia nampaknya mengerti kalau aku bermalam di rumah Nidar karena hujan keras apalagi hari itu kebetulan tidak ada kuliah kami.

Kepuasan manusia itu ternyata tidak ada ujungnya, sebab ketika aku bangun, aku merasa penasaran lagi ingin sekali mengulangi hubungan kami dengan Nidar. Mungkin karena nikmatnya atau karena baru pertama kali kami alami, bahkan yang terpikir di benakku kalau ternyata kami nanti dapat kesempatan mengulanginya, aku mau lebih memuaskan lagi Nidar, karena aku menyesal tidak sempat menjilati dan memainkan lidahku di kelentitnya dan lubang vaginanya, padahal permainan itu selalu kuimpikan untuk memuaskan pasanganku. Namun sayang, hingga pemberangkatanku ke lokasi KKN, kami sama sekali tidak pernah dapat kesempatan yang kedua kalinya melakukan hal itu, bahkan setelah kami kembali dari lokasi KKN, kami jarang ketemu Nidar karena kami tinggal agak jauh dari lingkungan Nidar. Akhirnya Nidar dikawinkan dengan seorang pria pilihan orangtuanya sewaktu Nidar jalan-jalan Ke Irian Jaya dan hingga saat itu kami belum pernah ketemu lagi.
-------------------------------------------------------------------------------------
nia,,,

aku seneng banged game Counter Strike.Suatu hari aku dan teman -temanku sepakat untuk bermain CS bersama,menengar itu,aku sangat senang,saat pulang kuliah,langsung kutancap motorku ke game centre yang kami sepakati bersama,aku yang paling pertama sampai di sana,aku segera masuk dan aku mencari komputer kosong,kulihat nomor 28 kosong,tetapi itu berarti aku harus di sudut dan agak terpencil karena no.27 dan 28 bersebelahan setelah itu komputer selanjutnya agak berjauhan.Aku segera ke tempat itu,kulihat no.27 diisi oleh seorang gadis yang masih berseragam SMA,dia sekilas melihatku lalu tersenyum padaku,aku membalas senyumannya dengan hangat,kuprehatikan gadis itu,dia sungguh cantik,wajahnya bakal memikat siapapun yang melihatnya,dia memiliki tubuh montok dengan payudara yang lumayan untuk gadis seumuran dia.HPku berbunyi kulihat itu dari yoga,temanku yang berjanji untuk bermain CS bersama,"Sori ya,Gas,aku gak bisa main hari ini,soalnya ibuku ngelarang aku,yazir dan Rizal juga gak bisa,tuh.","Ya udah deh,gak apa-apa",jawabku singkat sambil menutup HPku dengan kecewa."Kamu sendirian?",gadis itu bertanya padaku dengan penasaran,"Iya,nih,tadi aku janjian sama teman-temanku,tapi karena berbagai alasan,mereka tak bisa datang","Oh,kalo gitu kita main CS bersama aja,aku juga baru belajar,kok".Aku segera menyutujuinya dan kami bermain bersama,gadis itu belakangan kuketahui bernama Nia,seorang pelajar SMA daerah kotagede lah,,yang juga tergila -gila pada CS,selama bermain,aku pura -pura melihat layar komputer Nia,padahal dia tak sadar bahwa sesekali kulirik payudaranya yang montok itu,payudranya sungguh montok sehingga membuatku bernafsu ingin meremasnya,tapi aku berusaha menahannya.Duar...,orangku mati ditembak oleh orang Nia karena aku memperhatikan payudara montoknya itu."Kamu baru belajar,ya?",tanya Nia yang membuatku malu dan bermain serius,tetapi ******ku dari tadi berdiri melihat payudara montoknya,kulihat sekilas di luar sedang hujan keras,kami meneruskan bermain,hingga waktu 3 jam yang kuminta habis,kulihat layar Nia juga mati,sekarang aku dan Nia bagaikan teman akrab,kami bersama ?sama keluar,tapi hujan masih sangat keras,aku menawarkan Nia untuk mengantarnya pulang,Nia hanya bisa menuruti penawaranku karena dia tak mungkin pulang dengan hujan masih keras begini,selama perjalanana,karena hujan,Nia memelukku dengan erat,sedangkan payudaranya yang montok itu kini melengket di punggungku,membuat adikku berdiri dengan keras,Nia menunjuk rumahnya,dan aku segera berhenti.?
bagas,masuk dulu,yuk,hujan kan keras,nanti kamu sakit,loh.?,semula aku menolak,tapi karena Nia memaksa,aku hanya bisa mengangguk pelan,lalu aku pun masuk ke rumah Nia yang menurutku besar,Nia mengajakku ke kamarnya yang berada di lantai 2,selama perjalanan,aku berusaha melirik ke payudara montoknya yang tercetak jelas di seragamnya karena basah,payudaranya yang tertutup bh itu sungguh montok membuat adikku berdiri lebih keras,sesampainya di kamar Nia,Nia mengambilkanku sebuah handuk untuk melap rambut,semula aku menolak,tapi dia berkata ?enang aja,Gas,itu handuk yang biasa aku pakai,kok,jadi gak usah malu,pake aja,aku ganti baju dulu di sebelah,ya??,Nia segera keluar dari kamarnya lalu ke kamar sebelahnya yang kuduga kamar orang tuanya,aku juga ikut keluar dengan berharapan dapat mengintipnya,benar saja,pintunya tak ditutup rapat,dan aku dapat melihat jelas Nia yang sedang membuka bajunya,lalu BH nya,kulihat pemandangan yang sungguh indah,payudaranya itu sungguh mempesona,aku segera membuka celanaku dan meremas ******ku sambil melihatnya,kulihat Nia mengambil sebuah handuk dan melap payudaranya yang mungkin basah karena hujan tadi,aku sungguh ?sungguh bernafsu sekarang,ingin aku masuk dan meremas payudaranya itu, kini dia membuka rok abu ? abunya,lalu CDnya,kulihat bulu jembutnya yang rapi itu,kini aku menggocokkan ******ku dengan cepat dan bernafsu,tapi tak sengaja tanganku terbentur ke pintu,dan terbukalah pintu itu.Nia berbalik ke arahku dengan muka terkejut,dia segera menutup kedua bagian tubuhnya,sedangkan aku karena panik lupa menutup ******ku yang berukuran besar dan mengeras itu.Nia bertanya padaku sambil melihat ******ku dengan terkejut,?Ngapain kamu,gas??,?E,eee,ee,enggak kok,aku kebetulan lewat aja,Nia?,?Lalu kenapa anu kamu keliatan dan berdiri?Kamu pasti ngintip aku,kan??,aku tak bisa menjawab apa-apa lagi,mukaku merah padam,aku segera mendekat untuk minta maaf,saat kudekati Nia,dia melepas bajuku yang basah,?Ntar kamu sakit,loh?,?Ehhmmm,Nia,aku mau minta ma??,belum sempat aku menyelesaikan kata- kataku,Nia membungkuk dan mengemut ******ku dan kadang menjilatinya,sambil mendesah kecil,aku bertanya ?Nia,kamu ngapain,aaahh?,?Ya,lagi ngemutin ******kamu dong,emang ngapain??,?Jadi kamu gak marah aku ngintip kamu??,?Ya,gak apa-apa lah,aku tahu kalau dingi begini pasti kamu nafsu,aku juga nafsu,kok?.Kini hatiku betul-betul tenang,kunikmati emutan Nia sambil memejamkan mata dan tanganku memegang kepalanya.?Ehhhmmm,enak Nia,terusin sayag,Ahhhh?.Kini giliranku untuk menunduk,kujilati seonggok daging yang terindah yang pernah kulihat sambil tangan kiriku meremas payudara Nia yang sudah mengeras,lidahku dengan lincah menjilati lubang kenikmatan Nia itu,kulihat Nia juga tampak kenikmatan,tampak dari ekspresi wajahnya,?Ahh,nikmat banget,Gas,terus di situ,ahh,nikmat banget?,mendengar itu lidahku makin lincah menelusuri vagina Nia yang kukira masih perawan.Kini Nia mengambil sebuah kursi,aku tahu makudnya,sebelum duduk,aku melakukan French Kiss padanya selama tiga menit,setelah itu dia mendorongku ke kursi,lalu dia naik ke pangkuanku dan melakukan ciuman French Kiss padaku sambil tanganku meremas payudaranya dan memainkan putingnya,kulihat Nia sudah tak bisa menahan nafsunya,dia mengatakan ?Ayo,Gas,coblos burungmu di sarangnya?,aku segera menggeser ******ku agar masuk ke vagina Nia,agak sempit masuk karena dia katanya baru mL ma mantannya 5x n baru putus 2 minggu,setelah kudorong perlahan ?lahan,akhirnya masuk juga,Ahhhhhh,Nia mengerang kesakitan karena udah lama g dicoblos kali,kedua tanganku kuletakkan di samping perut Nia dan tanganku dengan cepat menaikturunkan tubuh Nia,?Ahhhh,enak gas,terusin gas?,?Oke,sayang?.Sungguh sensasi yang luar biasa bagiku,baru pertama kali ini kurasakan meskipun ini bukan persetubuhan yang pertama bagiku,vagina Nia yang masih sempit itu sangat nikmat sekali,bagaikan memijat ******ku,?Ahhhh?aku mendesah sambil memejamkan mata karena nikmat yang tak tertahankan.Setelah beberapa lama menaikturunkan tubuh Nia,?Ahhhhh,gas,aku mau keluar,nih.?Nia pun mengalami orgasme pertama,?
Gas,kita ganti posisi,yuk?Nia mengajakku,?Apapun deh buat kamu?,Nia segera berdiri dan naik ke tempat tidur,?Ayo,gas,aku udah gak tahan,nih.?Akupun segera beranjak dari kursi dan segera pergi ke tempat tidur,kulihat Nia memperlihatkan pantatnya padaku yang menjadi pertanda dia ingin posisi doggystyle.Segera kutusukkan ******ku ke pantatnya yang montok itu sambil tangan kananku meremas payudaranya ,?Ahhh,enak,tusukan kamu enak banget?,Aku menambah kecepatan tusukanku yang membuat Nia mendesah kesakitan campur kenikmatan,
AHH ahhhh Ahhh,terus,Gas,aku mau orgasme,Nia mengalamiorgasmenya yang kedua lagi,sedaangkan karena pejuku belum keluar,kuteruskan tusukanku hingga beberapa menit kemudian keluarlah spermaku yang kukeluarkan di mulutnya agar dia tak hamil,dia pun sehera membersihkan wajahnya dan membersihkan ******ku,.
Lalu kami saling berpelukan di tempat tidur karena kecapekan,lau setelah kejadian itu kami lebih sering bermain CS berdua,tentu saja setelah itu permainan yang lebih panas,sampai Nia menjadi TTM KUW dan kami lebih sering melakukan permainan itu.

TAMAT
-------------------------------------------------------------------------------------
nikmatnya di perkosa

Untuk mempersingkat waktu, maka saya akan langsung saja menceritakan cerita baru. Namun perlu diingat bahwa ini hanya sebuah cerita fiktif dan bukan cerita nyata. Dilarang keras untuk berpikir bahwa cerita ini nyata. karena cerita ini memang fiktif belaka.

Namaku Winie, umurku sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Waktu menikah umurku masih 19 tahun dan sekarang anakku yang paling tua sudah berumur 15 tahun sedang yang bungsu berumur 13 tahun. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang. Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran. Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.

Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.

Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada. Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya.

Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, "Ouh.. ngapain kamu di sini!" sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup.

"Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!" bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.
"Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!" bentakku lagi dengan mata melotot.
"silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!" ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.
Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.

Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.
"Mas.. jangan!" kataku dengan suara gemetar.
"Hua.. ha.. ha.. ha..!" suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.
"Jangan..!" jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.

Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu. Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka. Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi.

"Aris.. Jangan.. jangan.. mas.." kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.
Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya. Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.

"Saya ingin mencicipi ibu.." bisiknya dekat telingaku.
"Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini." katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.
"Tapi saya majikan kamu Ris.." kataku mencoba mengingatkan.
"Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas.." balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.
"Hhh mm uuhh," desah nafasnya memenuhi telingaku.
"Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya," katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.

Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya. Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu.

"Aris.. jangan Ris.. jangan!" ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.
Namun Aris, supirku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.
"Ouh.. zzt.. Euh.." desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.
Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.
"Mass.. Eee" rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.

Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.

"Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!" ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.
Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, "Ouh.. mas.." rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya.

Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah. "Bruk.." tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan. Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.

"Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss.." rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya.
"Ouh.. Ris.." desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
"Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!" suara supirku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.
Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu.

"Bu Winie.., saya entot sekarang ya.. sayang.." bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. "Eee.." pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku.
"Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi.."
"Aah.. sak.. kiit..!" jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya. Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku.

Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, "Ouhh.."
Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku.

"Sialan kamu Ris!" ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.
Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.
"Kamu gila Ris, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!" ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku.
"Bagaimana kalau aku hamil nanti?" ucapku lagi dengan nada kesal.
"Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie." ucapnya dengan tenang.
"Iya.. tapi kan udah telat!" balasku dengan sinis dan ketus.
"Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie enggak usah khawatir bakalan hamil bu," ucapnya malah lebih tenang lagi.
"Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Ris.." ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supirku sudah lama merencanakannya.
"Bagaimana Bu Winie..?"
"Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris.." kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
"Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?" tanyanya lagi sambil membelai rambutku.
Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali.

"Kok ngak dijawab sich!" tanya supirku lagi.
"Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!" kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
"Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!" ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku. Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu. Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Aris supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.

Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil. Lalu diambilnya sabun Lux cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku.
"Ah.. mas.." pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu menjadi semakin berbusa.

Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.
"Saya akan bawakan makanan ke sini yach!" ucapnya sambil supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara. Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi.

Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal. Supirku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang.
"Biar saya yang suapin Bu Winie yach!" ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
"Kamu yang masak Ris!" tanyaku ingin tahu.
"Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!" kata supirku.
"Ayo dicicipi!" katanya lagi.

Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.
"Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?" tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
"Boleh saja, memang kenapa?" tanyaku.
"Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya."

Kalau saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!" celetuknya meminta.
"Terserah kamu saja " kataku.
"Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!" sahut supirku.
"Memang kenapa!?" tanyaku.
"Masih kuatkan?" tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.
Aku tidak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.

TAMAT
-------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar